YAYASAN PENDIDIKAN DAN PERSEKOLAHAN
KATOLIK (YPPK)
KEUSKUPAN MANUKWARI – SORONG
SMA ST. DON BOSCO FAKFAK
PERUTUSAN MURID-MURID YESUS
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK UNTUK
SMA/SMK
KELAS XI - SEMESTER I & II
Ronald Maturbongs S.Fils
(Guru Bidang Studi)
DAFTAR ISI
Tema III : GEREJA
Semester I
Bagian Pertama : ARTI dan MAKNA GEREJA
Pelajaran 1 : Gereja sebagai Umat Allah
Pelajaran 2 : Gereja sebagai Persekutuan
yang Terbuka
Bagian Kedua : HIERARKI dan AWAM
Pelajaran 3 : Hierarki dalam Gereja
Katolik
Pelajaran 4 : Hubungan Awam dan Hierarki
sebagai Partner Kerja
Bagian Ketiga : SIFAT-SIFAT GEREJA
Pelajaran 5 : Gereja yang Satu dan Kudus
Pelajaran 6 : Gereja yang Katolik dan Apostolik
Bagian Keempat : TUGAS-TUGAS GEREJA
Pelajaran 7 : Gereja yang Menguduskan
(Liturgia)
Pelajaran 8 : Gereja yang Mewartakan
Kabar Gembira (Kerygma)
Pelajaran 9 : Gereja yang Melayani
(Diakonia)
Pelajaran 10 : Gereja yang Menjadi Saksi
Kristus (Martyria)
Semester II
Bagian Kelima : GEREJA dan DUNIA
Pelajaran 11 : Gerejan dan Dunia
Pelajaran 12 : Ajaran Sosial Gereja
Pelajaran 13 : Keterlibatan Gereja dalam
Membangun Dunia yang Damai dan Sejahtera
Bagian Keenam : HAK ASASI MANUSIA
Pelajaran 14 : Hak Asasi Manusia
Pelajaran 15 : Perjuangan Menegakkan Hak
Asasi Manusia di Indonesia
Pelajaran 16 : Kekerasan dan Budaya Kasih
Pelajaran 17 : Menghargai Hidup
Pelajaran 18 : Aborsi
Pelajaran 19 : Bunuh Diri dan Euthanasia
Pelajaran 20 : Narkoba dan HIV/AIDS
TEMA III GEREJA
BAGIAN PERTAMA
ARTI & MAKNA GEREJA
1. Arti dan Makna Gereja
Gereja Katolik adalah Gereja yang benar, yang didirikan oleh Yesus
Kristus, yang para anggotanya saling dipersatukan dalam ikatan persekutuan
rohani: setia kepada Paus serta para uskup yang bersatu dengannya, satu dalam
iman dan kepercayaan, satu dalam perayaan ibadat. Gereja merupakan misteri,
sakramen keselamatan dan Umat Allah yang dalam perjalanan ziarah bersama menuju
kehidupan kekal.[1]
Kata Gereja berasal dari
bahasa Protugis: igreja, yang berasal dari bahasa Yunani: εκκλησία (ekklêsia)
yang berarti dipanggil keluar (ek= keluar; klesia dari kata kaleo=
memanggil); kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia) memiliki beberapa
arti:
·
Arti pertama ialah 'umat' atau lebih tepat persekutuan orang Kristen. Arti
ini diterima sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi, gereja pertama-tama bukanlah
sebuah gedung. Gereja (untuk arti yang pertama) terbentuk 50 hari setelah kebangkitan
Yesus Kristus pada hari raya Pentakosta, yaitu ketika Roh Kudus yang dijanjikan Allah diberikan
kepada semua yang percaya pada Yesus Kristus.
·
Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat Kristen. Bisa
bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di hotel, maupun tempat rekreasi.
·
Arti ketiga ialah mazhab (aliran) atau denominasi dalam agama Kristen. Misalnya: Gereja Katolik, Gereja Protestan, dll.
·
Arti terakhir adalah sebuah “rumah ibadah” umat Kristen, di mana umat
bisa berdoa atau bersembahyang.
Pemahaman
tentang Gereja juga bisa dilihat dalam arti rohani dan arti fisik. Berdasarkan
artinya itu, maka Gereja adalah:
a. Arti Rohani:
·
Umat
yang dipanggil Tuhan
·
Persekutuan
semua orang di seluruh dunia yang percaya akan Yesus Kristus itu Putra Allah
dan satu-satunya Penyelamat kita.
·
Himpunan
yang didalamnya terdapat Umat Allah, Tubuh Kristus dan Bait Roh Kudus ( bdk 1 Kor 10:32, 11:17-22, 15:9 ).
·
Himpunan
orang-orang yang digerakan untuk berkumpul oleh Firman Allah, yakni berhimpun
bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang diberi santapan dengan Tubuh
Kristus menjadi Tubuh Kristus.[2]
b. Arti Fisik; bangunan tempat ibadah persekutuan
Umat yang beriman kepada Kristus.
Bagi Paulus, Gereja adalah jemaat setempat namun juga mempunya arti
universal. Karena itu, didalam jemaat setempat terwujudlah Gereja Allah. Dalam
pemahaman gereja Paulus, orang tidak pergi ke Gereja untuk beribadat. Perayaan
bersama adalah Gereja, oleh karena perayaan itu tidak lain dari pada “berkumpul
sebagai jemaat” orang tidak berkumpul untuk ibadah atau untuk taurat. Hidup
jemaat dalam kondisi persaudaraan yang bertujuan untuk komunikasi iman, saling
meneguhkan dan menguatkan iman.[3]
2. Sejarah Singkat Tentang Gereja (khususnya Indonesia)
Sejarah Gereja Katolik meliputi rentang waktu selama
hampir dua ribu tahun. Sejarah Gereja Katolik merupakan bagian integral Sejarah
kekristenan secara keseluruhan. Istilah Gereja Katolik yang digunakan secara
khusus untuk menyebut Gereja yang didirikan di Yerusalem oleh Yesus dari
Nazaret (sekitar tahun 33 Masehi) dan dipimpin oleh suatu suksesi apostolik
yang berkesinambungan melalui Santo Petrus Rasul Kristus, dikepalai oleh Uskup
Roma sebagai pengganti St. Petrus, yang kini umum dikenal dengan sebutan Paus.
"Gereja Katolik" diketahui pertama kali digunakan dalam surat
dari Ignatius dari Antiokhia pada tahun 107, yang menulis bahwa: "Di mana
ada uskup, hendaknya umat hadir di situ, sama seperti di mana ada Yesus
Kristus, Gereja Katolik hadir di situ."
Sejarah perkembangan Gereja
dibagi menjadi 4 tahap antara lain:
·
Masa Yesus: kehadiran Yesus di dunia adalah
sebagai awal lahirnya Gereja. Perkembangan gereja pada masa ini tampak dari
percakapan Yesus dan Petrus: "Sebab itu ketahuilah, engkau Petrus,
batu kuat. Dan diatas alas batu inilah aku akan membangun gereja-Ku yang tidak
dapat dikalahkan: sekalipun oleh maut!" ( bdk Mat 16:18).
·
Masa Para Rasul: Perkembangan gereja pada masa ini sampai pada tahap
mendirikan perkumpulan Jemaat Perdana
yang juga disebut Gereja Perdana.
Mereka selalu bertekun pada ajaran para Rasul, berkumpul, berdoa, dan
memecahkan roti bersama. Mereka menganggap segala kepunyaan mereka adalah
kepunyaan bersama. Mereka juga membagikan harta sesuai dengan keperluan. Yang
paling berperan di masa ini adalah St.
Petrus. Setelah Yesus wafat, Petrus menjadi sosok yang beriman dan
pemberani.
·
Masa Sesudah Para Rasul: Masa ini Gereja sudah berpusat di
Roma, tempat wafatnya St.Petrus. Pemimpin gereja yang pertama adalah St.Petrus.
Penerus St. Petrus disebut "Uskup Roma" atau "Paus".
·
Masa Sekarang (di Indonesia):[4]Sejarah Gereja Katolik di Indonesia
berawal dari kedatangan bangsa Portugis ke kepulauan Maluku. Orang pertama yang
menjadi Katolik adalah orang Maluku, Kolano (kepala kampung) Mamuya (sekarang
di Maluku Utara) yang dibaptis bersama seluruh warga kampungnya pada tahun 1534
setelah menerima pemberitaan Injil dari Gonzalo Veloso, seorang saudagar
Portugis.
Salah satu pendatang di Indonesia itu
adalah Santo Fransiskus Xaverius, yang pada tahun 1546 sampai 1547 datang
mengunjungi pulau Ambon, Saparua dan Ternate. Ia juga membaptis beberapa ribu
penduduk setempat. Beberapa era sejarah Katolik yang ada di Indonesia sebagai
berikut:
a. Era VOC
Sejak kedatangan dan kekuasaan
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Indonesia tahun 1619-1799, akhirnya
mengambil alih kekuasaan politik di Indonesia, Gereja Katolik dilarang secara
mutlak dan hanya bertahan di beberapa wilayah yang tidak termasuk VOC yaitu
Flores dan Timor.
Para penguasa VOC beragama Protestan,
maka mereka mengusir imam-imam Katolik yang berkebangsaan Portugis dan
menggantikan mereka dengan pendeta-pendeta Protestan dari Belanda. Banyak umat
Katolik yang kemudian diprotestankan saat itu, seperti yang terjadi dengan
komunitas-komunitas Katolik di Amboina.
Imam-imam Katolik diancam hukuman
mati, kalau ketahuan berkarya di wilayah kekuasaan VOC. Pada 1924, Pastor
Egidius d'Abreu SJ dibunuh di Kastel Batavia pada zaman pemerintahan Gubernur
Jenderal Jan Pieterszoon Coen, karena mengajar agama dan merayakan Misa Kudus
di penjara.
Pastor A. de Rhodes, seorang Yesuit
Perancis, pencipta huruf abjad Vietnam, dijatuhi hukuman berupa menyaksikan
pembakaran salibnya dan alat-alat ibadat Katolik lainnya di bawah tiang
gantungan, tempat dua orang pencuri baru saja digantung, lalu Pastor A. de
Rhodes diusir (1646).
Yoanes Kaspas Kratx, seorang Austria,
terpaksa meninggalkan Batavia karena usahanya dipersulit oleh pejabat-pejabat
VOC, akibat bantuan yang ia berikan kepada beberapa imam Katolik yang singgah
di pelabuhan Batavia. Ia pindah ke Makau, masuk Serikat Jesus dan meninggal
sebagai seorang martir di Vietnam pada 1737.
Pada akhir abad ke-18 Eropa Barat
diliputi perang dahsyat antara Perancis dan Britania Raya bersama sekutunya
masing-masing. Simpati orang Belanda terbagi, ada yang memihak Perancis dan
sebagian lagi memihak Britania, sampai negeri Belanda kehilangan kedaulatannya.
Pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya, Lodewijk atau Louis
Napoleon, seorang Katolik, menjadi raja Belanda. Pada tahun 1799 VOC bangkrut
dan dinyatakan bubar.
b. Era Hindia-Belanda
Perubahan
politik di Belanda, khususnya kenaikan tahta Raja Lodewijk, seorang Katolik,
membawa pengaruh yang cukup positif. Kebebasan umat beragama mulai diakui
pemerintah. Pada tanggal 8 Mei 1807 pimpinan Gereja Katolik di Roma mendapat
persetujuan Raja Louis Napoleon untuk mendirikan Prefektur Apostolik Hindia
Belanda di Batavia.
Pada
tanggal 4 April 1808, dua orang Imam dari Negeri Belanda tiba di Jakarta, yaitu
Pastor Jacobus Nelissen, Pr dan Pastor Lambertus Prisen, Pr. Yang diangkat
menjadi Prefek Apostolik pertama adalah Pastor J. Nelissen, Pr.
Gubernur
Jendral Daendels (1808-1811) berkuasa menggantikan VOC dengan pemerintah Hindia
Belanda. Kebebasan beragama kemudian diberlakukan, walaupun agama Katolik saat
itu agak dipersukar. Imam saat itu hanya 5 orang untuk memelihara umat sebanyak
9.000 orang yang hidup berjauhan satu sama lainnya. Akan tetapi pada tahun
1889, kondisi ini membaik, di mana ada 50 orang imam di Indonesia. Di daerah
Yogyakarta, misi Katolik dilarang sampai tahun 1891.
c. Van Lith
Misi
Katolik di daerah ini diawali oleh Pastor F. van Lith, SJ yang datang ke
Muntilan pada tahun 1896. Pada awalnya usahanya tidak membuahkan hasil yang
memuaskan, akan tetapi pada tahun 1904 tiba-tiba 4 orang kepala desa dari
daerah Kalibawang datang ke rumah Romo dan mereka minta untuk diberi pelajaran
agama. Sehingga pada tanggal 15 Desember 1904, rombongan pertama orang Jawa
berjumlah 178 orang dibaptis di sebuah mata air Semagung yang terletak di
antara dua batang pohon Sono. Tempat bersejarah ini sekarang menjadi tempat
ziarah Sendangsono.
Romo
van Lith juga mendirikan sekolah guru di Muntilan yaitu Normaalschool di tahun 1900
dan Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) di tahun 1904. Pada tahun 1918
sekolah-sekolah Katolik dikumpulkan dalam satu yayasan, yaitu Yayasan Kanisius.
Para imam dan Uskup pertama di Indonesia adalah bekas siswa Muntilan. Pada
permulaan abad ke-20 gereja Katolik berkembang pesat.
Pada
1911 Van Lith mendirikan Seminari Menengah. Tiga dari enam calon generasi
pertama dari tahun 1911-1914 ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1926 dan 1928,
yaitu Romo F.X.Satiman, SJ, A. Djajasepoetra, SJ, dan Alb. Soegijapranata, SJ.
d. Era Perjuangan Kemerdekaan
Albertus
Soegijapranata menjadi Uskup Indonesia yang pertama ditahbiskan pada tahun
1940. Tanggal 20 Desember 1948 Romo Sandjaja terbunuh bersama Frater Hermanus
Bouwens, SJ di dusun Kembaran dekat Muntilan, ketika penyerangan pasukan
Belanda ke Semarang yang berlanjut ke Yogyakarta dalam Agresi Militer Belanda
II. Romo Sandjaja dikenal sebagai martir pribumi dalam sejarah Gereja Katolik
Indonesia.
Mgr.
Soegijapranata bersama Uskup Willekens SJ menghadapi penguasa pendudukan
pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar Rumah Sakit St. Carolus dapat
berjalan terus.Banyak di antara pahlawan-pahlawan nasional yang beragama
Katolik, seperti Adisucipto, Agustinus (1947), Ignatius Slamet Riyadi (1945)
dan Yos Sudarso (1961).
e. Era Kemerdekaan
Kardinal
pertama di Indonesia adalah Justinus Kardinal Darmojuwono diangkat pada tanggal
29 Juni 1967. Gereja Katolik Indonesia aktif dalam kehidupan Gereja Katolik
dunia. Uskup Indonesia mengambil bagian dalam Konsili Vatikan II (1962-1965).
Paus
Paulus VI berkunjung ke Indonesia pada 1970. Kemudian tahun 1989 Paus Yohanes
Paulus II mengunjungi Indonesia. Kota-kota yang dikunjunginya adalah Jakarta,
Medan (Sumatra Utara), Yogyakarta (Jawa Tengah dan DIY), Maumere (Flores) dan
Dili (Timor Timur).
PELAJARAN 1
GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH
A. Arti dan Makna Gereja sebagai Umat Allah
Istilah “Umat Allah” sudah digunakan dalam Perjanjian Lama yang kemudian
dimunculkan dan dihidupkan kembali oleh Konsili Vatikan II setelah sekian lama
Gereja menjadi terlalu hierarkis; didominasi oleh kaum rohaniwan dan awam yang
adalah mayoritas dalam Gereja agak terdesak ke pinggir. Dengan paham Gereja
sebagai Umat Allah, diakui kembali kesamaan martabat dan peranan semua anggota
Gereja. Semua anggota Gereja memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam
hal fungsi.
Menurut Minear, umat Allah adalah umat yang kepadanya Allah mengutus
Anak-Nya sebagai Penyelamat dan Raja. Umat Allah tidak lepas dari kelahiran
Yesus atau PelayananNya, dan dari pesta Perjamuan Kudus atau Kebangkitan atau
bahkan keturunan Roh pada hari Pentakosta.[5]
Tetapi juga harus diingat bahwa Umat Allah juga tidak bisa lepas dari
perjanjian yang mana aktivitas Allah dalam zaman Abraham dan Musa. Kenyataan
ini, tentu tidak mengecualikan realitas pemilihan atau mengurangi makna yang
abadi.
Dalam pemahaman ini, Tom Jacobs lebih menyetujui Ekaristi sebagai artian
Gereja[6]
khususnya dalam artian “umat Allah” atau dengan perjamuan Ekaristi,
terbentuklah jemaat. Perayaan ekaristi tertuju pada pembentukan jemaat hal itu
jelas dalam 1 Kor 11:22. Bagi paulus, Jemaat Allah sama artinya dengan umat
Allah, tetapi dalam kata Yunani, “Umat (Laos) Allah” tidak tepatnya sama dengan
“Jemaat (Ekklesia) Allah” dan yang sangat menyolok, “umat Allah yang dipakai
oleh Paulus, hanya dipakai untuk kutipan-kutipan Perjanjian Lama
Geraja sebagai Umat Allah memiliki ciri khasnya yakni:
1.
Umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari
Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.
2.
Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk Allah dan untuk
misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.
3.
Hubungan antara Allah dan umatNya dimeteraikan oleh suatu
perjanjian. Umat harus menaati perintah-perintah Allah dan Allah akan
selalu menepati janji-janjiNya.
4.
Umat Allah selalu dalam perjalanan melewati padang
pasir menuju Tanah Terjanji.
Dalam Perjanjian Baru, Gereja merupakan satu Umat Allah yang sehati
sejiwa, seperti yang ditunjukkan oleh Umat Purba.[7] Gereja
harus merupakan seluruh umat, bukan hanya hierarki saja dan awam seolah-olah
hanya merupakan tambahan, pendengar dan pelaksana. Singkatnya: Gereja hendaknya
MENGUMAT.
B. Dasar dan Konsekuensi Gereja yang Mengumat
1. Dasar dari Gereja yang Mengumat
Setiap orang dipanggil untuk melibatkan diri secara penuh dalam kehidupan
Umat Allah atau MENGUMAT. Mengapa harus demikian?
a.
Hidup mengumat
pada dasarnya merupakan hakikat dari Gereja itu sendiri, sebab hakekat Gereja
adalah persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup
Umat Purba.[8]
b.
Dalam hidup mengumat banyak karisma dan rupa-rupa karunia
dapat dilihat, diterima dan digunakan bagi kekayaan seluruh Gereja. Hidup
Gereja yang terlalu menampilkan segi organisatoris dan structural dapat
mematikan banyak karisma dan karunia yang muncul dari bawah.[9]
c.
Dalam hidup mengumat, semua orang yang merasa menghayati
martabat yang sama akan bertanggungjawab secara aktif dalam fungsinya
masing-masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada
dunia.[10]
2. Konsekuensi dari Gereja yang Mengumat
a. Konsekuensi bagi Pimpinan Gereja (Hierarki)
·
Menyadari fungsi pimpinan sebagai fungsi pelayanan.
Pimpinan bukan di atas umat, tetapi di tengah umat.
·
Harus peka untuk melihat dan mendengar karisma
dan karunia-karunia yang bertumbuh di kalangan umat.
b. Konsekuensi bagi setiap Anggota Umat
·
Menyadari dan menghayati persatuannya dengan umat lain.
Orang tak dapat menghayati kehidupan imannya secara individu saja.
·
Aktif dalam kehidupan mengumat,
menggunakan segala karisma, karunia dan fungsi yang dipercayakan kepadanya
untuk kepentingan dan misi Gereja di tengah masyarakat. Semua bertanggung jawab
dalam hidup dan misi Gereja.
c. Konsekuensi bagi Hubungan Awam dan Hierarki
·
Paham Gereja sebagai Umat Allah jelas membawa
konsekuensi dalam hubungan antara hierarki dan kaum awam. Kaum awam bukan lagi
pelengkap penyerta, melainkan partner hierarki.
