Jumat, 14 Desember 2012

“Pribadi yang Sempurna dalam Kehidupan”


“Pribadi yang Sempurna dalam Kehidupan”
Sebuah refleksi/permenungan atas pribadi St. Yusuf dalam Matius 1:18-24


Oleh: Ronald Maturbongs
Fakfak, Papua

Kita semua pasti ingin menjadi pribadi yang sempurna dalam kehidupan. Menjadi pribadi yang sempurna dalam kehidupan berkeluarga. Menjadi sempurna dalam hidup bertetangga. Menjadi sempurna dalam pekerjaan dan pofesi kita masing-masing. Pertanyaannya adalah bagaimana kita menjadi pribadi yang sempurna?
Menjadi pribadi yang sempurna tentu tidak gampang. Tetapi kita pasti bisa menjadi pribadi yang sempurna. Cara sederhana yang bisa kita buat untuk menjadi pribadi yang sempurna adalah menyadari akan segala potensi atau kualitas yang baik dalam diri kita yang telah diberikan Tuhan dan cobalah untuk mengembangkannya. Selain itu, kita juga dapat belajar dari tokoh-tokoh tertentu sebagai pedoman dan motivasi bagi kita untuk membentuk pribadi yang sempurna.
Dalam refleksi kali ini, saya mengajak kita untuk belajar dari St. Yusuf, suami St. Maria dalam membentuk pribadi yang sempurna dalam kehidupan kita. Kualitas-kualitas apa saja yang dimiliki St. Yusuf dalam membentuk pribadi yang sempurna?
1.      Kualitas pertama yang dimiliki St. Yusuf adalah pribadi yang tulus hati dalam cinta. Dalam ayat ke 19, dikatakan bahwa St. Yusuf adalah seorang yang tulus hati. Tulus berarti memandang orang lain tanpa prasangka. Tulus berarti bersikap jujur, terbuka, dan apa adanya. St. Yusuf menunjukkan teladan yang baik dalam mencintai pasangannya. Ketulusan cintanya dapat dibuktikan saat ia mengetahui Maria sedang mengandung ketika bertunangan dengannya, ia tidak berbuat sesuatu yang mencemarkan nama baik dan membuat malu Maria. Karena ia sadar, hukum pada saat itu dapat membuat Maria dilempari batu hingga mati akibat hamil bukan dari orang yang menjadi tunangan atau suaminya. Sikap ketulusan hati dalam mencintai mengajarkan kita untuk berani menerima orang lain apa adanya.
Kita semua diajak untuk mencintai siapa saja dengan tulus hati. Sikap tulus hati berarti berani menerima orang lain dengan segala keterbatasan dan kekurangannya. Seorang suami harus berani menerima kekurangan istrinya dengan hati yang terbuka, demikian juga sebaliknya. Orang tua juga terbuka menerima kekurangan dan keterbatasan anak-anaknya, demikian juga sebaliknya. Seorang pemimpin dan bawahan harus bisa saling terbuka dan jujur akan kekurangan masing-masing dalam pekerjaan.
Sikap tulus hati dalam mencintai orang lain, bukan berarti kita menyetujui atau mendukung kekurangan atau keterbatasan orang lain atau membuka ruang untuk mendukung orang lain terus mengembangkan kekurangannya. Justru sikap tulus hati membantu kita dan orang yang kita cintai terarah kepada perubahan kehidupan yang lebih baik. Dengan mencinta secara tulus, orang akan sadar akan segala kekurangan dan keterbatasannya. Kemudian mengambil langkah untuk sebuah perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Karena itu, mari kita belajar mencintai siapa saja, pasangan hidup kita, anak-anak kita, orang tua kita, pemimpin kita, bawahan kita dengan tulus hati. Jika itu terjadi maka kita telah menjadi pribadi yang sempurna.