·
Awam dan hierarki memiliki martabat yang sama, hanya
berbeda
dalam hal fungsi.
PELAJARAN 2
GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN YANG TERBUKA
A. Model-model Gereja
1. Gereja Institusional Hierarkis Piramidal
Model Gereja institusional hierarkis pyramidal sangat menonjol dalam
hal-hal berikut:
a.
Orgnasisasi (lahiriah) yang berstruktur pyramidal
tertata rapi.
b.
Kepemimpinan tertahbis atau hierarki hampir identik
dengan Gereja itu sendiri. Suatu institusi, apalagi institusi besar seperti
Gereja Katolik, tentu membutuhkan kepemimpinan yang kuat.
c.
Hukum dan peraturan digunakan untuk menata dan menjaga
kelangsungan suatu institusi. Suatu institusi, apalagi yang berskala besar,
tentu saja membutuhkan hukum dan peraturan yang jelas.
d.
Sikap yang agak triumfalistik dan tertutup. Gereja
merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan. Extra Ecclesiam Nulla Salus atau diluar
Gereja tidak ada keselamatan.
2. Gereja sebagai Persekutuan Umat
Model Gereja sebagai Persekutuan Umat sangat menonjol dalam hal-hal
berikut:
a.
Hidup persaudaraan karena iman dan harapan yang sama.
Persaudaraan ini adalah persaudaraan kasih.
b.
Keikutsertaan semua umat dalam hidup menggereja. Bukan
saja hierarki dan biarawan dan biarawati yang harus aktif dalam hidup
menggeraja, tetapi seluruh umat.
c.
Hukum dan peraturan memang perlu, tetapi dibutuhkan
pula peranan hati nurani dan tanggung jawab pribadi.
d.
Sikap miskin, sederhana dan terbuka. Rela berdialog
dengan pihak mana saja, sebab Gereja yakin bahwa di luar Gereja Katolik
terdapat pula kebenaran dan keselamatan.
B. Keanggotaan dalam Gereja sebagai
Persekutuan Umat
Gereja sebagai Persekutuan Umat Allah untuk membangun Kerajaan Allah di
bumi ini.Semua anggota memiliki martabat yang sama, namun berbeda dari segi
fungsinya.
1. Golongan Hierarki
Hierarki adalah orang-orang yang ditahbiskan untuk tugas
kegembalaan.Mereka menjadi pemimpin dan pemersatu umat, sebagai tanda efektif
dan nyata dari otoritas Kristus sebagai kepala umat. Tugas-tugas hierarki
adalah sebagai berikut:
a.
Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman.
Hierarki mempersatukan umat dalam iman, tidak hanya dengan petunjuk, nasehat
dan teladan tetapi juga dengan kewibawaan dan kekuasaan kudus.[11]
b.
Menjalankan tugas-tugas gerejani, seperti merayakan
sakramen, mewartakan sabda dan sebagainya.
2. Biarawan-biarawati
Seorang biarawan/biarawati adalah anggota umat yang dengan mengucapkan
kaul kemiskinan, ketaatan dan keperawanan ingin selalu bersatu dengan Kristus
dan menerima pola nasib hidup Yesus Kristus secara radikal dan dengan demikian
mereka menjadi tanda nyata dari hidup dalam Kerajaan Allah kelak. Kaul-kaul
adalah sesuatu yang khas dalam kehidupan membiara. Dengan menghayati kaul-kaul
kebiaraan itu, para biarawan/biarawati menjadi tanda:
a.
Yang mengingatkan kita bahwa kekayaan, kekuasaan dan
hidup keluarga walaupun sangat bernilai, tetapi tidak absolut dan abadi, maka
kita tidak boleh mendewa-dewakannya.
b.
Yang mengarahkan kita pada Kerajaan Allah dalam
kepenuhannya kelak.
3. Kaum Awam
Kaum awam adalah semua
orang beriman Kristen yang tidak termasuk dalam golongan tertahbis dan
biarawan-biarawati. Mereka adalah orang-orang yang dengan pembaptisan menjadi
anggota Gereja dan dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas Kristus
sebagai imam, nabi dan raja.
Bagi kaum awam, ciri
keduniaan adalah khas dan khusus. Mereka mengemban kerasulan dalam tata dunia,
baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, entah sebagai ayah-ibu, sebagai
petani, pedagang, camat, polisi dan sebagainya.
C. Gereja sebagai Persekutuan Umat dalam
Terang Kitab Suci (Kis 4:32-37)
·
Kutipan
Kitab Suci: Kis 4:32-37
Cara Hidup Jemaat Perdana
32Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati
dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya
adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.
33Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang
kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang
melimpah-limpah. 34Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di
antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual
kepunyaannya itu dan hasil penjualan itu mereka bawa 35dan mereka
letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang
sesuai dengan keperluannya.
36Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut
Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus. 37Ia menjual
ladang miliknya lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki
rasul-rasul.
·
Pejelasan:
Santo Lukas dalam kutipan Kitab Suci (Kis 4:32-37) di atas memberikan
gambaran yang ideal terhadap komunitas/persekutuan Jemaat Perdana. Cara hidup
Jemaat Perdana berupa kebersamaan dan mengganggap semua adalah milik bersama
mengungkapkan persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang pokok adalah bahwa
semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun menyimpan
kekayaan bagi dirinya sendiri sementara yang lain berkekurangan.
Sikap dan cara hidup Jemaat Perdana dapat menjadi inspirasi hidup bagi
kita sekarang ini. Semangat persaudaraan dalam kehidupan bersama adalah hal
yang penting dalam hidup bermasyarakat. Kebersamaan kita dalam hidup menggereja
tidak boleh terbatas pada hal-hal rohani seperti doa, perayaan ibadat, kegiatan-kegiatan
pembinaan iman, tetapi juga harus menyentuh kehidupan sosial, ekonomi, politik
dan budaya.
D. Gereja sebagai Persekutuan Umat yang
Bersifat Terbuka
Gereja hadir di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk
dunia. Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang,
terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan
harapan, duka dan kecemasan dari murid-murid Yesus (Gereja).[12] Singkatnya,
Gereja hendaknya menjadi Sakramen Keselamatan bagi dunia.
Beberapa cara yang dilakukan Gereja untuk menunjukkan keterbukaannya
antara lain:
1.
Gereja selalu siap untuk berdialog dengan agama dan
budaya mana saja untuk saling mengenal, menghargai dan memperkaya.
2.
Gereja membangun kerja sama dengan para pengikut
agama-agama lain demi pembangunan hidup manusia dan peningkatan martabat
manusia.
3.
Berpartisipasi secara aktif dan bekerja sama dengan
siapa saja dalam membangun masyarakat yang adil, damai dan sejahtera.
BAGIAN KEDUA
HIERARKI
& AWAM
Gereja adalah persekutuan yang semua anggotanya sungguh-sungguh sederajat
martabatnya, sederajat pula kegiatan umum dalam membangun Tubuh Kristus (LG
31). Ada fungsi khusus dalam Gereja yang diemban oleh hierarki, ada corak hidup khusus yang dijalani biarawan/wati, ada fungsi dan corak hidup keduniaan yang menjadi
medan khas para awam. Tetapi yang
pokok adalah iman yang sama akan Allah dalam Kristus oleh Roh Kudus. Yang umum
lebih penting daripada yang khusus.
1. Hierarki
Kata hierarki berasal dari bahasa Yunani “hierarchy” yang berarti jabatan (hieros) suci (archos). Itu
berarti bahwa yang termasuk dalam hierarki adalah mereka yang mempunyai jabatan
karena mendapat penyucian melalui tahbisan. Dan orang yang termasuk hieraki disebut
sebagai para tertahbis.
Namun, pada umumnya hierarki diartikan sebagai tata susunan. Hieraki
sebagai pejabat umat beriman kristiani dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang
tidak kelihatan sebagai tubuhNya, yaitu Gereja. Dalam tingkatan hieraki
tertahbis (hierarchia ordinis), Gereja terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon
(KHK 330-572). Menurut tata susunan yuridiksi (hierarchia yurisdictionis), yurisdiksi
ada pada Paus dan para Uskup yang disebut kolegialitas. Kekhasan hierarki
terletak pada hubungan khusus mereka dengan Kristus sebagai gembala umat.
Struktur hierarki bukanlah suatu yang ditambahkan atau dikembangkan dalam
sejarah Gereja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II, struktur itu dikehendaki
Tuhan dan akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam
sejarah hierarki di bawah ini:
a.
Jaman Para Rasul
Awal perkembangan hirarki adalah kelompok kedua belas rasul. Kelompok
inilah yang pertama-tama disebut rasul. Rasul atau “apostolos” adalah utusan. Akan tetapi setelah kebangkitan Kristus,
sebutan rasul tidak hanya untuk kelompok kedua belas, melainkan juga
utusan-utusan selain kelompok kedua belas itu. Bahkan akhirnya, semua “utusan
jemaat” (2Kor8:22) dan semua “utusan Kristus” (2Kor 5:20) disebut rasul. Lama
kelamaan, kelompok rasul lebih luas dari pada kelompok kedua belas rasul.
Sesuai dengan namanya, rasul diutus untuk mewartakan iman dan memberi kesaksian
tentang kebangkitan Kristus.
b.
Jaman sesudah Para Rasul
Setelah kedua belas rasul tidak ada, muncul aneka sebutan, seperti
“penatua-penatua” (Kis 15:2), dan “rasul-rasul”, “nabi-nabi”,
pemberita-pemberita Injil”, gembala-gembala”, “pengajar” (Ef 4:11), “episkopos”
(Kis 20:28), dan “diakonos” (1Tim 4:14). Dari sebutan itu ada banyak hal yang
tidak jelas arti dan maksudnya. Namun pada akhir perkembangannya, ada struktur
dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia yang mengenal sebutan “penilik”
(episkopos), “penatua” (prebyteros), dan “pelayan” (diakonos). Struktur inilah
yang selanjutnya menjadi struktur hierarki Gereja yang menjadi Uskup, Imam, dan
diakon. Di sini yang penting, bukanlah kepemimpinan Gereja yang terbagi atas
aneka fungsi dan peran, melainkan bahwa tugas pewartaan para rasul
lama-kelamaan menjadi tugas kepemimpinan jemaat.
2. Awam
Kaum awamadalah semua orang kristen yang tidak
termasuk dalam golongan tertahbis dan biarawan biarawati, yaang adalah
orang-orang yang yang dengan pembaptisan menjadi anggota gereja dan dengan
caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi, dan
raja.
Kaum Awam dapat di
definisikan secara:
·
Definisi
teologis: Awam adalah
warga negara yang tidak ditahbiskan. Jadi awam meliputi biarawan seperti suster
dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci.
·
Definisi
tipologis: Awam
adalah warga gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan biarawati.
Bagi kaum awam, perutusan Gereja
Katolik bukan saja dibidang liturgi dan pewartaan, tetapi juga dibidang
pengembalaan. Misalnya sebagai:[13]
ü Pengurus
Dewan Paroki Tugasnyaadalah
memikirkan, merencanakan, memutuskan dan mempertanggung-jawabkan hal-hal yang
bermanfaat bagi kehidupan dan karya paroki. Misalnya kegiatan pewartaan sabda,
perayaan liturgi dan membangun masyarakat.
ü Pengurus
Wilayah atau Stasi
Tugasnya adalah mengkoordinasi kegiatan antar lingkungan yang berada didalam
wilayah Dewan Parokinya.
ü Pengurus
Lingkungan Tugasnya
adalah menampung dan menyalurkan masalah-masalah yang ada di lingkungan kepada
Dewan Paroki atau Pastor Parokinya. Juga mengadakan pendataan dalam lingkungan
atau kelompok dan mengadakan pertemuanbersama dengan Pengurus Kelompok.
ü Pengurus
Kelompok Tugasnya adalah
menjadi tumpuan utama dan pertama untuk mengembangkan kehidupan umat Katolik.
Merekalah yang melakukan berbagai program lingkungan dalam rangka pembinaan umat.
PELAJARAN 3
HIRARKI DALAM GEREJA KATOLIK
A. Panggilan dan Pilihan Tuhan untuk menjadi
Gembala Umat Allah dalam Terang Kitab Suci
·
Kutipan
Kitab Suci: Yoh 21:15-19
Gembalakanlah Domba-dombaKu
15Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus:
"Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka
ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku
mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
16Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak
Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya:
"Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus
kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
17Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak
Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus
berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia
berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa
aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah
domba-domba-Ku. 18Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau
masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja
kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan
tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang
tidak kaukehendaki." 19Dan hal ini dikatakan-Nya untuk
menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan
demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku."
·
Penjelasan:
Yesus memilih Petrus menjadi gembala dan pemimpin umatNya.Walaupun Petrus
sering ceroboh bahkan pernah menyangkalNya sampai tiga kali.Pemilihan Petrus
oleh Tuhan sungguh berdasarkan kasih karuniaNya semata.Manusia tidak memiliki
andil apa-apa untuk itu.
Yang dituntut oleh Tuhan dari Petrus (dan semua penggantinya) hanyalah
kasih.Kasih dapat menghapus banyak dosa. Mungkin Tuhan berpikir seorang
pemimpin yang tahu kelemahannya akan bersikap penuh pengertian dalam memimpin
orang lain. Petrus banyak belajar dari kelemahannya.Yang penting, cintanya
kepada Tuhan tidak diragukan.
Dengan demikian, seorang pemimpin Gereja atau gembala dalam Gereja adalah
orang yang sangat mengasihi Yesus dan bersedia menyerahkan nyawanya untuk Yesus
dan umat gembalaannya.
B. Dasar, Struktur, Fungsi dan Corak
Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja Katolik
1. Dasar Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja
Kepemimpinan dalam Gereja pada dasarnya diserahkan kepada hierarki yang
berasal dari Kristus sendiri.Konsili mengajarkan bahwa “atas penetapan Ilahi,
para uskup menggantikan para rasul sebagai penggembala Gereja”.[14]
Konsili juga mengajarkan dan mengatakan bahwa Yesus Kristus, Gembala kekal,
telah mendirikan Gereja kudus, dengan mengutus para rasul seperti Ia sendiri
diutus oleh Bapa.[15]Para
pengganti mereka yakni para uskup dikehendakiNyamenjadi gembala dalam GerejaNya
hingga akhir zaman.[16]Dengan
demikian, dasar dari kepemimpinan dalam Gereja adalah berasal dari kehendak
Tuhan.
2. Struktur Kepemimpinan (Hierarki) dalam
Gereja
a. Dewan Para Uskup dengan Paus sebagai
Kepalanya
Para uskup adalah pengganti para rasul.Tugas dari dewan para uskup adalah
menggantikan dewan para rasul dan yang memimpin Gereja adalan dewan para uskup.
Ketika Kristus mengangkat dua belas rasul, Ia membentuk mereka menjadi semacam
dewan atau badan yang tetap. Sebagai ketua dewan, diangkatNya Petrus yang
dipilih dari antara mereka.
Sama seperti Santo Petrus dan para rasul lainnya yang atas penetapan
Tuhan merupakan satu dewan para rasul, demikian pula Paus, pengganti Petrus,
bersama para uskup, pengganti rasul, merupakan suatu himpunan yang serupa.
b. Paus
Konsili Vatikan II menegaskan: “Adapun dewan atau badan para uskup
hanyalah berwibawa, bila bersatu dengan imam agung di Roma, pengganti Petrus,
sebagai kepalanya dan selama kekuasaan primatnya terhadap semua baik para
gembala maupun kaum beriman, tetap berlaku seutuhnya.” Sebab Imam Agung di Roma
berdasarkan tugasnya, yakni sebagai wakil Kristus dan gembala Gereja semesta, mempunyai
kuasa penuh, tertinggi dan universal terhadap Gereja dan kuasa itu selalu dapat
dijalankan dengan bebas.[17]
Kristus mengangkat Santo Petrus menjadi pemimpin para rasul.Paus,
pengganti Petrus, adalah pemimpin para uskup.
c. Uskup
Konsili Vatikan II merumuskan dengan jelas: “Masing-masing uskup menjadi
asas dan dasar kelihatan bagi kesatuan dalam Gerejanya”.[18]Tugas
pokok uskup adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas pemersatu itu
dibagi menjadi tiga khusus yakni: tugas pewartaan, perayaan dan pelayanan.
Tugas utama para uskup adalah pewartaan Injil.[19]Uskupyaitu memimpin umat dalam kalangan pastoral keuskupan.
d. Pembantu Uskup: Imam dan Diakon
·
Para Imam adalah wakil uskup
disetiap jemaat setempat.Tugas konkret para imam adalah pewartaan, perayaan dan
pelayanan umat.Para imam ditahbiskan untuk mewartakan Injil dan menggembalakan
umat beriman.
Imam merupakan “penolong dan organ para
uskup” (Lumen Gentium 28) Didalam Gereja Katolik ada imam diosesan (sebutan
yang sering dipakai imam praja) dan imam religius (ordo atau kongregasi).Imam diosesan adalah imam keuskupan
yang terikat dengan salah satu keuskupan tertentu dan tidak termasuk ordo atau
kongregasi tertentu. Imam religius
(misalnya SJ, MSF, OFM, dsb) adalah imam yang tidak terikat dengan keuskupan
tertentu, melainkan lebih terikat pada aturan ordo atau kongregasinya.[20]
·
Para Diakon; tingkat hierarki yang
lebih rendah terdapat para diakon yang ditumpangi tangan bukan untuk imamat,
melainkan untuk pelayanan.[21]Diakon adalah pembantu Uskup dan Imam dalam pelayanan terhadap
umat beriman. Mereka ditahbiskan untuk mengambil bagian dalam imamat jabatan.
Karena tahbisannya ini, maka seorang diakon masuk dalam kalangan hirarki. Di
Gereja Katolik ada 2 macam Diakon, yaitu: 1) mereka yang dipersiapkan untuk
menerima tahbisan Imam. 2) mereka yang menjadi Diakon untuk seumur hidupnya
tanpa menjadi Imam.[22]
Catatan: “Kardinal”, Kardinal bukan jabaran hirarkis dan tidak termasuk
struktur hirarkis. Kardinal adalah penasehat Paus dan membantu Paus dalam tugas
reksa harian seluruh Gereja. Mereka membentuk suatu dewan Kardinal. Jumlah
dewan yang berhak memilih Paus dibatasi 120 orang yang di bawah usia 80 tahun.
Seorang Kardinal dipilih oleh Paus secara bebas.Kardinal adalah
merupakan gelar kehormatan. Kata “kardinal” berasal dari kata Latin”cardo” yang
berarti “engsel”, dimana seorang Kardinal dipilih menjadi asisten-asisten kunci
dan penasehat dalam berbagai urusan gereja. Kardinal dapat dipilih dari
kalangan Imam ataupun Uskup. Di Indonesia telah ada 2 orang Kardinal, yaitu Yustinus Kardinal Darmojuwono Pr (alm.)
dan Julius Kardinal Darmaatmaja SJ.
3. Fungsi Khusus Hierarki
Fungsi khusus hirarki adalah:
a.
Menjalankan tugas gerejani yakni tugas-tugas yang
secara langsung dan eskplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja seperti
melayani sakramen-sakramen, mengajar agama dan sebagainya.
b.
Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman.
Hirarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan.
4. Corak Kepemimpinan dalam Gereja
a.
Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu panggilan
khusus, dimana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Oleh sebab
itu, kepemimpinan dalam Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan suatu
bakat, kecakapan atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak
diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan
kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Kepemimpinan dalam
masyarakat dapat diperjuangkan oleh manusia, tetapi di dalam Gereja tidaklah
demikian.
b.
Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan
melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang
yang berasal dari Kristus sendiri. Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan
untuk melayani, bukan untuk dilayani. Kepemimpinan untuk menjadi orang yang
terakhir bukan yang pertama. Kepemimpinan untuk mencuci kaki sesama saudara.
c.
Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak
dapat dihapus oleh manusia.
PELAJARAN 4
HUBUNGAN AWAM & HIERARKI SEBAGAI PARTNER KERJA
A. Awam dan Kerasulan Awam
1. Arti dan Pengertian tentang Awam
Kaum awam adalah semua orang beriman kristiani yang tidak termasuk
golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam
Gereja.[23]
Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen resmi Gereja ada
dua macam:
a.
Definisi teologis: awam adalah warga Gereja yang tidak
ditahbiskan. Jadi awam meliputi biarawan seperti suster dan bruder yang tidak
menerima tahbisan suci.
b.
Definisi tipologis: awam adalah warga Gereja yang tidak
ditahbiskan dan juga bukan biarawan/biarawati. Maka dari itu, awam tidak
mencakup para bruder dan suster.
2. Peranan Awam
a. Kerasulan dalam Tata Dunia
Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas mencari Kerajaan Allah
dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah.Awam
dalam kehidupan sehari-hari hendaknya menggunakan fungsi dan perannya dalam
masyarakat dan keluarga untuk mewartakan Kerajaan Allah.Status dan jabatan
serta pekerjaan yang dimiliki harus digunakan sebaik-baiknya dalam menata dunia
agar menjadi lebih baik.
b. Kerasulan dalam Gereja
Awam hendaknya berpartisipasi dalam kegiatan Gereja bersama-sama hierarki
membangun Gereja. Awam hendaknya turut berpartisipasi dalam tri tugas Gereja:
·
Tugas sebagai nabi, pewartaan sabda, seorang
awam dapat:
ü
Mengajar agama, sebagai katekis atau guru agama.
ü
Memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau
pendalaman iman.
·
Tugas sebagai imam, menguduskan, seorang awam
dapat:
ü
Memimpin doa dalam pertemuan-pertemuan umat.
ü
Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadat.
ü
Membagi komuni sebagai prodiakon.
ü
Menjadi pelayan altar.
·
Tugas sebagai raja, memimpin atau melayani,
seorang awam dapat:
ü
Menjadi anggota dewan paroki
ü
Menjadi ketua stasi, ketua lingkungan atau
wilayah.
ü
Menjadi ketua mudika, sekami dan organisasi
gerjani lainnya.
B. Hubungan Awam dan Hierarki
1. Gereja adalah Umat Allah
Konsili Vatikan II menegaskan bahwa semua anggota Umat Allah memiliki
martabat yang sama. Yang berbeda adalah fungsinya.Keyakinan ini dapat menjamin
hubungan yang wajar antara semua komponen gereja. Tidak boleh ada klaim bahwa
komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja Kristus dan
menyepelekan komponen lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan secara
konsekwen dalam hidup dan karya semua anggota Gereja.
2. Setiap Komponen Gereja Memiliki Fungsi yang
Khas
Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas.Hierarki bertugas
memimpin (atau lebih tepat melayani) dan mempersatukan seluruh Umat Allah.
Biarawan/wati dengan kaul-kaulnya bertugas mengarahkan umat Allah kepada dunia
yang akan datang (eskatologi). Para awam bertugas merasul dalam tata dunia
ini.Mereka harus menjadi rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat
ipoleksosbudhankamnas.
3. Kerja Sama
Walaupun tiap komponen Gereja memiliki fungsinya masing-masing, namun
untuk bidang-bidang dan kegiatan tertentu, lebih dalam kerasulan internal
gereja yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan
kerjasama dari semua komponen. Dan hal ini hendaknya hierarki tampil sebagai
pelayanan yang memimpin dan mempersatukan. Pimpinan tertahbis, yaitu dewan
diakon, dewan uskup yang bertugas menyatukan rupa-rupa, jenis dan fungsi
pelayanan yang ada.Hierarki berperan memelihara keseimbangan dan persatuan
diantara sekian banyak pelayanan.Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta
memelihara keseluruhan visi, misi dan reksa pastoral. Karena itu, tidak
mengherankan bahwa di antara mereka yang termasuk dalam dewan hierarki
bertanggung jawab memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan sakramen.
BAGIAN KETIGA
SIFAT-SIFAT GEREJA
Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil dan dihimpun oleh
Allah sendiri, oleh karena itu disadari pula bahwa Gereja adalah suatu
persekutuan yang khas. Mulai dari jaman yang langsung menyusul era rasul,
Gereja diyakini mempunyai keempat sifat yaitu:
·
Gereja itu “satu” karena Roh Kudus yang
mempersatukan para anggota jemaat satu sama lain, dan juga dengan kepala jemaat
yang kelihatan, yakni uskup; lagi pula mempersatukan para uskup satu sama lain
dengan pusatnya di Roma.
·
Gereja itu “kudus” karena berkat Roh Kudus yang
menjiwaiNya, Gereja bersatu dengan Tuhan, satu-satunya yang dari diriNya
sendiri kudus.
·
Gereja itu “katolik”, “menyeluruh”, “am” atau
“umum” karena tersebar di seluruh dunia sehingga mencakup semua.
·
Gereja itu “apostolik” karena warganya dikatakan
“anggota umat Allah” jika bersatu dengan pusat-pusat Gereja yang mengakui diri
sebagai tahta para Rasul (apostoloi), seperti Keuskupan Yerusalem (Yakobus),
Antiokhia (Petrus), Roma (Petrus), Konstantinopel (Andreas).
Keempat sifat itu memang kait mengait, tetapi tidak merupakan rumus yang
siap pakai.Gereja memahaminya dengan merefleksikan dirinya sendiri dengan karya
Roh Kudus di dalam dirinya.Gereja itu Ilahi sekaligus insane, berasal dari
Yesus dan berkembang dalam sejarah.Gereja itu bersifat dinamis, tidak sekali
jadi dan statis, oleh karena itu sifat-sifat Gereja tersebut harus selalu
diperjuangkan.[24]
PELAJARAN 5
GEREJA YANG SATU & KUDUS
A. Gereja yang Satu dan Kudus
1. Gereja yang Satu
Ciri khas dari Gereja yang satu adalah:
·
Kesatuan iman para anggotanya: kesatuan iman ini
bukan kesatuan yang statis, tetapi kesatuan yang dinamis. Iman adala prinsip
kesatuan batiniah Gereja.
·
Kesatuan dalam pimpinannya (hierarkis): hierarki
mempunyai tugas untuk mempersatukan umat. Hierarki sering dilihat sebagai prinsip
kesatuan lahiriah dari Gereja.
·
Kesatuan dalam kebaktian dan kehidupan
sakramental: kebaktian dan sakramen-sakramen merupakan ekspresi simbolis
kesatuan Gereja itu (Ef 4:3-6).
Gereja yang satu adalah Gereja yang tampak sebagai perwujudan kehendak tunggal
Yesus Kristus untuk dalam Roh Kudus tetap hadir kini di tengah manusia untuk
menyelamatkan (LG 8).Kesatuan Gereja pertama-tama dinyatakan dalam kesatuan
iman (lih. Ef 4:3-6) yang mungkin dirumuskan dan diungkapkan secara
berbeda-beda. Kesatuan juga dalam satu Injil, satu baptisan, dan satu jabatan
yang dikaruniakan kepada Petrus dan kedua belas rasul. Kesatuan yang hakiki dan
konkret diungkapkan oleh Paulus dalam model “tubuh”: Tubuh itu dibentuk dengan
babtis dan diaktualisasikan dengan Perayaan Pemecahan Roti (1Kor 10:17).
Kesatuan tidak sama dengan keseragaman sebagai “Bhineka Tunggal Ika”,
baik dalam Gereja Katolik sendiri maupun dalam persekutuan ekumenis, sebab
kesatuan Gereja bukanlah semacam kekompakan organisasi atau kerukunan sosial.
Yang utama bukan soal struktur organisasi yang lebih bersifat lahiriah, tetapi
Injil Kristus yang diwartakan, dirayakan, dan dilaksanakan di dalam hidup
sehari-hari.
Kristus memang mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul, supaya
kolegialitas para rasul tetap satu dan tidak terbagi.Di dalam diri Petrus,
Kristus menetapkan asas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap
kelihatan.Kesatuan ini tidak boleh dilihat pertama-tama secara universal.Tidak
hanya Paus tetapi masing-masing uskup (pemimpin Gereja lokal) menjadi asas dan
dasar yang kelihatan dari kesatuan dalam Gereja.
Kristus akan tetap mempersatukan Gereja, tetapi pihak lain disadari pula
bahwa perwujudan konkret harus diperjuangkan dan dikembangkan serta
disempurnakan terus menerus. Oleh karena itu kesatuan iman mendorong semua
orang Kristen supaya mencari “persekutuan” dengan semua saudara seiman.
2. Gereja yang Kudus
Gereja itu kudus karena sumber dari mana ia berasal, karena tujuan ke
mana ia diarahkan, dan karena unsure-unsur Ilahi yang otentik di dalamnya
adalah kudus. Ciri khas Gereja yang kudus adalah:
·
Sumber dari mana gereja berasal adalah kudus.
Gereja didirikan oleh Kristus. Gereja menerima kekudusannya dari Kristus atas
doa-doaNya (lih Yoh 17:11).
·
Tujuan dan arah Gereja dalah kudus. Gereja bertujuan
untuk kemuliaan Allah dan penyelamatan umat manusia.
·
Jiwa Gereja adalah kudus, sebab jiwa gereja
adalah Roh Kudus sendiri.
·
Unsur-unsur Ilahi yang otentik di dalam Gereja
adalah kudus, seperti ajaran-ajaran dan sakramen-sakramen.
·
Anggotanya adalah kudus, karena ditandai oleh
Kristus melalui pembabtisan dan diserhakan kepada Kristus serta dipersatukan
dalam iman, harapan, dan cinta yang kudus. Semua itu tidak berarti bahwa
anggotanya selalu kudus (suci), namun ada juga yang mencapai kekudusan heroik.
Semua dipanggil untuk kekudusan.
Gereja yang kudus berarti Gereja menjadi perwujudan kehendak Allah yang
Mahakudus untuk sekarang juga mau bersatu dengan manusia dan mempersatukan
manusia dalam kekudusanNya (bdk LG 8, 39, 41 dan 48).
Gereja yang kudus itu dipandang sebagai tanda Gereja yang benar. Bahkan
sebelum rumusan Syahadat dikenal, orang telah menyebut Gereja sebagai ‘yang
kudus”.Hal itu menentukan sikap terhadap para pendosa.
Secara obyektif sifat “kudus” berarti bahwa dalam Gereja adalah sarana keselamatan
dan rahmat Tuhan di dunia serta merupakan tanda rahmat yang kudus, yang akan
menang secara definitif pada akhir jaman.
Secara subyektif sifat “kudus” berarti bahwa Gereja tak akan kehabisan
tanda dan orang kudus (bdk. Ibr 2:1), jadi menyangkut kekudusan subyeknya.
Ajaran ini dipahami bersama dengan ajaran iman bahwa para pendosa itupun
anggota Gereja sehingga Gereja tak hanya ada pendosa tetapi adalah pendosa
sejauh warganya dan pemukanya memang para pendosa yang masih berdosa dan akan
berdosa. Itulah mengapa Gereja harus senantiasa menguduskan diri dengan
memperbarui terus menerus (UR 4:6)
Lalu sifat “kudus” juga berarti bahwa Gereja yang dinodai oleh dosa itu
tak akan sebegitu dirusak oleh dosa sampai Roh Kudus sama sekali meninggalkan
Gereja atau tak kelihatan lagi (Mat 16:18). Sebab, Gereja dijamin Tuhan untuk
tak sampai kehilangan rahmatNya kendati berdosa. Dan Roh Kudus itu sendirilah
yang akan menjadi jiwa Gereja, sehingga kekudusan tidak tergantung pada anggota
Gereja melainkan pada Roh Kudus yang menjadi sumber kekudusan Gereja. Itulah
mengapa St. Paulus berkata “atau tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah bait
Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan
bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” (1 Kor 6:19).
B. Memperjuangkan Kesatuan dan Kekudusan
Gereja
1. Memperjuangkan Gereja yang Satu
Konsili Vatikan II menyatakan bahwa “pola dan prinsip terluhur misteri
kesatuan Gereja adalah kesatuan Allah yang Tunggal dalam tiga pribadi Bapa,
Putra dan Roh Kudus” (UR 2).Kenyataannya, perpecahan dan pemisahan terjadi di
dalam Gereja.Memang “Allah telah berkenan menghimpun orang-orang yang beriman
akan Kristus menjadi Umat Allah dan membuat mereka menjadi satu Tubuh.Tetapi,
bagaimana rencana Allah itu dilaksanakan oleh orang Kristen?
Perpecahan dan keretakan yang terjadi dalam Gereja tentu saja disebabkan
oleh perbuatan manusia.Tata susunan sosial Gereja yang tampak melambangkan
kesatuannya dengan Kristus (GS 44). Tetapi justru struktur sosial itu sekaligus
membedakan (memisahkan) Gereja yang satu dengan yang lain. Umat Kristen
kelihatan terpecah belah, justru karena struktur-struktur yang mau menyatakan
kesatuan masing-masing kelompok itu.Meski demikian, hampir semua, kendati
melalui aneka cara, mencita-citakan satu Gereja yang kelihatan, yang sungguh
bersifat universal dan diutus ke seluruh dunia (UR1). Di satu pihak, diimani
bahwa Kristus akan tetap mempersatukan Gereja, tetapi di pihak laindisadari
bahwa perwujudan konkret harus berkembang dan disempurnakan terus-menerus. Oleh
karena itu, kesatuan iman mendorong umat Kristen supaya mencari “persekutuan”
(communion) dengan semua saudara dalam iman, walaupun bentuk organisasinya
mungkin masih jauh dari kesatuan sempurna.
Kesatuan Gereja pertama-tama harus diwujudkan dalam persekutuan konkret
antara umat beriman yang hidup bersama dalam satu Negara atau daerah yang sama.
Tuntutan zaman dan tantangan masyarakat merupakan dorongan kuat untuk
menggalang kesatuan iman dalam menghadapi tugas bersama. Kesatuan Gereja
terarah kepada kesatuan yang jauh melampaui batas-batas Gereja dan terarah
kepada semua orang yang “berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni” (2 Tim
2:22).
Semangat kesatuan harus dipupuk dan diperjuangkan oleh setiap umat
Kristen sendiri. Usaha yang dapat digalakkan untuk memperkuat persatuan “ke
dalam” misalnya:
·
aktif dalam kehidupan Gereja.
·
setia dan taat pada persekutuan umat termasuk
hierarki, dsb.
Sedangkan untuk menggalakkan persatuan “antar-Gereja” misalnya
·
lebih bersifat jujur dan terbuka satu sama lain,
lebih melihatkan kesamaan daripada perbedaan.
·
mengadakan berbagai kegiatan sosial maupun
peribadatan bersama, dsb.
Kesatuan Gereja tidak identik dengan uniformitas.Kesatuan Gereja di luar
bidang esensial Injili memungkinkan keanekaragaman.Kesatuan harus lebih tampak
dalam keanekaragaman.
2. Memperjuangkan Gereja yang Kudus
Kekudusan Gereja dijelaskan dalam Konstitusi Lumen Gentium. Dikatakan
bahwa “Kita mengimani bahwa Gereja tidak akan kehilangan kesuciannya, sebab,
Kristus Putra Allah, yang bersama dengan Bapa dan Roh Kudus dipuji bahwa hanya
Dialah kudus, mengasihi Gereja sebagai mempelaiNya” (LG 9). Gereja itu kudus
karena kristus, Kepala gereja, membuatnya (anggotanya yang tetap berdosa)
kudus.
Kekudusan juga terungkap dengan “aneka cara pada masing-masing orang”.
Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk
semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang
berasal dari Kristus, yang mengikut sertakan Gereja dalam GerakanNya kepada
Bapa ole Roh Kudus. Pada taraf misteri Ilahi, Gereja sudah suci: “Di dunia ini,
Gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun belum sempurna”
(LG 48). Ketidaksempurnaan ini menyangkut pelaksanaan insani, sama seperti
kesatuannya.
Dalam hal kekudusan yang pokok bukan bentuk pelaksanaannya, melainkan
sikap dasarnya.Kudus diartikan sebagai “yang dikuduskan Tuhan”. Jadi,
pertama-tama “kudus” itu menyangkut seluruh bidang sacral dan keagamaan. Yang
suci bukan hanya tempat, waktu, barang yang dikuduskan Tuhan atau orang, tetapi
yang kudus itu Tuhan sendiri. Semua yang lain, barang maupun orang yang disebut
“kudus” karena termasuk lingkup kehidupan Tuhan.
Kekudusan tidak datang dari Gereja, tetapi dari Allah yang mempersatukan
Gereja dengan Kristus dalam Roh Kudus. Gereja disebut kudus karena Kristus
sebagai kepala menguduskan anggotaNya. Jadi, kekudusan Gereja tidak terutama
diartikan secara moral, tetapi secara teologial, meyangkut keberadaan dalam
lingkup hidup Allah.Anggota Gereja adalah “orang kudus” yang dipanggil untuk
hidup secara kudus di tengah-tengah dunia yang tidak mengindahkan Yang
Mahakudus.Gereja adalah milik Allah (1Ptr 2:9) dan karenanya kehendak Ilahi
harus ditaati di dalam Gereja dan oleh anggotanya.
Usaha yang dapat diperjuangkan menyangkut kekudusan anggota-anggota
Gereja, misalnya:
·
saling memberi kesaksian untuk hidup sebagai
putra-putri Allah.
·
memperkenalkan anggota-anggota Gereja yang sudah
hidup secara heroik untuk mencapai kekudusan.
·
merenungkan dan mendalami Kitab Suci, khususnya
ajaran dan hidup Yesus, yang merupakan pedoman dan arah hidup kita, dsb.
PELAJARAN 6
GEREJA YANG KATOLIK & APOSTOLIK
A. Gereja yang Katolik dan Apostolik
1. Gereja yang Katolik
Gereja bersifat katolik karena terbuka bagi dunia, tidak sebatas pada
tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu dan golongan masyarakat
tertentu. Kekatolikan Gereja tampak dalam:
·
Rahmatdan keselamatan yang ditawarkan.
·
Imandan ajaran Gereja yang bersifat umum (dapat
diterima dan dihayati siapapun).
Secara harafiah, kata “katolik” menunjukkan Gereja yang berkembang “di
seluruh dunia”.Memang benar, Gereja tersebar ke mana-mana, namun tidak benar
bahwa tidak ada tempat yang tidak ada Gereja.
Dalam bahasa Yunani “katolik” berarti menyeluruh atau umum.Ignatius dari
Antiokhia yang pertama kali menggunakan istilah ini, mengatakan bahwa “di mana
ada uskup, di situ ada jemaat, seperti di mana ada Kristus, di situ ada Gereja
“katolik”.Hal ini mau mengatakan bahwa dalam perayaan Ekaristi, yang dipimpin
oleh uskup, hadir bukan hanya untuk jemaat setempat tetapi juga seluruh
Gereja.Jadi, gagasan pokok bukanlah bahwa Gereja telah tersebar ke seluruh
dunia, melainkan bahwa dalam setiap jemaat setempat hadirlah Gereja seluruhnya.
Gereja selalu lengkap atau penuh, artinya tidak ada Gereja
setengah-setengah atau sebagian.Gereja setempat (paroki, stasi) bukanlah
“cabang” Gereja universal.Setiap Gereja setempat, bahkan setiap perkumpulan
orang beriman yang sah, merupakan seluruh Gereja.
Selanjutnya, kata “katolik” dipakai untuk menyebut Gereja yang benar,
Gereja universal yang dilawankan dengan sekte-sekte. Kata katolik tidak hanya
mempunyai arti geografis (tersebar ke seluruh dunia), tetapi juga “menyeluruh”,
dalam arti “lengkap” berkaitan dengan ajarannya, serta “terbuka” dalam arti
tertuju kepada siapa saja. Pada jaman Reformasi, kata “katolik” muncul lagi
untuk membedakan dengan Gereja-gereja Protestan. Sejak itu, kata “katolik”
secara khusus dimaksudkan umat Kristen yang mengakui Paus sebagai pemimpin
Gereja universal.
Dalam syahadat kata “katolik” masih mempunyai arti “universal” atau
“umum”. Ternyata “universal” pun mempunyai dua arti, yang kuantitatif dan
kualitatif:
·
Segi kuantitatif adalah faktor geografis, yang
mana memperoleh warganya dari semua bangsa dan hidup di tengah segala bangsa.