2.      Kualitas kedua yang dimiliki St. Yusuf adalah tidak menceritakan kejelekkan orang lain. Jika kita mencoba untuk mendalami suasana batin St. Yusuf ketika mendapati Maria hamil karena kuasa Roh Kudus, pasti saja ada rasa kecewa, kaget, bahkan mungkin putus asa. Apalagi Maria hamil diluar nikah tanpa bersetubuh dengan St. Yusuf. Pada masa itu bahkan pada masa sekarang, kehamilan diluar nikah adalah sebuah suasana yang tidak menyenangkan. Apalagi hamil karena perbuatan orang lain. Memang kehamilan Maria bukan karena Maria selingkuh dengan laki-laki lain melainkan karena karya Allah bagi kehidupan Maria untuk keselamatan umat manusia. Yusuf bisa saja menceritakan kekurangan yang ada, tetapi justru sebaliknya, Yusuf menyimpan segala perkara dalam hatinya dan mencoba melihat karya dan maksud Allah dalam diri Maria, istrinya. Yusuf tidak mau mencemarkan nama baik Maria dimuka umum. Sebuah keteguhan hati yang luar biasa untuk menerima kekurangan yang terjadi.
Belajar dari St. Yusuf, kita diajak untuk tidak menceritakan atau menjelek-jelekan orang lain karena kekurangan dan keterbatasannya. Dalam hidup, kita pasti bertemu dengan pengalaman dimana kita saling menjelekkan dan mengungkit sifat buruk orang lain. Kenyataan dunia sekarang ini, orang lebih gampang melihat dan mengingat kejelekkan dan keburukan orang lain ketimbang sisi positif dari pribadi orang itu. Lebih parah lagi, segala kebaikan seseorang bisa hilang sekejap hanya karena satu kesalahan kecil.
Sikap hidup yang selalu diwarnai dengan memandang orang lain jelek atau negatif adalah sikap hidup yang tidak produktif bahkan tanpa kita sadari, kita mematikan perkembangan hidup kita ke arah yang lebih dewasa. Orang yang hidupnya memandang negative orang lain, justru menunjukkan mandegnya perkembangan pribadi dan menutup ruang bagi cinta kepada Allah dan sesama. Sikap yang tepat ketika bertemu dengan kekurangan dan keterbatasan orang lain adalah membantunya untuk berubah dan bukan menggosipkan kejelekkan orang lain dimana-mana. Tidak jarang ada suami atau isteri menceritakan kekurangan pasangannya kepada orang lain. Tidak jarang juga ada orang tua menceritakan kekurangan anak kandungnya kepada orang lain dan sebaliknya, anak menceritakan kejelekkan orang tua kepada orang lain. Tidak jarang pula, pemimpin/bawahan menceritakan kekurangan teman sekerjanya kepada orang lain. Sungguh sedih melihat perilaku seperti ini. Karena sikap ini adalah sikap orang-orang yang menutup cinta bagi orang lain. Karena itu, jika kita ingin menjadi sempurna belajarlah untuk tidak menceritakan kekurangan orang lain. Apa yang menjadi kekurangan orang lain kita jadikan sarana atau kesempatan untuk mengungkapkan perhatian dan cinta kepada orang tersebut. Saudara yang terkasih dalam Tuhan, kesempurnaan hidup tidak terletak dari berapa banyak kita tahu dan menceritakan kekuranan orang lain melainkan seberapa mampu kita untuk melihat kebaikan dari setiap perbuatan orang lain dan membantunya untuk berubah dari keterbatasannya. Jika itu terjadi maka kita telah belajar menjadi pribadi yang sempurna.

3.      Kualitas ketiga yang dimiliki St. Yusuf adalah tenang dalam menghadapi masalah. Siapakah diantara kita yang tidak pernah mendapat masalah dalam kehidupan? Semua pasti pernah mengalami masalah dalam hidupnya dengan berbagai bentuk. Masalah karena biaya kehidupan yang semakin tinggi, masalah karena pasangan yang tidak setia. Masalah karena orang tua berpisah. Masalah karena anak yang terlibat dalam pergaulan bebas. Masalah di tempat kerja dan sebagainya. Mari kita belajar dari St. Yusuf dengan sikap tenangnya dalam menghadapi masalah.
Ketenangan ini jelas dalam sikapnya menanggapi masalah dengan bijaksana dan kemudian menentukan langkah selanjutnya tanpa mengorbankan kepentingan orang lain. Keputusan Yusuf untuk mengambil Maria yang sudah mengandung sebagai isterinya menandakan sikap batin yang matang, mantap dan tidak takut mengambil resiko. Ia tidak bereaksi secara emosional, tetapi merenungkannya dalam ketenangan dan kesabaran. Keputusan itulah yang telah membawa kehidupan baru dan keselamatan bagi seluruh umat manusia.
Kita sering berhadapan dengan masalah. Sayangnya tidak setiap orang mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Tak heran bila masalah itu bertumpuk dan tak terselesaikan. Penyebabnya antara lain karena kita sendiri kadang-kadang tidak mau mengambil langkah berani untuk mengatasinya, tidak mau mengambil resiko dan tidak terbiasa menyelesaikan masalah dengan sikap tenang nan bijaksana. Kita sukar bertindak bijaksana, karena sukar mengendalikan emosi. Banyak pasangan suami isteri mengakhiri perkawinan dengan perceraian, karena sukar menguasai emosi, sehingga hal sepele dibesar-besarkan.
Baiklah kita mengadopsi cara Yusuf dalam menghadapi masalah. Hadapi masalah dengan berpikir jernih dalam ketenangan. Ketenangan akan membuat Anda mengalami masalah Anda dan tidak lari dari kesulitan. Kalau kita belajar memberikan tempat pada ketenangan, maka kita akan mampu mendengarkan suara Tuhan. Tuhan berbisik setiap saat, namun hanya dalam hati yang tenang, hati yang jernih dan pasrah, orang mampu mendengarkan suara bisikan Tuhan itu. Maka, hilangkanlah hati yang kacau balau, yang dipenuhi dengan emosi, supaya bisikan Tuhan dapat kita tangkap dengan jernih, dan kita bisa bertindak dengan tepat.