Gereja sebagai sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang
tidak terbatas pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah pada dunia.
Dengan sifat katolik ini dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi
keterbatasannya sendiri untuk berkiprah ke seluruh dunia.
·
Segi kualitatif, karena ajarannya dapat
diwartakan kepada segenap bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa dapat
ditampungnya sejauh itu baik dan luhur. Gereja terbuka, menampung dan memajukan
terhadap segenap kemampuan, kekayaan, dan adat istiadat bangsa-bangsa. Tidak
hanya menampung dan menerima saja melainkan juga menjiwai seluruh dunia. Yang
hadir di mana-mana serta mengangkat segala kekayaan umat manusia sesungguhnya
bukan Gereja melainkan Roh yang berkarya dalam dan melalui Gereja. Dalam hal ini
tidak ada sesuatu pun yang tidak diterima Gereja.
2. Gereja yang Apostolik
Gereja disebut apostolik karena Gereja berhubungan dengan para rasul yang
diutus Kristus. Hubungan itu tampak dalam:
·
Legimitasi fungsi dan kuasa hierarki dari para
rasul. Fungsi dan kuasa hierarki dari para rasul.
·
Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan berasal dari
kesaksian para rasul.
·
Ibadat dan struktur Gereja pada dasarnya berasal
dari para rasul.
Apostolik berasal dari kata Yunani, “Apostello” (mengutus, menguasakan)
yang berarti utusan, suruhan, wakil resmi yang diserahi misi tertentu.Kata
“apostolik” kemudian dipakai untuk menyebut para rasul.
Gereja yang apostolik berarti bahwa Gereja yang berasal dari para rasul,
dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka.Kesadaran bahwa Gereja
dibangun atas dasar para rasul dengan Kristus sebagai batu penjuru, sudah ada
sejak jaman Gereja perdana.
Gereja Katolik dalam hubungan dengan para rasul lebih mementingkan
pewartaan lisan, memusatkan perhatian pada hubungan historis, turun temurun,
antara para rasul dan para pengganti mereka, yakni para uskup.Hubungan ini
tidak boleh dilihat semacam “estafet”, yang di dalamnya ajaran yang benar
bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan sampai kepada
uskup sekarang.Yang disebut apostolik bukanlah para uskup, melainkan
Gereja.Hubungan historis ini pertama-tama menyangkut seluruh Gereja dalam
segala bidang dan pelayanannya.
Gereja bersifat apostolik berarti Gereja mengakui diri sama dengan Gereja
Perdana, yakni Gereja para rasul. Hubungan historis ini tidak dimengerti
sebagai pergantian orang, melainkan segala kelangsungan iman dan pengakuan.
Sifat apostolik juga tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulang apa
yang sejak dahulu diajarkan dan dilakukan Gereja. Keapostolikannya berarti
bahwa dalam perkembangan hidup, tergerak oleh Roh Kudus, dan Gereja senantiasa
berpegang pada Gereja para rasul sebagai norma imannya. Gereja selalu
membaharui dan menyegarkan dirinya.Sifat apostolik harus mencegah Gereja dari
rutinisme yang bersifat ikut-ikutan.Dalam hal ini, seluruh Gereja tidak hanya
bertanggung jawab atas ajaran Gereja, tetapi juga dalam pelayanannya.
B. Mewujudkan Gereja yang Katolik dan
Apostolik
1. Mewujudkan Kekatolikan Gereja
Gereja bersifat universal, umum dan terbuka. Oleh sebab itu perlu
diusahakan antara lain
·
Sikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat
istiadat bahkan agama bangsa manapun.
·
Bekerja sama dengan pihak mana saja yang berkehendak
baik dalam mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.
·
Selalu berusaha untuk memprakarsai dan
memperjuangkan suatu dunia yang baik untuk umat manusia.
·
Untuk setiap orang kristiani diharapkan memiliki
jiwa yang besar dan keterlibatan penuh dalam kehidupan masyarakat, sehingga
dapat member kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa saja yang baik
dan siapa saja yang berkehendak baik.
Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri kedalam
dunia.Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap mempertahankan identitas
dirinya.Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan bahwa identitas Gereja
tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, melainkan identitas yang
bersifat dinamis, yang selalu di mana-mana dapat mempertahankan diri,
bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya.Kekatolikan Gereja bersumber dari
firman Tuhan sendiri (lih. Mrk 16:16; Luk 10:16).
2. Mewujudkan Keapostolikan Gereja
Keapostolikan Gereja tidak berarti Gereja sekarang hanya merupakan copian
dari Gereja para rasul.Gereja sekarang hanya terarah kepada gereja para rasul
sebagai dasar dan permulaan imannya. Karena pewartaan para rasul dan
penghayatan iman mereka terungkap dalam Kitab Suci, maka sifat keapostolikan
gereja akan tampak terutama dalam kesetiaan kepada Injil. Kesatuan dengan
Gereja purba adalah kesatuan hidup, yang pusatnya adaah Kitab Suci dan Tradisi.Secara
konkret, tradisi selalu merupakan konfrontasi terus-menerus antara situasi
gereja sepanjang masa dan pewartaan Kitab Suci.Gereja harus senantiasa
menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret berpangkal pada sikap iman Gereja
para rasul.
Jadi usaha untuk keapostolikan Gereja, antara lain:
·
Setia dan mempelajari Injil, sebab Injil
merupakan iman Gereja para rasul.
·
Menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret
dengan iman Gereja para rasul.
·
Setia dan loyal kepada hiararki sebagai
pengganti para rasul.
C. Sifat-sifat atau Ciri-ciri Gereja yang
Dituntut Zaman Ini
1. Gereja yang Merakyat dan Mengutamakan yang
Miskin
·
Gereja dituntut untuk lebih merakyat dan
mengutamakn orang-orang sederhana dan miskin. Yesus sendiri adalah orang
sederhana dan miskin. Ia memilih rasul-rasul dari kalangan orang sederhana dan
miskin. Oleh karena itu, Gereja harus mengutamakan orang-orang sederhana dan
miskin, misalnya kaum tani, nelayan, buruh, penganggur, gelandangan dan
sebagainya.
·
Gereja harus menjadi abdi atau pelayan bagi
orang sederhana dan miskin.
·
Gereja harus memiliki semangat kesederhanaan dan
kemiskinan.
2. Gereja yang Bersifat Kenabian
·
Nabi adalah orang yang berani menyampaikan
kehendak Allah kepada umat manusia dalam situasi konkret yang dihadapi pada
zamannya. Itu berarti Gereja sebagai nabi, berani menyampaikan kehendak Allah
dalam situasi apapun.
·
Gereja harus berani mengatakan apa yang benar
dan apa yang salah.
·
Gereja harus berani mengecam dan menolak segala
kebijakan dan tindakan yang melanggar keadilan dan hak asasi manusia.
·
Jika Gereja berani berbicara terus terang, maka
suara dan kehendak Tuhan akan terdengarkan, sebab Tuhan berbicara dan
menyampaikan kehendakNya melalui manusia.
3. Gereja yang Membebaskan
Gereja harus menjadi tanda keselamatan bagi umat manusia.Penyelamatan
berarti juga pembebasan manusia dari segala penderitaan baik penderitaan rohani
maupun jasmani.Dalam hal ini, Gereja diutus untuk menyuarakan dan menjadi
pelopor terciptanya dunia yang lebih adil, lebih bersaudara, lebih berdamai dan
bebas dari ketidakadilan serta permusuhan.
4. Gereja yang Merupakan Ragi
Gereja masa kini hendaknya laksana ragi yang mengembangkan dunia baru.
Gereja yang berada di luar dunia, sama seperti ragi ditaruh di luar adonan
roti. Setiap kelompok orang Kristen sebagai satu Gereja lokal harus menjadi
ragi di tempatnya masing-masing.Ragi yang membangun dunia baru, merombak
tembok-tembok yang memisahkan bangsa/manusia yang satu dan yang lainnya.
5. Gereja yang Dinamis
Gereja harus selalu memperbaharui diri sesuai dengan tuntutan
zaman.Gereja tidak boleh tetap ditempat, statis, melainkan terus maju dan
actual melibatkan dirinya dalam masalah-masalah yang selalu baru.
6. Gereja yang Bersifat Karismatis
Gereja yang dijiwai oleh Roh Kudus harus dapat memberi hidup secara bebas
dan leluasa kepada semua lapisan umat.Roh Allah telah memberikan
karunia-karunia kepada setiap orang demi kebaikan bersama.Roh Allah pulalah
yang memberikan kebijaksanaan, bakat-bakat dan kemampuan kepada siapa saja
untuk kemajuan Gereja.
BAGIAN
KEEMPAT
TUGAS-TUGAS GEREJA
Gereja melanjutkan dan mengambil bagian dalam tritugas Yesus Kristus
yakni tugas nabi (mewartakan), tugas imami (menguduskan) dan tugas rajawi
(melayani).[25]
PELAJARAN 7
GEREJA YANG MENGUDUSKAN (LITURGIA)
A. Doa dan Ibadat
Doa dan ibadat merupakan salah satu tugas gereja untuk menguduskan
umatnya dan umat manusia. Tugas ini disebut tugas imamiah Gereja, yang artinya
Kristus, Tuhan, Imam Agung yang dipilih antara manusia menjadikan umat baru,
“kerajaan imam-imam bagi Allah dan BapaNya”.[26]Mereka
yang dibaptis dan diurapi Roh Kudus disucikan menjadi kediaman rohani dan
imamat suci untuk (sebagai orang kristiani dengan segala perbuatan mereka)
mempersembahkan korban rohani dan mewartakan daya kekuatanNya.
Oleh sebab itu gereja bertekun dalam doa, memuji Allah dan
mempersembahkan diri sebagai korban yang hidup suci dan berkenan pada
Allah.Gereja memiliki imamat umum dan imamat jabatan, yang dengan cara khasnya
masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus.
·
Imamat umum: melaksanakan tugas pengudusan
antara lain dengan berdoa, menyambut sakramen-sakramen, memberi kesaksian hidup,
pengingkaran diri serta melaksanakan cinta kasih secara aktif dan kreatif.
·
Imamat jabatan: membentuk dan memimpin umat,
memberi pelayanan sakramen-sakaramen.
Jadi, seluruh Gereja diberi bagian dalam imamat Kristus untuk melakukan
suatu ibadat rohani demi kemuliaan Allah dan keselamatan manusia. Ibadat rohani
adalah setiap ibadat yang dilakukan dalam Roh oleh setiap orang Kristiani.
1. Doa yang Biasa
a.
Arti Doa
·
Doa berarti berbicara dengan Tuhan secara
pribadi.
·
Doa juga berarti merupakan ungkapan iman secara
pribadi dan bersama-sama.
·
Doa adalah komunikasi atau dialog yang bersifat
pribadi antara manusia dan Tuhan dalam kehidupan yang nyata. Dalam dialog
tersebut kita dituntut untuk lebih mendengar daripada berbicara, sebab firman
Tuhan akan selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan.
b.
Fungsi Doa
·
Mengkomunikasikan dira kepada Allah.
·
Mempersatukan diri kita kepada Tuhan.
·
Mengungkapkan cinta, kepercayaan dan harapan
kita kepada Tuhan.
·
Membuat diri kita melihat dimensi baru dari
hidup dan karya kita sehingga kita melihat hidup, perjuangan dan karya kita
dengan mata iman.
·
Mengangkat setiap karya kita menjadi karya yang
bersifat apostolis atau merasul.
c.
Syarat Doa yang Baik
·
Didoakan dengan hati.
·
Berakar dan bertolak dengan pengalaman hidup.
·
Diucapkan dengan rendah hati.
d.
Cara Doa yang Baik
·
Berdoa secara batiniah.[27]
·
Berdoa dengan cara sederhana dan jujur.[28]
2. Doa Resmi Gereja
Doa resmi Gereja disebut ibadat atau liturgi. Yang pokok
bukan sifat resmi atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus
dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah “karya Kristus, Imam Agung, serta
TubuhNya yaitu Gereja”.Oleh karena itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan
suci yang sangat istimewa” tetapi juga wahana utama untuk mengantar umat
Kristiani ke dalam persatuan pribadi dengan Kristus.[29]
Liturgi merupakan perayaan iman
sebagai ungkapan iman Gereja, dimana orang yang ikut dalam perayaan iman
mengambil bagian dalam misteri yang dirayakan.Liturgi sungguh-sungguh
menjadi doa dalam arti penuh bila semua yang hadir secara pribadi dapat bertemu
dengan Tuhan dalam doa bersama. Dengan demikian terjadi apa yang dikatakan
Tuhan; “…..dimana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, disitu Aku
ada ditengah-tengah mereka” (Mat 18:20). Atau dengan rumusan Konsili Vatikan
II: “Di dalam jemaat-jemaat, meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau
tinggal tersebar, hiduplah Kristus dan berkat kekuatanNya terhimpunlah Gereja
yang satu, kudus, katolik dan apostolik”.[30]
Ibadat resmi Gereja tampak dalam ibadat pagi, ibadat siang, ibadat sore,
ibadat malam dan ibadat bacaan. Yang pokok dalam doa bukan sifat resmi atau
kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa.
B. Sakramen-sakramen Gereja
a. Arti dan Makna Sakramen
Sakaramen adalah tanda berdaya guna yang menghasilkan rahmat dan
memberikan kehidupan Ilahi kepada kita, yang ditetapkan Kristus dan
dipercayakan kepada GerejaNya. Bagi umat beriman yang menerimanya dengan sikap
batin yang wajar, mereka menghasilkan buah.[31]
1. Sakramen adalah Lambang atau Simbol
Sakramen-sakramen Gereja Katolik melambangkan dan mengungkapkan karya
penyelamatan Allah dan pengalaman dasariah manusia yang terselamatkan. Sakramen
sebagai sarana untuk menyampaikan kepada umat manusia tentang rahasia
penyelamatan Allah dan menunjukkan tindakan Allah kepada kita.[32]
Sakramen adalah tanda kehadiran dan cinta Allah kepada manusia.
2. Sakramen-sakramen Mengungkapkan Karya Tuhan
yang Menyelamatkan
Karya Allah dalam dunia adalah untuk menyelamatkan manusia. Allah yang
menyelamatkan itu hadir nyata dalam diri Yesus Kristus. Dalam Yesus, orang
dapat melihat, mengenal dan mengalami siapakah sebenarnya Allah. Allah yang
tidak kelihatan nampak dalam diri Yesus.
Yesus yang sekarang ini kelihatan dalam GerejaNya. Gereja adalah alat dan
sarana penyelamatan, dimana Kristus tampak untuk menyelamatkan manusia dalam
kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, tindakan-tindakan dan kata-kata yang
disebut sakramen. Sakramen-sakramen adalah “Tangan Kristus” yang menjamah,
merangkul dan menyembuhkan kita.
3. Sakramen-sakramen Meningkatkan dan Menjami
Mutu Hidup Kita sebagai Orang Kristiani
Manusia adalah makhluk yang lemah dan gampang jatuh dalam dosa. Kejatuhan
manusia dalam dosa mengakibatkan mutu hidupnya dihadapan Tuhan semakin menurun.
Orang membutuhkan penyegaran dan keselamatan dalam hidup. Karena itu, orang
datang kepada Allah untuk disucikan, dikuatkan dan disegarkan untuk menjadi
manusia baru. Dengan menerima sakramen, manusia bersatu dengan Allah dan
diangkat menjadi manusia baru dan lebih berarti. Dalam sakramen-sakramen, hidup
manusia disempurnakan dan menjadi lebih berarti. Perayaan sakramen adalah suatu
pertemuan antara Kristus dan manusia.
b. Tujuh Sakramen
1. Sakramen Permandian/Baptis (Tanda Iman)
Pembaptisan adalah sakramen pertama dan mendasar dalam inisiasi
Kristiani. Pelayan sakramen ini biasanya seorang uskup atau imam, atau seorang
diakon. Dalam keadaan darurat, siapapun yang berniat untuk melakukan apa yang
dilakukan Gereja, bahkan jika orang itu bukanlah seorang Kristiani,
dapatmembaptis.
Pembaptisan membebaskan penerimanya dari dosa asal serta semua dosa
pribadi dan dari hukuman akibat dosa-dosa tersebut dan membuat orang yang
dibaptis itu mengambil bagian dalam kehidupan Tritunggal Allah melalui
"rahmat yang menguduskan" (rahmat pembenaran yang mempersatukan
pribadi yang bersangkutan dengan Kristus dan Gereja-Nya).
Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat
Kristus dan merupakan landasan komuni (persekutuan) antar semua orang Kristen.
Jika seseorang secara resmi menyatakan tobat dan imannya pada Kristus serta
bertekad ikut serta dalam tugas panggilan Kristus maka ia diterima dalam umat
dengan sakramen permandian.
Orang yang menerima sakramen permandian diterima oleh Kristus menjadi
anggota tubuhNya, umat Allah (Gereja), orang tersebut laksana baru lahir dalam
gereja. Orang yang telah dipermandikan harus siap hidup bagi Allah. Perayaan
dalam peristiwa permandian berupa pencurahan air pada dahi, dan imam berkata, ”Aku mempermandikan engkau dalam nama Bapa,
Putera, dan Roh Kudus”.
2. Sakramen Penguatan/Krisma (Tanda
Kedewasaan)[33]
Sakramen ini diberikan dengan cara mengurapi penerimanya dengan
Krismadisertai doa khusus yang menunjukkan bahwa karunia Roh Kudus menandai si
penerima seperti sebuah meterai. Melalui sakramen ini, rahmat yang diberikan
dalam pembaptisan "diperkuat dan diperdalam" (KGK 1303). Seperti
pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima harus dalam
keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang diketahui dan yang
belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Pelayan sakramen ini
adalah seorang uskup yang ditahbiskan secara sah. Krisma menjadi tanda
kedewasaan, untuk turut serta bertanggung jawab atas kehidupan Umat Allah dan
pada sesama.
3. Sakramen Tobat[34]
Sakramen tobat adalah sakramen penyembuhan rohani dari seseorang yang telah
dibaptis yang terjauhkan dari Allah karena telah berbuat dosa. Sakramen ini
memiliki empat unsur: penyesalan si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya
(tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan kepada seorang imam,
absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan.
Orang jatuh dalam dosa berarti merusak dan melemahkan si pendosa sendiri,
serta hubungannya dengan Allah dan sesama. Si pendosa yang bangkit dari dosa
tetap harus memulihkan sepenuhnya kesehatan rohaninya dengan melakukan lagi sesuatu
untuk memperbaiki kesalahannya: dia harus 'melakukan silih bagi' atau
'memperbaiki kerusakan akibat' dosa-dosanya. Penyilihan ini juga disebut
'penitensi'" (KGK 1459). Para pengikut Kristus perlu bertobat secara
terusmenerus dihadapan Allah dan sesama. Tanda pertobatan tersebut diterima
dalam perayaan sakramen tobat.
4. Sakramen Ekaristi (Tanda Kesatuan)[35]
Malam perjamuan terakhir menjadi tanda terbentuknya suatu Ekaristi.
Ekaristi adalah sakramen yang dengannya umat Katolik mengambil bagian dari Tubuh
dan Darah Yesus Kristus serta turut serta dalam pengorbanan diri-Nya. Aspek
pertama dari sakramen ini (yakni mengambil bagian dari Tubuh dan Darah Yesus
Kristus) disebut pula Komuni Suci. Roti dan anggur yang digunakan dalam ritus
Ekaristi, dalam iman Katolik, ditransformasi dalam segala hal kecuali wujudnya
yang kelihatan menjadi Tubuh dan Darah Kristus, perubahan ini disebut
transubstansiasi.
Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi,
dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri. Diakon serta imam biasanya
adalah pelayan Komuni Suci, umat awam dapat diberi wewenang dalam lingkup
terbatas sebagai pelayan luar biasa Komuni Suci. Ekaristi dipandang sebagai
"sumber dan puncak" kehidupan Kristiani, tindakan pengudusan yang
paling istimewa oleh Allah terhadap umat beriman dan tindakan penyembahan yang
paling istimewa oleh umat beriman terhadap Allah, serta sebagai suatu titik
dimana umat beriman terhubung dengan liturgi di surga.
5. Sakramen Perminyakan Orang Sakit
Jika seorang anggota umat sakit keras, keprihatinan Tuhan diungkapkan
dengan sakramen perminyakan orang sakit. Kristus menguatkan si sakit dengan Roh
KudusNya yang ditandakan dengan minyak suci. Dengan demikian, si sakit siap dan
tabah untuk menerima apa saja dari tangan Allah yang mencintai kita, baik dalam
kesembuhan maupun dalam maut. Dengan menderita seperti Kristus, si sakit
menjadi lebih serupa dengan Kristus.[36]
6. Sakramen Pernikahan[37]
Sakramen ini menjadi suatu tada cinta kasih yang menyatukan Kristus
dengan Gereja menetapkan diantara 2 pasangan suatu ikatan yang bersifat
permanen dan eksklusif, yang dimateraikan oleh Allah. Dengan demikian
pernikahan antara pria yang sudah dibabtis dengan wanita yang sudah di babtis
telah dimasuki secara sah dan telah disempurnakan dengan persetubuhan, tidak
dapat diceraikan. Sakramen ini menganugerahkan kepada pasangan yang
bersangkutan rahmat yang mereka perlukan untuk mencapai kekudusan dalam hidup
perkawinan mereka serta untuk meghasilkandan mengasuh anak mereka dengan penuh
tanggung jawab. Hidup cinta suami-istri menjadi tanda (sakramen) cinta Allah
kepada manusia.
7. Sakramen Imamat[38]
Atas kehendak Allah dan Uskup dari Gereja setempat, pria-pria tertentu
dipilih dan ditahbiskan untuk melayani Gereja sebagai daikon, imam dan uskup.
Sakramen imamat adalah sakramen pelayanan. Para uskup, imam dan daikon
dipanggil untuk menguduskan kaum awam, yang turut mengambil bagian dalam imamat
umum yang diterima saat mereka dibaptis.
C. Sakramentali dan Devosi dalam Gereja
1. Sakramentali
Gereja mengadakan tanda-tanda suci berupa ibadat/upacara/pemberkatan yang
mirip dengan sakramen-sakramen disebut sakramentali. Berkat tanda-tanda suci
ini berbagai buah rohani ditandai dan diperoleh melalui doa-doa permohonan
dengan perantaraan Gereja. Aneka ragam sakramentali:
a.
Pemberkatan;
pemberkatan orang, benda/barang rohani, tempat, makan dsb. Contoh: pemberkatan
ibu hamil atau anak, alat-alat pertanian, rumah, patung dll. Pemberkatan atau
orang atau benda/barang tersebut adalah pujian kepada Allah dan doa untuk
memohon anugerah-anugerahNya.
b.
Pemberkatan dalam
arti tahbisan rendah; pentahbisan orang dan benda. Contoh:
pentahbisan/pemberkatan lector, akolit dan katekis; pemberkatan benda atau
tempat untuk keperluan liturgy, misalnya pemberkatan gereja/kapel, altar,
minyak suci, lonceng dll.
2. Devosi
Devosi adalah bentuk-bentuk penghormatan/kebaktian khusus orang atau umat
beriman kepada rahasia kehidupan tertentu dari Yesus atau kepada orang-orang
kudus. Misalnya devosi kepada kesengsaraanNya, HatiNya yang mahakudus, sakramen
mahakudus, dll. Atau devosi kepada orang-orang kudus seperti; devosi kepada
Bunda Maria (Rosario), kepada santo-santa pelindung, mengunjungi tempat ziarah, dll.
PELAJARAN 8
GEREJA YANG MEWARTAKAN (KERYGMA)
A. Tugas Mewartakan
1. Inspirasi Kitab Suci tentang perutusan
murid-murid Yesus
Perintah untuk Memberitakan Injil
(Mat 28:16-20)
16Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang
telah ditunjukkan Yesus kepada mereka.17Ketika melihat Dia mereka
menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu.18Yesus mendekati
mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan
di bumi. 19Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20dan
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan
ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
2. Dasar Gereja sebagai Pewarta Sabda[39]
·
Dalam diri Yesus dari Nazaret, Sabda Allah
tampak secara konkret manusiawi. Sabda menjadi manusia. Sabda Allah menjelmakan
diri dalam sejarah kehidupan manusia. Oleh karena itu, Sabda Allah senantiasa
hidup dan berbicara dalam segala zaman.
·
Pada masa sebelum Kristus, Sabda Allah telah ada
namun lebih diwarnai dengan janji.
Sedangkan sesudah penjelmaan (Kristus) Sabda Allah lebih bersifat kesaksian hidup. Dalam kesaksian itu,
Kristus, Sabda sejati hadir di dalam sejarah manusia sebagai sarana
keselamatan.
·
Bentuk baru Sabda itu adalah Gereja. Kristus,
Sabda Allah, menciptakan Gereja. Lewat Gereja, Ia bisa hadir dan berbicara
dalam sejarah manusia. Di pihak lain, Gereja pada hakikatnya tidak lain
daripada jawaban atas panggilan Yesus Kristus, Sabda Allah. Seluruh hidup dan
keberadaan Gereja merupakan jawaban atas pewartaan dan kesaksian tentang Yesus
Kristus, Sabda dan Wahyu Allah.
3. Bentuk-bentuk Sabda Allah dalam Gereja[40]
Dalam diri Yesus dari Nazaret, sabda Allah tampak secara konkret dan
manusiawi.Ada 3 bentuk Sabda
Allah dalam Gereja:
1. Sabda/pewartaanpara rasul sebagai daya
yang membangun Gereja.
2. Sabda dalam Kitab Suci sebagai
kesaksian normatif.
3. Sabda Allah dalam pewartaan aktual
gereja sepanjang zaman.
Tugas pewartaaan adalah untuk mengaktualisasi apa yang disampaikan
Allah dalam Kristus sebagaimana diwartakan Para Rasul. Dengan demikian, sabda Allah
sungguh datang pada manusia menyelamatkan mereka yang mendengar dan
melaksanakan pewartaan gereja.
4.
Dua Pola Pewartaan
a)
Pewartaan Verbal (Kerygma)
Pewartaan verbal pada
dasarnya adalah tugas hierarki, tapi kaum awam juga harus berpartisipasi,
misalnya sebagai katekis, guru agama, fasilitator pendalaman Kitab Suci, dll.
Bentuk-bentuk pewartaan masa kini antara lain:
·
Khotbah atau Homili; Khotbah adalah pewartaan tematis. Homili
adalah pewartaan yang berdasarkan suatu perikop Kitab Suci. Kedua-duanya merupakan
pewartaan mimbar. Khotbah dan homili yang baik harus menyapa manusia. Walaupun
secara lahiriah terjadi komunikasi satu arah, tetapi khotbah yang baik harus
dapat menciptakan komunikasi dua arah secara batiniah.
·
Pelajaran Agama; Pelajaran agama adalah proses
pergumulan hidup nyata dalam terang iman.
·
Katekese Umat; Katekese umat adalah suatu kegiatan
kelompok umat dimana mereka aktif berkomunikasi untuk menafsirkan hidup nyata
dalam terang Injil, yang diharapkan berkelanjutan dengan aksi nyata, sehingga
dapat membawa perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik.
·
Pendalaman Kitab Suci; Pendalaman Kitab Suci dapat
dilakukan dalam keluarga, kelompok atau pada kesempatan-kesempatan khusus
seperti pada masa Prapaskah (APP), masa Adven dan bulan Kitab Suci (September).
b)
Pewartaan dalam Bentuk Kesaksian (Matyria)
Pewartaan dalam bentuk
kesaksian ini pada dasarnya lebih dipercayakan kepada kaum awam.Setiap orang
kristiani dalam hidupnya diharapkan dapat menjadi garam dan terang dalam
masyarakat.
5.
Dua Tuntutan dalam Pewartaan
Tugas pewartaan adalah
mengaktualisasi sabda Tuhan yang disampaikan dalam Kristus sebagaimana
diwartakan oleh para rasul.Usaha mengaktualisasi sabda Tuhan itu mengandaikan
berbagai tuntutan yang harus dipenuhi. Tuntutan-tuntutan tersebut antara lain
sebagai berikut:
a)
Mendalami dan menghayati sabda Tuhan.
Orang tidak dapat mewartakan sabda Allah dengan baik, jika ia sendiri
tidak mengenal dan menghayatinya. Oleh sebab itu, kita hendaknya cukup
mengenal, mengetahui dan menghayati isi Kitab Suci, ajaran-ajaran resmi Gereja
dan keseluruhan tradisi Gereja, baik Gereja universal maupun Gereja lokal.
b)
Mengenal umat/masyarakat konteksnya
Dalam tugas pewartaan, hendaknya juga memperhatikan dan mengenal dengan
baik jiwa dan budaya masyarakat setempat. Agar apa yang diwartakan dengan mudah
diserap dan sejalan dengan situasi masyarakat. Intinya, Sabda Allah yang
diwartakan harus sesuai dengan konteks hidup masyarakat.
B. Magisterium dan Pewarta Sabda
1. Magisterium atau Wewenang Mengajar
Magisterium adalah kuasa mengajar dalam Gereja.Umat Allah hanya dapat
menjalankan tugas kenabiannya dalam kepatuhan kepada pimpinan Gereja, sebab
pimpinan Gereja inilah yang disebut magisterium. Namun, “wewenang mengajar”
tidak berarti bahwa dalam pewartaan hanya hierarki yang aktif, sedang yang lain
tinggal menerima dengan pasif.
Dalam pewartaan, hierarki bertugas menjaga kesatuan iman dan
ajaran.Hierarki adalah pengajar otentik (yang mengemban kewibawaan Kristus)
tentang perkara iman dan kesusilaan.Apa yang diajarkan tidak dapat sesat.
Karena ajaran iman itu adalah kehendak Penebus Ilahi. Karena itu ada empat
syarat sebuah ajaran iman tidak dapat sesat:
a.
Ajaran harus menyangkut iman dan kesusilaan.
b.
Ajaran harus bersifat ajaran otentik, artinya jelas
dikemukakan dengan kewibawaan Kristus.
c.
Ajaran dinyatakan dengan tegas atau definitif (tidak
dapat diganggu gugat).
d.
Ajaran itu disepakati bersama (sejauh hal ini
menyangkut pernyataan para uskup sebagai dewan.
Agar umat beriman tidak dapat sesat dalam imannya, maka para hierarki
harus memimpin atau menggembalakan umat dengan baik.
2. Para Pewarta Sabda
Mereka yang secara khusus melibatkan diri ke dalam tugas pewartaan adalah
sebagai berikut:
a.
Para Pengkhotbah
b.
Para Katekis
c.
Guru Agama
Menjadi pewarta merupakan suatu panggilan. Oleh karena itu, seorang
pewarta harus:
a.
Dekat dengan yang diwartakannya.
b.
Menjadi senasib dengan yang diwartakannya.
c.
Berani menanggung derita seperti yang diwartakannya.
d.
Siap untuk diutus dan “diserahkan” kepada umat yang
mendengar pewartaannya.
e.
Memiliki komitmen yang utuh kepada umat.
PELAJARAN 9
GEREJA YANG MELAYANI (DIAKONIA)
GEREJA YANG MELAYANI (DIAKONIA)
A. Semangat Pelayanan Gereja dalam Terang
Kitab Suci
1. Kutipan Kitab Suci
Bukan Memerintah Melainkan Melayani
(Mrk 10:35-45)
35Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati
Yesus dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami harap supaya Engkau kiranya
mengabulkan suatu permintaan kami!" 36Jawab-Nya kepada mereka:
"Apa yang kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?" 37Lalu kata
mereka: "Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang
lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu." 38Tetapi
kata Yesus kepada mereka: "Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah
kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus
Kuterima?" 39Jawab mereka: "Kami dapat." Yesus
berkata kepada mereka: "Memang, kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum
dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima. 40Tetapi hal
duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak
memberikannya.Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah
disediakan."
41Mendengar itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada
Yakobus dan Yohanes. 42Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata:
"Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah
rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya
dengan keras atas mereka. 43Tidaklah demikian di antara kamu.
Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,
44dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu,
hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. 45Karena Anak Manusia
juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan
nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.
2. Penjelasan
Yesus sangat menekankan semangat pengabdian dan semangat pelayanan kepada
murid-muridNya yang rupanya sangat berambisi untuk memiliki kedudukan dan
kekuasaan. Yesus mengenal struktur masyarakat feudal pada zamanNya, yakni
adanya kelas-kelas dan tingkat-tingkat dalam masyarakat. tetapi, Yesus berkata
“tidaklah demikian di antara murid-muridNya”. Mereka harus memiliki sikap
melayani. Sikap yang mau melayani itu ditunjukkan Yesus dengan membasuh kaki
para muridNya. Semangat pelayanan itu harus diteruskan di dalam GerejaNya.
Tugas kegembalaan atau kepemimpinan dalam Gereja adalah tugas pelayanan.
Yesus datang untuk melayani bukan dilayani. Sebagai murid kristus maka
kita juga harus mengambil sikap untuk melayani, bukan dilayani. Saling
melayani,prinsip dasar kehidupan gereja, itulah panggilan gereja menurut hidup
Kristus. Pelayanan dalam perwujudan iman kristiani adalah dengan mengikuti jejak
kristus. Pelayanan dalam hal ini adalah kerjasama, tolong menolong, saling
membantu, menyadari, dan menghayati bahwa kemerdekaan adalah kesempatan untuk
melayani sesama yang tercapai dalam kebersamaan dan persaudaraan.
B. Dasar Pelayanan dalam Gereja
Dasar pelayanan dalam Gereja adalah semangat pelayanan Kristus sendiri.
Pelayanan Kristiani adalah sikap pokok para pengikut Yesus. Dengan kata lain,
melayani sesama adalah tanggung jawab setiap orang Kristiani sebagai konsekuen
dalam imannya.
C. Ciri-ciri Pelayanan Gereja
ü
Bersikap sebagai pelayan
ü
Kesetiaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan Guru
ü
Orentasi pelayan gereja terutama ditunjukan
kepada kaum miskin
ü
Kerendahan hati
D. Bentuk-bentuk Pelayanan Gereja
ü
Pelayanan
di bidang kebudayaan dan pendidikan. Di bidang budaya; Gereja berusaha
melestarikan budaya asli yang bernilai. Di bidang pendidikan, Gereja berupaya
membangun sekolah-sekolah untuk pendidikan formal dan kursus-kursus
keterampilan yang berguna.
ü
Pelayanan
di bidang kesejahteraan. Gereja mendirikan lembaga-lembaga sosial ekonomi
yang memperhatikan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat kecil. Di bidang
kesehatan, Gereja mendirikan rumah-rumah sakit dan poliklinik untuk memperbaiki
dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
ü
Pelayanan
di bidang politik dan hukum.Gereja
tampil dengan menyerukan HAM. Gereja juga mengajak anggotanya agar terlibat
dalam politik lewat partai-partai, ormas-ormas yang mengutamakan kepentingan
rakyat.
PELAJARAN 10
GEREJA YANG MENJADI SAKSI (MARTYRIA)
Kata saksi sering diartikan sebagai orang yang melihat atau mengetahui
sendiri suatu peristiwa (kejadian). Saksi menunjuk pada personal atau pribadi
seseorang yakni pribadi yang mengetahui atau mengalami dan mampu memberikan
keterangan yang benar.
Menjadi saksi Kristus berarti menyampaikan/menunjukan apa yang di alami
dan di ketahui tentang Kristus kepada orang lain. Penyampaian,
penghayatan/pengalaman itu dapat di laksanakan melalui kata-kata, sikap, dan
tindakan nyata.
Injil pertama-tama diwartakan dengan kesaksian yakni diwartakan dengan
tingkah laku dan peri hidup. Gereja juga mewarkatan Injil kepada dunia dengan
kesaksian hidup yang setia kepada Tuhan Yesus. Para murid Yesus memang
dipanggil untuk menjadi saksiNya, mulai dari Yerusalem, kemudian berkembang ke
seluruh Yudea dan Samaria, bahkan sampai ke ujung bumi.[41]
Menjadi saksi Kristus ternyata dapat menuai banyak resiko. Yesus telah
berkata: “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang
yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.” (Yoh
16:2). Yesus sendiri telah menjadi martir dengan menderita dan wafat di salib
demi Kerajaan Allah.Dalam sejarah Gereja, kita tahu bahwa banyak orang telah
merelakan dirinya menjadi saksi Kristus.
PELAJARAN 11
GEREJA & DUNIA
A.
Hubungan Gereja dan Dunia
Adanya Konsili
Vatikan II memberikan pengaruh yang besar bagi gereja dalam memberikan
pandangannya terhadap dunia. Gereja membaharui pandangan yang bersifat negatif
kepada dunia menjadi lebih positif.
1.
Pandangan Baru tentang Dunia dan Manusia
a.
Dunia
Pada masa lampau dunia
dipandang negatif sebagai:
Dunia itu berdosa. Dunia tidak berharga. Dunia itu berbahaya. Dunia itu jahat.
Dunia tidak termasuk dalam lingkup sejarah keselamatan manusia. Dunia sebagai
penghalang dan rintangan bagi manusia untuk mencapai keselamatan.
Pandangan diatas ini didasarkan pada penafsiran keliru
terhadap teks Kitab Suci:
Ø “Janganlah
kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi
dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada
di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan
hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia” (1Yoh 2:15-16).
Ø “Kita
tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si
jahat” (1Yoh 5:19).
Ø “Janganlah
menjadi serupa dengan dunia” (Rm 12:2).
Konsili Vatikan II
memberikan cara pandang yang lebih positif
tentang dunia: Dunia dilihat sebagai seluruh keluarga manusia dengan segala
hal ada di sekelilingnya. Dunia menjadi pentas berlangsungnya sejarang manusia.
Dunia diciptakan dan dipelihara oleh cinta kasih Tuhan Pencipta. Dunia yang
telah jatuh dalam dosa, telah dimerdekakan oleh Kristus berkat penderitaan di
salib dan bangkit, untuk menghancurkan kekuasaan setan agar dunia dapat disusun
kembali sesuai dengan rencana Allah dan dapat mencapai kesempurnaan (GS. 2).
b.
Manusia
Ø Martabat
Manusia
·
Gereja mengajarkan bahwa manusia mempunyai
martabat yang luhur karena manusia diciptakan menurut citra Allah
dan dipanggil untuk memanusiawikan dan mengembangkan diri menyerupai Kristus,
dimana citra Allah tampak secara utuh.
·
Manusia adalah ciptaan yang istimewa karena
memiliki akal budi, kehendak bebas dan hati nurani.
Ø Masyarakat
Manusia
Tuhan menciptakan manusia
sebagai makhluk yang bermasyarakat. Allah menghendaki agar semua
manusia membentuk satu keluarga dan memperlakukan seorang akan yang lain dengan
jiwa persaudaraan (GS. 24). Kristus sendiri berdoa agar “semua menjadi
satu..........seperti kita pun satu adanya” (Yak 17:21-22).
c.
Usaha atau Karya Manusia
o
Dunia mengalami perkembangan di segala bidang
kehidupan.
o
Manusia dipilih oleh Tuhan sebagai “rekan
kerja” dalam melaksanakan perkembangan dunia.
o
Usaha dan karya manusia memiliki nilai luhur
karena manusia menjadi partner Tuhan dalam mengembangkan
dan menyempurnakan dunia.
2.
Hubungan antara Gereja dan Dunia
a.
Gereja postkonsilier melihat dirinya sebagai
“Sakramen Keselamatan” bagi dunia. Gereja menjadi terang, garam dan ragi bagi
dunia. Dunia menjadi tempat atau ladang, dimana Gereja berbakti. Dunia tidak
dihina dan dijauhi, tetapi didatangi dan ditawari keselamatan.
b.
Dunia dijadikan mitra dialog. Gereja dapat
menawarkan nilai-nilai injili dan dunia dapat mengembangkan kebudayaannya, adat
istiadat, alam pikiran, ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga Gereja dapat
lebih efektif menjalankan misinya di dunia.
c.
Gereja tetap menghormati otonomi dunia dengan
sifatnya yang sekuler, karena didalamnya terkandung nilai-nilai yang dapat
mensejahterakan manusia dan membangun sendi-sendi Kerajaan Allah.