4.      Kualitas keempat yang dimiliki St. Yusuf adalah taat kepada perintah Tuhan. Yusuf adalah orang yang begitu taat dan setia dalam mendengarkan dan melaksanakan perintah Allah dalam hidupnya. Hal ini Nampak dalam sikap hidupnya yang tidak ada tawar menawar dengan apa yang dikehendaki Tuhan baginya. Taat berarti tunduk, patuh. Sikap taat menuntut tindakan lanjut dari apa yang diperintahkan. Ketaatan Yusuf kepada Allah adalah kekuatan terbesar dalam hidupnya.
Pertunangannya dengan Maria tentu membahagiakan hatinya. Namun tiba-tiba dunia terasa runtuh! Maria hamil! Padahal mereka belum hidup sebagai suami istri. Tentu ia kecewa karena merasa dikhianati. Meski mencintai Maria, pasti sulit bagi dia untuk memercayai cerita Maria. Lalu apa yang harus dia lakukan? Hukum yang berlaku saat itu bagi para pelaku zinah adalah dilempari batu hingga mati. Ini bisa menjadi alasan untuk memutuskan pertunangan. Namun Yusuf memilih untuk memutuskan pertunangan diam-diam. Ia tidak ingin mempermalukan Maria di depan umum. Tanpa disangka, malaikat menemui dia di dalam mimpi dan berbicara secara khusus mengenai kehamilan Maria. Respons Yusuf sungguh berbeda dari sikapnya sebelumnya. Ia bersedia menaati Allah dan menjadikan Maria sebagai istrinya.
Dipakai Allah sebagai alat untuk menggenapkan rencana-Nya seringkali hanya terdengar indah di telinga, tetapi berat untuk dijalankan. Mengapa? Karena harus mengorbankan hasrat, harapan, atau ambisi kita. Bahkan mungkin kita merasa bahwa harga diri kita pun ikut dirampas. Namun kita harus mengimani bahwa kehendak Allah atas kita merupakan yang terbaik. Kita juga harus menyadari bahwa dilibatkan Allah ke dalam penggenapan rencana-Nya merupakan hal yang sungguh mulia bagi kita. Mulia walaupun kita tidak mendapat penghormatan dari orang lain. Bila kita tetap merasa berat menjalankan kehendak Tuhan, mintalah Tuhan menerangi hati dan pikiran kita, serta menguatkan kita.
Marilah kita menyadari bahwa setiap orang dilahirkan dalam bentuk apapun dari rahim seorang wanita adalah karena kehendak Allah. Tiap orang membawa dalam dunia sebuah pesan dari Tuhan bagi kehidupannya dan orang lain. Karena itu, marilah kita memberikan waktu yang banyak untuk menyadari bahwa kita hidup di dunia ini karena ada maksud dari Tuhan. Cobalah melihat kembali apa yang Tuhan kehendaki bagi kita untuk dunia ini. Kesempurnaan hidup kita bukan terletak pada apa yang kita kehendaki melainkan karena kehendak Tuhan bagi kita. Ingatlah bahwa Tuhan telah memilih kita sejak dari rahim ibu kita untuk menjadi pewarta cinta Tuhan. Sama seperti St. Yusuf yang dipakai Tuhan, kita juga dipakai Tuhan bagi kehidupan sekarang.
Mari kita belajar menjadi pribadi yang sempurna bagi dunia ini dengan belajar mencintai siapa saja secara tulus, tidak menceritakan kekurangan/kesalahan orang lain, selalu tenang dalam menghadapi masalah dan taat kepada perintah Tuhan. Jika dalam hidup kita, kita mampu melaksanakannya maka kita telah menjadi sempurna bagi sesama dan Tuhan. Semua itu bisa kita ciptakan dan lakukan kalau  kita memberikan waktu lebih untuk ada bersama Tuhan. Ingatlah menjadi pribadi yang sempurna tidaklah gampang. Kalau kita berjalan sendiri pasti akan susah tetapi kalau kita berjalan bersama dengan Tuhan maka segala kesulitan akan terasa mudah dan ringan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RPP Pendidikan Agama Katolik & Budi Pekerti K13 Kelas 1 Pelajaran 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BERKARAKTER JMJ (RPP) Nama Sekolah            : SD Katolik Santa Maria Piru Mata Pelajaran    ...