Bagi orang Kristen, berbicara tentang dunia manusia berarti
berbicara tentang Gereja sebagai umat Allah yang sedang berziarah di dunia ini.
B.
Misi dan Tugas Gereja dalam Dunia
Tugas
Gereja adalah mewartakan Kerajaan Allah kepada seluruh umat manusia. Kerajaan
Allah baru terwujud pada akhir zaman, tetapi Kerajaan Allah harus diwujudkan
mulai dari dunia ini.
Menjadi
pelayan Kerajaan Allah berarti berusaha dengan segala macam cara ke arah
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allahg di tengah masyarakat, misalnya
persaudaraan, kerja sama, dialog, solidaritas dst.
Bagi
Gereja, mewartakan Injil berarti membawa Kabar Gembira ke segala lapisan umat
manusia, sehingga berkat dayanya kabar tersebut masuk dalam lubuk hati manusia
dan membaharui umat manusia dari dalam. “Lihatlah Aku memperbaharui seluruh
ciptaan” (EN 18).
1.
Martabat Manusia
Peranan Gereja
bagi martabat manusia antara lain:
o
Membebaskan martabat kodrat manusia dari segala
perubahan paham.
o
Menolak dengan tegas segala macam perbudakan dan
pemerkosaan martabat dan pribadi manusia.
o
Menempatkan dan memperjuangkan martabat manusia
sesuai dengan maksud Penciptanya.
2.
Peran Gereja dalam Masyarakat
o Membangkitkan
karya-karya yang melayani semua orang, terutama yang miskin, seperti
karya-karya amal, dsb.
o Mendorong
semua usaha ke arah persatuan, sosialisasi dan persekutuan yang sehat di bidang
kewargaan dan ekonomi.
o Karena
universalitasnya, Gereja dapat menjadi pengantara yang baik antara masyarakat
dan negara-negara yang berbeda-beda hidup budaya dan politik.
3.
Usaha dan Karya Manusia
Peran Gereja dalam usaha dan karya manusia:
o
Gereja akan tetap meyakinkan putra-putrinya dan
dunia bahwa semua usaha manusia, betapapun kecilnya bila sesuai dengan kehendak
Tuhan mempunyai nilai yang sangat tinggi, karena merupakan sumbangan pada
pelaksanaan rencana Tuhan.
o
Gereja akan tetap bersikap positif dan mendorong
setiap kemajuan ilmiah dan teknik di dunia ini asal tidak menghalangi melainkan
secara positif mengusahakan tercapainya tujuan akhir manusia.
o
Konsili Vatikan II mencatat masalah-masalah yang
dilihatnya sebagai mendesak yakni martabat pernikahan dan kehidupan keluarga,
pengembangan kemajuan kebudayaan, kehidupan sosial ekonomi dan politik serta
perdamaian dan persatuan bangsa-bangsa.
C.
Masalah Bangsa dan Sumbangan Gereja Indonesia
dalam Penanganan Krisis Multi Dimensi
1.
Situasi Negara Kita (Krisis Multi Dimensi)
a.
Krisis Lingkungan Hidup
Alam yang rusak dan dieksploitasi
secara tidak bertanggungjawab. Penebangan hutan besar-besaran.
Pencemaran lingkungan oleh pabrik-pabrik. Dll.
b.
Krisis Ekonomi
Adanya kesenjangan sosial dalam
masyarakat. Sebagian orang semakin kaya, semakin berkuasa dan semakin
sewenang-wenang. Sebagian besar rakyat tetap miskin dan bahkan semakin miskin.
Adanya monopoli, kolusi, korupsi dan sebagainya. Krisis moneter, harga berbagai
kebutuhan hidup dan jasa meningkat.
c.
Krisis Politik
Hukum dan lembaga-lembaga hukum tidak
berfungsi dengan baik. Kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif dan
partai-partai digunakan untuk menjamin kepentingan diri sendiri atau
golongannya/kelompoknya sendiri.
d.
Krisis Budaya dan Pendidikan
Nilai-nilai budaya semakin tidak
diperhatikan. Mutu pendidikan semakin menurun.
2.
Akar dari Semua Masalah
a.
Ketidakadilan: yang kaya dan berkuasa semakin
berjaya, sedangkan yang miskin semakin terpuruk.
b.
Ketidakjujuran: korupsi dan nepotisme,
kemunafikan dan formalisme.
c.
Tidak adanya kesetiakawanan: keserakahan demi
kepentindan diri sendiri dan golongan semakin merebak.
3.
Peranan dan Sumbangan Gereja
o
Dalam melaksanakan tugas kenabiannya, Gereja
menyuarakan penegakkan keadilan, kejujuran dan kesetiakawanan.
o
Membentuk gerakan-gerakan atau kelompok-kelompok
yang peduli dengan keadilan, kejujuran dan kesetiakawanan.
PELAJARAN 12
AJARAN SOSIAL GEREJA
A. Ajaran Sosial Gereja
1. Arti dan Makna Ajaran Sosial Gereja
·
Ajaran Sosial Gereja adalah ajaran Gereja
mengenai hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat dalam hubungannya dengan
kebaikan bersama baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
·
Ajaran Sosial Gereja merupakan tanggapan Gereja terhadap
fenomena atau persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat manusia dalam bentuk
himbauan, kritik atau dukungan.
·
Ajaran Sosial Gereja merupakan bentuk
keprihatinan Gereja terhadap dunia dan manusia dalam wujud dokumen yang perlu
disosialisasikan.
2. Ensiklik-ensiklik dan Dokumen Konsili
Vatikan II yang Memuat Ajaran Sosial Gereja Sepanjang Masa
a.
Ajaran Sosial Gereja dari Rerum Novarum
sampai dengan Konsili Vatikan II
·
Ensiklik Rerum Novarum (Kondisi Kerja),
ensiklik yang diterbitkan oleh Paus Leo
XIII, pada 15 Mei 1891, berisi tentang sikap tegas Paus dalam menentang
kondisi-kondisi yang tidak manusiawi bagi kaum buruh dalam masyarakat industri.
Perlu adanya hubungan yang wajar dan adil antara para buruh, pemilik modal dan
pemerintah.
·
Ensiklik Quadragesimo Anno (Pembangunan
kembali Tatanan Soisal), ditulis oleh Paus
Pius XI (pada peringatan ke 40 tahun Rerum
Novarum), pada 15 Mei 1931, yang berisi tentang tanggapan Paus terhadap
masalah-masalah ketidakadilan sosial, mengecam kapitalisme dan persaingan bebas
serta komunisme yang menganjurkan pertentangan kelas dan pendewaan kepemimpinan
kediktatoran kelas buruh. Paus menegaskan perlunya tanggung jawab sosial dari
milik pribadi dan hak-hak kaum buruh atas kerja, upah yang adil serta
berserikat guna melindungi hak-hak mereka.
·
Ensiklik Mater et Magistra (Ibu dan Guru),
pada 15 Mei 1961, untuk memperingati 70 tahun ensiklik Rerum Novarum dan ensiklik Pacem in Terris (Damai di Bumi),
pada 11 April 1963, yang dituliskan oleh Paus
Yohanes XXIII tentang sejumlah petunjuk bagi umat Kristiani dan pada
pengambil kebijakan dalam menghadapi kesenjangan di antara bangsa-bangsa yang
kaya dan miskin dan ancaman terhadapa perdamaian dunia. Orang-orang
Kristiani dan semua orang yang berkehendak
baik bekerja sama menciptakan lembaga-lembaga sosial sekaligus menghargai
martabat dan menegakkan keadilan serta perdamaian.
b.
Ajaran Sosial Gereja sesudah Konsili Vatikan
II
·
Konstitusi Pastoral Gaudium
et Spes (Kegembiraan dan
Harapan), pada 7 Desember 1965, oleh para bapa konsili menegaskan bahwa
perutusan khas religius Gereja memberinya tugas, terang dan kekuatan yang dapat
membantu pembentukan dan pemantapan masyarakat manusia menurut hukum ilahi. Gaudium et Spes mendalami dan
mengembangkan kesadaran diri Gereja sebagai suatu Umat dalam Masyarakat, yang
bersama-sama dipanggil Kristus untuk mencintai dan melayani Allah, satu sama
lain, dan segenap keluarga manusia
·
Dokumen Populorum Progressio (Perkembangan
Bangsa-Bangsa) ditulis oleh Paus
Paulus VI, pada 26 Maret 1967, menanggapi jeritan kemiskinan dan kelaparan
dunia, menunjukkan adanya ketidakadilan struktural. Paus menghimbau
negara-negara kaya maupun miskin agar bekerja sama dalam semangat solidaritas
untuk membangun “tata keadilan dan membaharui tata dunia”.
·
Surat Apostolik Oktogesima Adveniens
(Panggilan untuk Bertindak), ditulis oleh Paus
Paulus VI, pada 14 Mei 1971, untuk merayakan ulang tahun ke-80 tahun
dokumen Rerum Novarum, mengetengahkan
bahwa kesulitan menciptakan tatanan baru melekat dalam proses pembangunan
tatanan itu sendiri, dimana jemaat-jemaat Kristiani memiliki tanggung jawab
untuk membangun tatanan hidup yang baru.
·
Ensiklik Laborem Excercens (Kerja
Manusia), oleh Paus Yohanes Paulus II, pada
14 September 1981, tentang makna kerja manusia artinya manusia dengan bekerja
mengembangkan karya Allah dan memberi sumbangan bagi terwujudnya rencana
penyelamatan Allah dalam sejarah. Dalam hal ini, tenaga kerja harus lebih
diutamakan daripada modal dan teknologi.
·
Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis
(Keprihatinan Sosial Gereja), oleh Paus
Yohanes Paulus II, pada 30 Desember 1987, dalam memperingati ulang tahun
ke-20 Populorum Progressio, tentang
pembangunan yang mengeksploitasi orang-orang kecil serta struktur dosa yang
membelenggu masyarakat. Dalam ensiklik ini Paus Yohanes Paulus II merefleksikan
keadaan buruk ekonomi global tahun 1980-an dan dampaknya yang merugikan jutaan
orang, baik di negara sedang berkembang, sambil menyebut kendala perkembangan
sebagai “struktur-struktur dosa” dari mana semua orang dipanggil kepada
pertobatan dan kesetiakawanan demi menjadikan kehidupan bangsa-bangsa lebih
manusiawi
·
Ensiklik Centesimus Annus (Seratus
Tahun), oleh Paus Yohanes Paulus II, pada
1 Mei 1991, mengungkapkan bahwa Gereja hendaknya terus belajar untuk bergumul
dengan soal-soal sosial.
B. Ajaran Sosial Gereja di Indonesia
Keprihatinan
gereja-gereja terhadap orang miskin di Indonesia, rasanya belum terlalu kuat.
Mengapa?
1.
Penampilan gereja di Indonesia lebih merupakan
penampilan ibadah daripada penampilan gerakan sosial. Penampilan sosial yang
ada sampai sekarang merupakan penampilan sosial karitatif seperti membantu
orang miskin, mencarikan pekerjaan bagi pengangguran dll. Namun mencari
sebab-sebab mengapa ada pengemis, mengapa ada pengangguran belum dianggap
sebagai yang berhubungan dengan iman.
2.
Warga gereja yang hidupnya berkecukupan tidak termasuk
dalam kelompok orang-orang yang benar-benar menderita. Masih kurangnya semangat
keterlibatan dari mereka yang hidup berkecukupan untuk memberikan perhatian
bagi mereka yang menderita.
3.
Orang-orang Katolik masih hidup dalam pengaruh
kesadaran minoritas sehingga merasa tidak berdaya dan tak dapat berbuat
apa-apa. Akibatnya, hanya hidup untuk memuaskan diri tanpa ada maksud untuk
mengadakan perubahan dalam hidup serta tergoda untuk mencari rasa aman pada
yang lebih kuat atau mayoritas.
4.
Masalah-masalah sosial masih dalam konteks sebuah
ajaran yang dipelajari, diketahui, dipahami, atau dicita-citakan dan belum
sampai pada tahap pelaksanaan.
PELAJARAN 13
KETERLIBATAN GEREJA DALAM MEMBANGUN
DUNIA YANG DAMAI DAN SEJAHTERA
A.
Arti dan Makna Adil, Damai dan Sejahtera
Ø Adil; tidak berat sebelah, berpihak kepada yang
benar atau berpegang pada kebenaran. Keadilan adalah satu prinsip menata dan
membangun masyarakat manusia yang damai sejahtera.
Ø Damai;
adanya keseimbangan antara
kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Damai mengandaikan adanya tatanan sosial
yang adil, sama dan secara yang menjamin ketenangan dan keamanan hidup setiap
manusia. Damai merupakan kesejahteraan tertinggi, yang sangat diperlukan untuk
perkembangan manusia dan lembaga-lembaga kemanusiaan.
Ø Sejahtera;
keseluruhan kondisi hidup
masyarakat yang memungkinkan, baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota
perorangan, untuk secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan
mereka sendiri, sehingga setiap orang memperoleh sesuatu yang dibutuhkan untuk
hidup secara manusiawi. Misalnya, memperoleh nafkah, pakaian, perumahan, hak
untuk memilih status hidup dengan bebas dll.
B.
Inspirasi dan Visi dari Injil dan Ajaran Gereja
untuk Memperjuangkan Masyarakat yang Adil, Damai dan Sejahtera.
Dasar
inspirasi dan visi serta ajaran Gereja dalam memperjuangkan masyarakat yang
adil, damai dan sejahtera adalah kedatangan sang Juruselamat.[42] Lukisan
tentang ‘damai sejahtera” yang dikehendaki Allah sama seperti yang dinubuatkan
Nabi Yesaya dalam Kitab Perjanjian Lama.[43]
Kedatangan
Tuhan ke dalam dunia menjamin adanya pembebasan dan pendamaian yang benar, baik
dalam keluarga, komunitas Gereja, maupun masyarakat dunia. Tuhan yang telah
mendamaikan kita dengan diriNya menghendaki agar manusia hidup dalam damai
sejahtera dengan sesamanya.
Juruselamat,
Sang Raja Damai, datang ke dunia dan membangun kerajaanNya agar manusia
mengalami kesejahteraan lahir dan batin. Sebagai pengikutNya, kita dipanggil
untuk membangun Kerajaan Allah di dunia agar dunia lebih manusiawi dan layak di
huni. Kita diajak untuk menjadi garam dan terang dunia[44]
serta ragi bagi orang lain.
Konstitusi
Pastoral Gaudium et Spes, art.
1 mengatakan bahwa kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang
zaman sekarang, terutama kaum miskin dan menderita, merupakan keprihatinan
Gereja. Itu tandanya bahwa Gereja diutus ke tengah-tengah dunia untuk membawa
damai sejahtera.
C.
Hal-hal Pokok yang harus Diperhatikan untuk
Memperjuangkan Masyarakat yang Damai dan Sejahtera.
Ketidakadilan
struktural adalah penyebab yang terdalam mengapa masyarakat kita tidak damai
sejahtera. Karena itu, hal-hal pokok yang perlu diperhatikan adalah:
a. Masyarakat harus sadar akan adanya situasi
buruk dalam kehidupan. Dimana-mana terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang
perlu untuk diperjuangkan. Tidak seorang pun boleh dirampas hak-hak dasar
manusia dan tidak boleh merampas hak orang lain.
b. Keadilan demi kesejahteraan hanya dapat
diperjuangkan dengan memberdayakan mereka yang menjadi kurban ketidakadilan.
Para korban ketidakadilan harus disadarkan tentang situasi yang menimpa mereka
dan secara bersama-sama berusaha untuk memperbaiki nasibnya.
c. Cara bertindak
yang tepat adalah dengan memberikan kesaksian hidup melalui keterlibatan untuk
menciptakan keadilan dalam diri kita sendiri terlebih dahulu.
d. Usaha dalam
memperjuangkan keadilan dan kesetiakawanan bersama hendaknya didasarkan pada
semangat cinta kasih dan kerja sama dan bukan kekerasan.
D.
Kendala-kendala
- Menciptakan suatu masyarakat yang damai dan sejahtera adalah tidak gampang karena berhadapan dengan struktur dan sistem yang tidak adil dalam masyarakat. Karena itu dibutuhkan suatu gerakan kooperatif dan sungguh-sungguh yang berasal dari masyarakat luas.
- Masih adanya anggota masyarakat yang bersikap acuh tak acuh dan bersikap pasrah saja.
- Ada kelemahan-kelemahan manusiawi seperti ketidakjujuran, keserakahan, egois dll.
- Kurangnya dana dan sarana yang digunakan dalam proses memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan.
PELAJARAN 14
HAK
ASASI MANUSIA
A.
Makna HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat dalam diri manusia,
yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau
negara, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
Hak-hak asasi merupakan hak yang universal. Artinya, hak-hak itu
menyangkut semua orang, berlaku dan harus diberlakukan dimana-mana. Misalnya,
hak untuk hidup layak, hak untuk mendapat pendidikan dan pekerjaan, hak untuk
menikah, dst. Menolak sifat universal hak-hak asasi manusia berarti menyangkal
unsur manusiawi yang terdapat dalam setiap kebudayaan.
B.
Piagam PBB tentang HAM
PBB mendeklarasikan piagam HAM pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris,
yang isinya dapat digolongkan ke dalam dua kelompok;
1. Hak-hak sipil dan politik; lebih
menyangkut hubungan warga negara dan pemerintahan, serta menjamin agar setiap
warga memperoleh kemerdekaan. Misalnya; hak atas hidup, hak kebebasan berpikir
dan hak kebebasan menyatakan pendapat, hak kebebasan hati nurani dan agama,
dll.
2. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya; lebih
menyangkut hidup kemasyarakatan dalam arti luas dan menjamin agar orang dapat
mempertahankan kemerdekaan. Meliputi: hak mendirikan keluarga serta hak atas
kerja, hak atas pendidikan, hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya
seniri dan keluarga dan hak atas jaminan waktu sakit dan hari tua, hak atas
lingkungan hidup yang sehat serta hak para bangsa atas perdamaian dan
perkembangan.
C.
HAM dalam Terang Kitab Suci
Dalam Perjanjian Lama,
pengalaman pembebasan hak-hak bangsa Israel dari kukungan bangsa Mesir menjadi
tanda sejarah keselamatan; sejarah pembebasan, menjadi perhatian khusus bagi
kaum miskin yang tertindas.[45]
Orang miskin dan tak
berdaya mendapat perhatian khusus dari Tuhan. Maka, hak-hak asasi pertama-tama
harus diperjuangkan untuk orang yang lemah dan yang tidak berdaya dalam
masyarakat. Dasar perjuangan itu adalah tindakan Tuhan sendiri yang melindungi
orang yang tidak mempunyai hak dan kekuatan.
Manusia diciptakan Tuhan
sebagai makhluk yang berdaulat dan semua hak manusia adalah hak mengembangkan
diri sebagai citra Allah.[46]
D.
HAM dalam Terang Ajaran Gereja
Ajaran sosial Gereja menegaskan: “Karena semua manusia mempunyai jiwa
berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai kodrat dan asal yang
sama, serta karena penebusan Kristus, mempunyai panggilan dan tujuan ilahi yang
sama, maka kesamaan asasi antara manusia harus senantiasa diakui” (Gaudium et Spes, Art. 29). Dari ajaran
ini tampak pandangan Gereja tentang hak asasi, yakni hak yang melekat pada diri
manusia sebagai insan, ciptaan Allah. Hak ini tidak diberikan kepada seseoarang
karena kedudukan, pangkat atau situasi. Hak ini dimiliki setiap orang sejak
lahir, karena dia seorang manusia. Kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup
sebagai manusia lagi.
Gereja mendesak diatasinya dan dihapuskannya “setiap bentuk diskriminasi,
entah yang bersifat sosial atau budaya, entah yang didasarkan pada jenis
kelamin, warna kulit, suku, keadaan sosial, bahasa ataupun agama, karena
berlawanan dengan maksud dan kehendak Allah” (Gaudium et Spes, Art. 29).
E.
Sejarah Perjuangan dan Kerja Sama Menegakkan HAM
- Perjuangan PBB
·
Pada tanggal 10 Desember 1948, PBB mengumumkan “Universal Declaration of Human Right”.
·
Tahun 1966, deklarasi tentang hak-hak asasi manusia
dilengkapi dengan dua pernyataan khusus:
o Perjanjian
internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
o Perjanjian
internasional tentang hak-hak sipil dan politik.
·
Tahun 1975 hak-hak asasi dirumuskan lagi secara
khusus dalam persetujuan Helsinki.
·
Tahun 1981 diumumkan piagam Afrika mengenai hak-hak
manusia dan bangsa-bangsa.
·
Pada saat ini, PBB memiliki Panitia hak-hak manusia
yang bertugas mengawasi hak-hak manusia.
- Perjuangan Gereja
·
Ensiklik Mater
et Magistra (1961) dan Pacem in
Terris (1963) mulai berbicara tentang HAM.
·
Konsili Vatikan II (1962-1965) berulang kali
berbicara mengenai HAM, terutama dalam konstitusi Gaudium et Spes dan Dignitatis
Humanae.
·
Tahun 1974 panitia kepausan “Yustita et Pax” menerbitkan sebuah kertas kerja “Gereja dan
Hak-hak Asasi Manusia”.
·
Komisi Teologi Internasional mengeluarkan sejumlah
tesis mengenai martabat dan hak-hak pribadi.
PELAJARAN 15
PERJUANGAN
MENEGAKKAN HAM DI INDONESIA
A.
Pelanggaran Hak Asasi di Indonesia
Pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia sudah berlangsung lama, yaitu
sejak zaman feodal, kemudian zaman kolonial Belanda dan pendudukan Jepang dan
masih disambung dengan zaman demokrasi terpimpin dan Orde Baru. Beberapa contoh
pelanggaran HAM di Indonesia antara lain:
·
Tahun 1965, ribuan orang dieksekusi dengan hukuman
mati atau dibuang ke Pulau Buru tanpa proses pengadilan.
·
Kerusuhan di berbagai daerah.
·
Kasus penggusuran terhadap rakyat kecil.
·
Hak orang untuk mengeluarkan pendapat, untuk
berdemonstrasi, untuk berpolitik bahkan untuk tinggal dan hidup dilanggar. Dll.
Yang paling menderita dan tak berdaya ialah orang-orang miskin dan kaum
perempuan serta anak-anak.
B.
Pelanggaran Hak Asasi terhadap Kaum Miskin
Kata “miskin” memiliki cakupan yang luas. Mereka yang tergolong dalam
“miskin” antara lain:
·
Mereka yang hidup tidak layak dalam hal sandang,
pangan dan papan.
·
Mereka yang tidak memiliki hak dalam partisipasi
pengambilan keputusan politik.
·
Orang yang terancam hidupnya.
·
Orang yang terbelenggu kebebasannya untuk bersuara,
berpendapat dan berserikat.
·
Orang yang tidak mendapatkan tempat dalam
masyarakat.
·
Orang miskin di desa; para petani garapan, para
nelayan dan penganggur.
·
Orang miskin di kota; para buruh, pemulung,
gelandangan, pelacur, preman, pedagang kaki lima, penjual surat kabar, anak
jalanan dan pembantu rumah tangga.
Mereka adalah orang-orang yang hampir tidak mempunyai hak, setiap saat
diperlakukan semena-mena oleh berbagai pihak dan tidak dapat membela
kepentingannya karena sarana kesejahteraan sosial dan hukum yang masih sangat
kurang memadai.
C.
Pelanggaran Hak Asasi terhadap Kaum Perempuan
·
Perendahan martabat perempuan, dimana perempuan
diposisikan lebih rendah.
·
Kaum perempuan kurang mendapat tempat dan peran di
lembaga-lembaga negara, seperti lembaga eksekutif dan legislatif.
·
Diskriminasi undang-undang atau peraturan terhadap
perempuan, lebih-lebih di perusahan-perusahan. Misalnya; gaji atau upah bagi
perempuan sering lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki, walaupun
pekerjaannya sama.
·
Wanita karier sering bekerja rangkap, di tempat
kerja dan di rumah.
·
Perempuan sering dijadikan sumber devisa sebagai TKW
tetapi sering tanpa perlindungan hukum.
·
Perempuan (dan anak-anak) sering diperdagangkan dan
dijadikan wanita penghibur/pelacur.
·
Kekerasan dalam rumah tangga. Dll.
D.
Sebab Terdalam Terjadinya Pelanggaran HAM
·
Struktur kemasyarakatan yang diciptakan oleh
orang-orang yang memiliki kekuasaan dan uang sehingga yang tidak berdaya dalam
keadaan terjepit dan menjadi bulan-bulanan kaum penguasa dan kaum kaya.
·
Sistem sosial, politik dan ekonomi yang disusun
penguasa dan penguasa menciptakan ketergantungan rakyat jelata kepadanya,
sehingga mereka dapat bertindak sewenang-wenang.
·
Pembangunan ekonomi, sosial dan politik dunia dewasa
ini belum menciptakan kesempatan yang luas bagi “orang-orang kecil”, melainkan
justru mempersempit ruang gerak “orang-orang kecil” untuk mengungkapkan jati
dirinya secara penuh.
·
Sistem patriarkhi yang diciptakan oleh kaum
laki-laki, menjadikan wanita dalam posisi yang kedua dan bukan yang utama.
E.
Sikap Yesus terhadap Kaum Lemah
·
Sikap dan tindakan Yesus berpihak pada kaum miskin
zamanNya.
·
Ia sering menyerang para penguasa agama dan politik
yang memperberat hidup orang-orang kecil yang tidak berdaya.
·
Yesus berani berdiri pada pihak yang kurang
beruntung, pendosa, orang miskin, wanita, orang sakit dan tersingkir baik orang
Yahudi maupun bukan Yahudi.
·
Yesus mengajak orang-orang kecil untuk mengatasi
kekurangan dan kemiskinan mereka dengan kerelaan untuk saling membagi dan
memberi.
·
Terhadap perempuan, Yesus bersikap terbuka, bergaul
dengan wanita tanpa takut kehilangan nama baik. Yesus berbicara terbuka dengan
wanita dan dengan cara itu Ia melawan arus zamanNya. Yesus menerima dan
menghormati mereka. Yesus menghargai kedudukan dan peran wanita dalam kehidupan
bersama.
F.
Usaha Menegakkan HAM di Indonesia
1. Pemerintah
·
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang Hak
Asasi Manusia.
·
Keputusan Presiden tentang Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia.
·
Tap MPR tentang Hak Asasi Manusia.
·
Undang-Undang RI tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum.
·
Undang-Undang RI tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.
2. Komnas HAM
Dalam usaha menegakan HAM, dibentuklah Komisi Nasional HAM yang bertujuan
untuk memperjuangkan hak-hak setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat. Namun
dalam prakteknya, lembaga ini belum dapat bekerja dengan maksimal.
Selain itu, muncul juga beberapa lembaga swasta yang memperjuangkan HAM
seperti Indonesia Coruption Watch (ICW),
Komisi untuk oang hilang dan korban tindak kekerasan (Kontras), dll. Namun
semua bentuk lembaga tersebut kadang mengalami kesulitan karena dihadang oleh
sistem dan struktur politik, ekonomi dan budaya yang ada.
3. Gereja
Sepanjang sejarahnya, Gereja telah berusaha untuk senantiasa memberikan
perhatian dan memperjuangkan nasib orang-orang miskin. Perhatian Gereja nampak
dalam ensiklik-ensiklik para Paus, konferensi-konferensi para uskup dan surat
gembala yang menyuarakan supaya hak-hak rakyat kecil diperhatikan dan
ditegakkan.
KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia), selalu berpegang teguh pada
ajaran sosial Gereja yang antara lain: “karena
semua manusia mempunyai jiwa berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena
mempunyai kodrat dan asal yang sama, serta karena penebusan Kristus mempunyai
panggilan dan tujuan ilahi yang sama, maka kesamaan asasi antara manusia harus
senantiasa diakui” (Gaudium et Spes, Art. 29). Gereja mendesak diatasinya
dan dihapuskannya “setiap bentuk
diskriminasi, entah yang bersifat sosial atau kebudayaan, entah yang didasarkan
pada jenis kelamin, warna kulit, suku, keadaan sosial, bahasa ataupun agama,
karena berlawanan dengan maksud dan kehendak Allah” (Gaudium et Spes, Art.
29).
KWI dan hampir semua keuskupan membentuk lembaga yang antara lain
memperjuangkan hak asasi manusia dari rakyat kecil itu, misalnya:
a.
Komisi Keadilan dan Perdamaian
b.
Komisi Migran
c.
Komisi Hubungan Antara Agama
d.
Jaringan Mitra Perempuan
e.
Crisis Center dll.
Lembaga-lembaga diatas telah bekerja keras, antara lain:
a.
Mengadakan pendidikan dan pelatihan tentang HAM
kepada para fasilitator dan masyarakat luas supaya mereka mengetahui dan
menyadari akan hak-haknya dan kemudian terlibat untuk turut memperjuangkan
haknya.
b.
Mengadakan berbagai lembaga advokasi untuk membela
hak-hak rakyat.
c.
Memperluas jaringan kerjasama dengan pihak mana saja
untuk memperjuangkan HAM.
PELAJARAN
16
KEKERASAN
DAN BUDAYA KASIH
A.
Konflik dan Kekerasan di Tanah Air
Kekerasan yang sedang berlangsung di negeri kita menunjukkan rupa-rupa
dimensi dan rupa-rupa wajah.
1. Rupa-Rupa Dimensi Kekerasan
a. Kekerasan Psikologis; ada banyak kekerasan
psikologis seperti kebohongan sistematis, indoktrinasi, teror-teror berkala,
ancaman-ancaman langsung atau tidak langsung yang melahirkan ketakutan dan rasa
tidak aman.
b. Kekerasan Lewat Imbalan; seseorang dipengaruhi
dengan mendapat imbalan. Akibatnya ia tidak dapat lagi untuk berbicara kritis.
Ia terpaksa menjadi jinak.
c. Kekerasan Tidak Langsung; kekerasan yang terjadi
secara tidak langsung tetapi berdampak bagi manusia secara fisik dan
psikologis. contoh kekerasan tidak langsung adalah melempar batu ke rumah orang
dan uji coba bom/nuklir.
d. Kekerasan Tersamar; suatu kekerasan
disebut kekerasan biasanya jika ada pelakuknya. Jika tidak ada pelaku,
kekerasan itu disebut kekerasan tersamar atau kekerasan struktural. Kekerasan
ini sering juga digelar sebagai “ketidakadilan sosial”.
e. Kekerasan yang Tidak Disengaja; kekerasan itu sengaja atau tidak sengaja,
tetap sebuah kekerasan bagi si korban. Karena itu, dari segi “korban”, misalnya
mati atau cacat, maka kekerasan yang hanya dimengerti dari tolok ukur sengaja
terlalu sempit dan melanggar rasa keadilan. Kekerasan yang tidak sengaja sering
dihubungkan dengan kekerasan struktural.
f. Kekerasan Tersembunyi (Laten); kekerasan yang dapat terjadi sewaktu-waktu
atau menunggu “bom waktu”. Cohtohnya kekerasan dan kekejaman yang laten adalah
sistem-sistem yang mengendalikan dan membelenggu kehidupan banyak orang seperti
feodalisme, fundamentalisme dan fanatisme.
2.
Wajah-Wajah
Kekerasan
a. Kekerasan Sosial; situasi diskriminatif yang mengucilkan sekelompok orang yang tanah atau
harta milik mereka dapat dijarah dengan alasan “Pembangunan Negara”.
b. Kekerasan Kultural; terjadi ketika ada pelecehan, penghancuran nilai-nilai budaya minoritas
demi hegemoni penguasa. Apa yang menjadi milik kebudayaan daerah tertentu
dijadikan budaya nasional tanpa proses yang demokratis dan budaya daerah
lainnya dilecehkan.
c. Kekerasan Etnis; pengusiran atau pembersihan sebuah etnis karena ada ketakutan menjadi
bahaya atau ancaman bagi kelompok tertentu. Suku tertentu dianggap tidak layak
atau tidak disenangi diusir keluar.
d. Kekerasan Keagamaan; kekerasan yang terjadi karena ada
fanatisme, fundamentalisme dan ekslusivisme yang melihat agama lain sebagai
musuh.
e. Kekerasan Gender; situasi dimana hak-hak perempuan dilecehkan akibat budaya patriarkhi
yang dihayati sebagai peluang untuk tidak atau kurang memperhitungkan peranan
perempuan.
f. Kekerasan Politik; kekerasan yang terjadi dengan paradigma “politik adalah panglima”.
Karena politik adalah panglima, maka paradigma politik harus diamankan lewat
pendekatan keamanan. Semua yang berbicara vokal dan kritis harus dibungkam
dengan cara isolaso atau penjara.
g. Kekerasan Militer; kekerasan yang terjadi karena ada militerisasi semua bidang kehidupan
masyarakat, misalnya larangan berkumpul.
h. Kekerasan Terhadap Anak-Anak; anak-anak dibawah umur dipaksa bekerja
dengan jaminan yang sangat rendah sebagai pekerja rumah.
i.
Kekerasan
Ekonomis; masyarakat yang
sudah tidak berdaya secara ekonomis diperlakukan secara tidak manusiawi.
j.
Kekerasan
Lingkungan Hidup; sebuah
sikap dan tindakan yang melihat dunia dengan sebuah tafsiran eksploitasi.
3.
Akar
dari Konflik dan Kekerasan
·
Analisis
“teori konflik” menemukan alasan kekerasan pada berbagai bentuk “perbedaan
kepentingan” kelompok-kelompok masyarakat sehingga kelompok yang satu ingin
menguasai bahkan mencaplok kelompok lainnya.
·
Analisis
“fungsionalisme stuktural” berpendapat bahwa hampir semua kerusuhan berdarah di
Indonesia disebabkan oleh disfungsi sejumlah institusi sosial, terutama lembaga
politik.
B.
Pesan Injil dalam Hubungan dengan Konflik dan
Kekerasan
- Salah satu dasar Kitab Suci adalah Matius 26:47-56[47].
- Yesus mengajak kita untuk mengembangkan budaya kasih dengan mencintai sesama, bahkan mencintai musuh.[48]
- Pesan Yesus untuk kita memang sangat radikal dan bertolak belakang dengan kebiasaan, kebudayaan dan keyakinan gigi ganti gigi yang kini sedang berlaku. Kasih yang berdimensi keagamaan sungguh melampaui kasih manusiawi. Kasih Kristiani tidak terbatas lingkungan keluarga karena hubungan darah; tidak terbatas pada lingkungan kekerabatan atau suku, tidak terbatas pada lingkungan daerah atau idiologi atau agama. Kasih Kristiani menjangkau semua orang, sampai kepada musuh-musuh kita.
- Dasar kasih Kristiani adalah keyakinan dan kepercayaan bahwa semua orang adalah putra dan putri Bapa kita yang sama di surga. Dengan menghayati cinta yang demikian, kita meniru cinta Bapa di surga. Dengan menghayati cinta yang demikian, kita meniru citna Bapa di surga, yang memberi terang matahari dan curah hujan kepada semua orang (baik orang baik maupun orang jahat).
- Mengembangkan budaya kasih untuk melawan budaya kekerasan memang tidak mudah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita merasa betapa sulitnya untuk berbuat baik dan mencintai orang yang membuat kita sakit hati.
C.
Mengembangkan Budaya Non Violence dan Budaya
Kasih
1.
Usaha-usaha Membangun Budaya Kasih Sebelum
Terjadi Konflik dan Kekerasan
a. Dialog dan komunikasi supaya dapat lebih
saling memahami kelompok lain. Kalau diadakan komunikasi yang jujur dan tulus,
segala prasangka buruk dapat diatasi.
b. Kerja sama atau membentuk jaringan lintas
batas untuk memperjuangkan kepentingan umum yang sebenarnya menjadi opsi
bersama. Rasa senasib dan seperjuangan dapat lebih mengakrabkan kita satu sama
lain.
2.
Usaha-usaha Membangun Budaya Kasih Sesudah
Terjadi Konflik dan Kekerasan
a. Langkah pertama: konflik atau kekerasan perlu
diceritakan kembali oleh yang menderita. Kekerasan bukanlah sesuatu yang abtrak
atau impersonal melainkan personal, pribadi, maka perlu dikisahkan kembali.
Unsur yang penting dari tahap ini adalah rekonsiliasi menuntut pengungkapan
kembali kebenaran, karena “kebenaran memerdekakan”.[49]
Menceritakan kebenaran akan sangat membantu proses selanjutnya yaitu mengakui
kesalahan dan pengampunan.
b. Langkah kedua: mengakui kesalahan dan minta
maaf serta penyesalan dari pihak atau kelompok yang melakukan kesalahan atau
penyebab konflik kekerasan. Tindakan meminta maaf adalah tindakan dua pihak
dalam gerak menuju rekonsiliasi. Dalam pengakuan kesalahan, orang mengalami
keterbatasannya. Pengalaman keterbatasan membuka kemungkinan bagi manusia untuk
berharap dan menantikan petunjuk dan jalan keluar yang diberikan oleh pihak
ketiga, pihak luar.
c. Langkah ketiga: pengampunan oleh korban
kepada yang melakukan kekerasan. Pengampunan berarti meninggalkan balas dendam
terhadap pelaku kekerasan, membiarkan pergi segala beban dendam lawan pelaku.
Dalam pengampunan kita menolak dosa, tetapi tidak menolak pendosa. Mengampuni
berarti berpartisipasi dalam sifat Allah sendiri.[50]
d. Langkah keempat: rekonsiliasi. Rekonsiliasi
adalah pembaharuan. Para korban diajak agar dapat mengampuni dengan tidak
menyimpan balas dendam kepada para pelaku.
PELAJARAN
17
MENGHARGAI
HIDUP
A.
Tindakan-tindakan Menghilangkan Nyawa
1. Pembunuhan dan pembantaian manusia.
2. Pengguguran kandungan.
3. Euthanasia; tindakan membebaskan seseorang
dari penderitaan yang terlalu berat dengan menyebabkan seseorang penderita mati
secara pelan-pelan dan tidak terasa.
4. Tindakan yang membahayakan kehidupan manusia,
misalnya kebut-kebutan di jalan, nakotika, mabuk-mabukan dll.
5. Tindakan yang menekan hidup manusia, misalnya
fitnah, teror mental, ancaman, perbudakan, dll.
B.
Menghargai Hidup dalam Kitab Suci dan Ajaran
Kristiani
1.
Kitab Suci Perjanjian Lama
Umat
Perjanjian Lama percaya akan Allah Pencipta, yang gembira atas karyaNya. Bagi
Allah, hidup, khususnya hidup manusia, amat berharga. Umat Allah percaya akan
Allah yang cinta hidup, mengandalkan Allah yang membangkitkan orang mati dan
membela hidup melawan maut. Tuhan itu Allah orang hidup maka: “Jangan
membunuh!”[51].
Ajakan firman
kelima menegaskan: tidak membunuh orang dan tidak membunuh diri sendiri.
Sesorang hanya dapat dikatakan membunuh jika dia melakukan perbuatan itu dengan
sengaja dan orang yang dibunuh itu tidak bersalah dan tidak membuat perlawanan.
2.
Kitab Suci Perjanjian Baru
Kitab Suci
Perjanjian Baru tidak hanya melarang pembunuhan, tetapi ingin membangun sikap
hormat dan kasih akan hidup. Yesus berkata: “Kamu telah mendengar yang
difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh
harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap
saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! Harus
dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! Harus diserahkan ke
dalam neraka yang menyala-nyala”[52].
Hidup setiap
orang harus dipelihara dengan kasih. Hidup manusia tidak boleh dimusnahkan
dengan kekerasan, tidak boleh dibahayakan dengan sembrono, dll. Sebab setiap
orang adalah anak Allah.
3.
Ajaran Kristiani
a. Perang
Konsili
Vatikan II, perang belum enyah dari kehidupan manusia dan setiap hari di mana
pun juga, perang meneruskan permusuhannya.[53]
Tanpa berkecamuk peperangan, dunia senantiasa dilanda kekerasan dan
pertentangan antar-manusia.[54]
Dalam
ensiklik Pacem in Terris, Paus Yohanes XXIII mengatakan bahwa perang tidak lagi
boleh dipandang sebagai sarana menegakkan kembali keadilan. Keamanan masyarakat
tidak dapat dijamin dengan tertib kontrol dengan sejata. Masyarakat hanya
menjadi aman jika dalam kebersamaan diakui hak asasi setiap orang.
b. Hukuman Mati
Gereja tidak
mendukung adanya hukuman mati, namun tidak melarangnya juga. Gereja
mempertahankan bahwa kuasa negara yang sah berhak menjatuhkan hukuman mati
dalam kasus yang amat berat. Dilain pihak, dalam etika (termasuk moral
Katolik), makin diragukan alasan-alasan yang membenarkan hukuman mati, sebab
sama sekali tidak jelas, manakah perkara-perkara yang amat berat yang dapat
membenarkan hukuman mati.
C.
Usaha-usaha untuk Menghargai Hidup
1.
Menggali
dan menyebarluaskan ajaran tentang “peri-kemanusiaan”, baik dari ideologi negara
(Pancasila) dan dokumen-dokumen negara lainnya, maupun dari adat dan kebudayaan
bangsa yang sangat mengutamakan kemanusiaan.
2.
Memperkenalkan
dan menyebarluaskan gagasan-gagasan Kristiani tentang nilai kehidupan/nyawa
manusia.
3.
Melawan
dan memboikot dengan tegas “budaya” kekerasan dan “budaya” maut.
4.
Untuk
menyebarluaskan gagasan-gagasan diatas, kita dapat menggunakan: semua
mass-media yang ada, pengadaan buku-buku, posisi umat Katolik, baik dalam
pemerintahan maupun dalam masyarakat luas.
5.
Umat
Katolik harus menunjukkan sikap hidup yang nyata dan tegas bahwa kita sungguh
menghormati kehidupan manusia. Kita ingin menghayati budaya cinta kehidupan.
PELAJARAN
18
ABORSI
A.
Pengguguran Kandungan/Aborsi
1.
Dilatasi/Kuret
Lubang rahim
diperbesar, agar rahim dapat dimasuki kuret, yaitu sepotong alat tajam.
Kemudian janin yang hidup itu dipotong kecil-kecil, dilepaskan dari dinding
rahim dan dibuang keluar. Umumnya terjadi banyak pendarahan.
a. Kuret
dengan cara penyedotan;
dilakukan dengan memperlebar lubang rahim, kemudian sebuah tabung dimasukkan ke
dalam rahim dan dihubungkan dengan alat penyedot yang kuat. Dengan cara
demikian, bayi dalam rahim tercabik-cabik menjadi kepingan-kepingan kecil, lalu
disedot masuk ke dalam sebuah botol.
b. Peracunan
dengan garam; dilakukan pada
janin berusia lebih dari 16 minggu (4 bulan), ketika sudah cukup banyak cairan
yang berkumpul di sekitar bayi dalam kantong anak. Sebatang jarum yang panjang
dimasukkan melalui perut ibu ke dalam kantung bayi, kemudian sejumlah cairan
disedot keluar dan larutan garam yang pekat disuntikkan ke dalamnya. Bayi dalam
rahim akan menelan garam beracun sehingga ia sangat menderita. Bayi itu akan
meronta-ronta dan menendang-nendang karena dibakar hidup-hidup oleh racun itu.
Dengan cara ini, sang bayi akan mati dalam waktu kira-kira 1 jam dan kulitnya
benar-benar hangus. Dalam waktu 24 jam kemudian, si ibu akan mengalami sakit
beranak dan melahirkan seorang bayi yang sudah mati. Namun, sering juga terjadi
bayi yang lahir itu masih hidup, tetapi biasanya dibiarkan saja agar mati.
c. Histerotomi/Caeser;
dilakukan 3 bulan terakhir dari kehamilan. Rahim dimasuki alat bedah melalui
dinding perut. Bayi kecil ini dikeluarkan dan dibiarkan agar mati atau
kadang-kadang langsung di bunuh.
d. Pengguguran
Kimia Prostagladin; pengguguran
dengan memakai bahan-bahan kimia yang mengakibatkan rahim ibu mengkerut,
sehingga bayi dalam rahim itu mati dan terdorong keluar. Kerutan ini sedemikian
kuatnya sehingga ada bayi-bayi yang terpenggal.
2.
Alasan Melakukan Pengguguran
a. Alasan dari wanita (ibu) yang mau
menggugurkan kandungannya antara lain:
Ø Karena malu, sebab mungkin buah kandungannya
adalah hasil penyelewengannya atau hubungan badan pra-nikah dengan pacarnya.
Ø Karena tekanan batin sebab buah kandungannya
adalah akibat dari perkosaan terhadap dirinya.
Ø Karena tekanan ekonomi, tidak sanggup
membiayai hidup janin itu selanjutnya.
b. Alasan dari yang membantu melaksanakan
pengguguran antara lain:
Ø Alasan utama mungkin karena uang, biasanya
untuk pengguguran di bayar mahal. Wanita atau ibu yang mau menggugurkan
kandungannya biasanya dalam situasi terjepit, maka berapa pun biayanya akan
membayarnya.
Ø Mungkin saja ia prihatin dengan keadaan si
wanita atau ibu yang kehamilannya tidak dikehendaki.
3.
Risiko Pengguguran Kandungan
Ø Pengguguran adalah operasi besar yang dapat
mengakibatkan komplikasi yang sangat berbahaya, misalnya; keguguran di masa
mendatang, hamil di saluran telur, kelahiran bayi yang terlalu dini, tidak
dapat hamil lagi, dsb.
Ø Wanita atau ibu yang menggugurkan dapat
mengalami gangguan-gangguan emosional yang berat.
B.
Pengguguran Kandungan dalam Terang Kitab Suci,
Ajaran Gereja dan Negara
1.
Ajaran Kitab Suci
Ø Allah berkata kepada Yeremia: “Sebelum Aku
membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau dan sebelum
engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau. Aku telah
menetapkan engkau menjadi Nabi bagi bangsa-bangsa” (Yer 1:4-5).
Ø Allah mengutus malaikat kepada Zakharia dan
memberitahukan tentang kelahiran Yohanes Pembaptis: “Banyak orang akan bersuka
cita atas kelahirannya, sebab ia akan menjadi besar dalam pandangan Allah” (Luk
1:11-17).
Ø Malaikat Gabriel memberitahukan kepada Maria;
“Sesungguhnya engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan
hendaklah engkau menamai Dia, Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut
Anak Allah yang maha tinggi………..dan kerajaanNya tidak akan berkesudahan” (Luk
1:31-33).
Ø Berdasarkan kutipan-kutipan Kitab Suci
diatas, dinyatakan bahwa Allah tidak menunggu sampai bayi itu dapat bergerak
atau sudah betul-betul siap untuk lahir baru Allah mengenal dan mengasihinya
sebagai manusia. Sesungguhnya, hanya Allah yang berhak memberi atau mencabut
kehidupan.[55]
Hanya Dia yang berhak membuka dan menutup kandungan. Tetapi ibu-ibu dengan
alasan-alasan egoisnya dan dokter-dokter dengan alat-alatnya yang tajam telah
mempermainkan Allah karena telah menghilangkan kehidupan sang bayi dalam
kandungan ibunya.
2.
Ajaran Gereja
Gereja sejak
awal telah menolak dan menentang pengguguran. Gereja membela hak hidup anak di
dalam kandungan. Konsili Vatikan II menjelaskan bahwa pengguguran adalah suatu
tindakan kejahatan yang durhaka, sama dengan pembunuhan anak. Sebab Allah,
Tuhan kehidupan telah mempercayakan pelayanan mulia melestarikan hidup kepada
manusia, untuk dijalankan dengan cara yang layak baginya. Maka kehidupan sejak
saat pembuahan harus dilindungi dengan sangat cermat[56]
Manusia dalam
kandungan memiliki martabat yang sama seperti manusia yang sudah lahir. Karena
martabat itu, manusia mempunyai hak-hak asasi dan mempunyai segala hak sipil
dan gerejawi, sebab dengan kelahirannya hidup manusia sendiri tidak berubah,
hanya lingkungan hidupnya menjadi lain. Gereja menghukum pelanggaran melawan
kehidupan manusia ini dengan hukum Gereja yaitu hukuman ekskomunikasi. “Barang siapa yang melakukan pengguguran kandungan
dan berhasil, terkena ekskomunikasi” (KHK Kanon 1398).[57]
3.
Hukum Negara
Upaya
perlindungan terhadap bayi dalam kandungan terwujud dalam ketentuan hukum yaitu
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
342 “Seorang ibu yang dengan sengaja akan
menjalankan keputusan yang diambilnya sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama
lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya itu pada ketika
dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu, dihukum karena pembunuhan
anak yang direncanakan dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun.”
346
“Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya 4 tahun.
347 ( 1 ) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan
gugur atau mati kandungan seorang perempuan tidak dengan ijin perempuan itu di
hukum penjara selama-lamanya 12 tahun.
348 ( 1 ) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan
gugur atau mati kandungan seorang perempuan dengan izin perempuan itu dihukum
penjara selama-lamanya 5 tahun 6 bulan.
349 Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang
obat membantu dalam kejahatan yang tersebut dalam pasal 346 atau bersalah atau
membantu dalam salah satu kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348,
maka hukuman yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan 1/3-nya dan
dapat dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan itu.
C.
Langkah-langkah Preventif untuk Mencegah
Pengguguran Kandungan
1.
Untuk
para remaja: usahakan supaya tidak melakukan hubungan intim sebelum resmi
menikah. Dalam berpacaran dan bertunangan sikap tahu menahan diri merupakan
tanda pengungkapan cinta yang tertempa dan tidak egoistis.
2.
Untuk
para keluarga: perencanaan kehamilan harus dipertimbangkan dan dipertahankan
dengan sikap ugahari dan bijaksana. Kehadiran buah kandungan yang tidk
direncanakan harus dielakkan secara tepat dan etis.
PELAJARAN 19
BUNUH DIRI DAN EUTHANASIA
A.
Alasan atau Sebab-sebab Bunuh Diri
Ada banyak
alasan orang dapat melakukan bunuh diri, antara lain:
a. Orang
mengalami depresi, tekanan batin, karena:
Ø Putus cinta, pasangan menyeleweng, kurang
diperhatikan dan dihargai dalam keluarga, dsb.
Ø Beban ekonomi yang tidak tertanggungkan,
kehilangan pekerjaan, dililit utang, dsb.
Ø Merasa hidup tak lagi bermakna, dsb.
b. Orang
mau mengungkapkan protes;
mungkin saja karena terjadi kasus-kasus ketidakadilan, kemudia untuk
memprotesnya orang melakukan aksi mogok makan sampai tewas, membakar diri,
menembak diri, dsb.
B.
Euthanasia
- Arti Euthanasia
Kata
euthanasia berasal dari bahasa Yunani yang berarti kematian yang baik (mudah).
Kematian dilakukan untuk membebaskan seseorang dari penderitaan yang amat
berat.
- Jenis-Jenis Euthanasia
a. Dilihat
dari segi pelakunya
Ø Compulsary euthanasia yaitu bila orang lain memutuskan kapan hidup
seseorang akan berakhir. Orang tersebut mungkin kerabat, dokter atau bahkan
masyarakat secara keseluruhan. Misalnya: dilakukan para orang yang menderita
sakit mengerikan seperti anak-anak yang cacat parah.
Ø Voluntary euthanasia berarti orang itu sendiri yang minta untuk
mati.
b. Dilihat
dari segi caranya
Ø Euthanasia aktif yaitu
mempercepat kematian seseorang secara aktif dan terencana, juga bila secara
medis ia tidak dapat lagi disembuhkan dan juga kalau euthanasia dilakukan atas
permintaan pasien itu sendiri.
Ø Euthanasia pasif yaitu
pengobatan yang sia-sia dihentikan atau sama sekali tidak dimulai atau diberi
obat penangkal sakit yang memperpendek hidupnya, karena pengobatan apa pun
tidak berguna lagi.
C.
Masalah Bunuh Diri dan Euthanasia dari Segi
Moral Kristiani
Manusia hidup
karena diciptakan dan dikasihi Allah. Karena itu, biarpun sifatnya manusiawi
dan bukan ilahi, hidup itu suci. Kitab Suci menyatakan bahwa nyawa manusia
tidak boleh diremehkan. Hidup manusia mempunyai nilai istimewa karena sifatnya
yang pribadi. Karena itu, manusia tidak boleh menghilangkan nyawanya sendiri,
misalnya dengan melakukan bunuh diri atau euthanasia. Hanya Tuhan yang boleh
mengambil kembali hidup manusia.
1. Bunuh Diri; dari segi moral kritiani tindakan
bunuh diri jelas dilarang, kecuali demi nilai yang lebih luhur. Misalnya demi
kebaikan, kepentingan dan keselamatan umum.
2. Euthanasia; dari segi moral kristiani tidak
diperbolehkan mempercepat kematian secara aktif dan terencana, juga jika secara
medis ia tidak lagi sendiri.[58]
Tidak seorang pun berhak mengakhiri hidup orang lain walaupun dengan rasa iba.
Pendapat Gereja Katolik mengenai euthanasi aktif sangat jelas, yakni tidak
seorang pun diperkenankan memintan perbuatan pembunuhan, entah untuk dirinya
sendiri, entah untuk orang lain yang dipercayakan kepadanya.
Penderitaan
harus diringankan bukan dengan pembunuhan, melainkan dengan pendampingan oleh
seorang teman. Demi salib Kristus dan demia kebangkitanNya, Gereja mengakui
adanya makna dalam penderitaan, sebab Allah tidak meninggalkan orang yang menderita.
Dan dengan memikul penderitaan dan solidaritas, kita ikut menebus penderitaan.
PELAJARAN
20
NARKOBA
DAN HIV/AIDS
A.
Narkoba
- Arti dan Jenis Narkoba
a. Narkotika. Menurut UU RI No. 22 tahun 1997, Narkotika
meliputi zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yaitu:
Ø Golongan opiat: heroin, morfin, candu, dll.
Ø Golongan kanabis: ganja, hashis, dll.
Ø Golongan koka: kokain, crack, dll.
b. Alkohol; minuman yang mengandung etanol (etil
alkohol) tetapi bukan obat.
c. Psikotropika; menurut UU RI No. 5 tahun 1997,
psikotropika meliputi zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkoba, seperti ecstasy, shabu-shabu, obat penenang/obar tidur, obat anti
dprresi dan obat anti psikosis.
d. Zat
Adiktif; adalah inhalasia
(aseton, thinner cat, lem), nikotin (tembakau) dan kafein (kopi).
Napza
tergolong zat psikoaktif. Zat psikoaktif adalah zat yang terutama mempengaruhi
otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi
dan kesadaran.
- Tahap-tahap dan Gejala Orang Kecanduan Narkoba
a. User (pemakai coba-coba). Pada tahap ini orang menggunakan narkoba
hanya sekali-kali dan dalam waktu yang realtif jarang. Pada tahap ini hubungan
seseorang dengan keluarga dan masyarakatnya masih terjalin dengan baik,
demikian juga dalam bidang pendidikan. Semua terjadi karena orang tersebut
masih dapat mengontrol kebiasaan memakainya.
b. Abuser (pemakai iseng). Pada tahap ini seorang mengkonsumsi narkoba
lebih sering daripada saat ia berada dalam tahap pertama. Pengguna narkoba
tersebut mulai menggunakan narkoba sebagai suatu keisengan untuk melupakan
masalah, mencari kesenangan dan sebagainya. Pada tahap ini, orang tersebut
sebenarnya mulai dihantui masalah-masalah. Hal itu terjadi karena kontrol
dirinya terhadap penggunaan narkoba semakin lemah sehingga mempengaruhi
hubungannya dengan keluarga dan masyarakat secara langsung. Pendidikan mereka
juga mulai terganggu karena konsentrasi mereka terhadap pelajaran semakin
melemah.
c.
Pecandu
(pemakai tetap). Pada tahap ini
seseorang telah kehilangan kontrol sama sekali dalam penggunaan narkoba. Pada
saat ini, bukan mereka yang mengontrol kebiasaan penggunaan narkoba, melainkan
mereka yang dikontrol oleh narkoba. Hubungan antara orang tersebut dengan
keluarga dan masyarakat sudah rusak karena perilaki mereka benar-benar tidak
terkontrol lagi.
- Tanda-tanda Pencandu Narkoba
a.
Fisik; berat badan turun drastis, sering menguap, mengeluarkan air mata,
keringan berlebihan, mata cekung dan merah, muka pucat, bibir kehitan-hitaman,
sering batuk dan pilek yang berkepanjangan, tangan penuh bintik-bintik merah
seperti bekas gigitan nyamuk dan ada luka bekas sayatan, ada goresan dan
perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan, buang air besar dan buang air
kecil berkurang dan juga gejala sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang
jelas.
b.
Emosi; sangat sensitif dan cepat bosan, bila ditegur atau dimarahi akan
menunjukkan sikap membangkang, emosinya tidak stabil dan tidak ragu untuk
memukul orang dan berbicara kasar kepada anggota keluarga atau orang
disekitarnya.
c.
Perilaku; malas dan sering melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas rutinnya,
sering berbohong dan ingkar janji, menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari
keluarga, suka mencuri uang, menggadaikan barang-barang berharga di rumah, takut
akan air karena menyakitkan sehingga mereka malas mandi, waktu di rumah kerap
kali dihabiskan di kamar tidur, kloset, gudang, ruang yang gelap, kamar
mandi/tempat-tempat sepi lainnya.
- Tanda-tanda Sakaw
a. Obat
jenis opiat (heroin, morfin, putaw); menimbulkan gejala: banyak keringat, sering menguap, gelisah, mata
berair, gemetar, hidung berair, tak ada selera makan, pupil mata melebar, mual
atau muntah, tualgn atau otot sendi menjadi sakit, diare, panas dingin, tidak
dapat tidur, tekanan darah sedikit naik.
b. Obat
jenis ganja; menyebabkan
gejala-gejala: banyak berkeringat, gelisah, gemetar, tak ada selera makan, mual
atau muntah, diare, tak dapat tidur (insomnia).
c. Obat
jenis amphetamin (shabu-shabu, ekstasi); menimbulkan gejala: depresif, gangguan tidur dan mimpi bertambah,
merasa lelah.
d. Obat
jenis kokain; menimbulkan
gejala: depresi, rasa lelah yang berlebihan, banyak tidur, mimpi, gugup,
ansietas dan perasaan curiga.
e. Obat
jenis alkohol atau benzodiazepin; menimbulkan gejala: banyak keringat, mudah tersinggung, gelisah,
murung, mual/muntah, lemah, berdebar-debar, tangan gemetar, lidah dan kelopak
mata bergetar, bila dehidrasi (kekurangan cairan) tekanan darah menurun dan
seminggu kemudian dapat timbul halusinasi atau delirium.
- Latar Belakang Orang Terlibat Narkoba
a. Faktor
Intern
Faktor intern
berarti faktor penyebab yang berasal dari diri orang itu sendiri. Faktor intern
dibagi menjadi:
1)
Kepribadian
Adapun ciri
kepribadian seorang remaja adalah:
·
Kegelisahan;
karena banyaknya keinginan yang harus dipenuhi tetapi kadang tidak semuanya
yang terpenuhi akibatnya mengalami kegelisahan.
·
Pertentangan;
pertentangan yang ada, baik di dalam diri remaja itu sendiri maupun
pertentangan dengan orang lain, pada umumnya disebabkan oleh emosi remaja
yangmasih labil.
·
Berkeinginan
besar untuk mencoba hal baru.
·
Senang
berkhayal dan berfantasi.
·
Mencari
identitas diri denga kegiatan berkelompok.
·
Senang
suasana meriah dan keramaian.
·
Mudah
bosan dan kesepian.
·
Kurang
sabar dan mudah kecewa.
·
Suka
mencari perhatian.
·
Mudah
tersinggung.
Jika semua
ciri kepribadian ini tidak dikontrol dengan hati-hati dan bijaksana, maka
remaja akan sangat mudah terjerumus menjadi seorang pencandu narkoba.
2)
Inteligensi; remaja yang kemampuan inteliegnsinya kurang, kurang dapat menggunakan
pikirannya secara kritis dan kurang dapat mengambil keputusan untuk memilih
yang baik dan yang buruk. Mereka cenderung mengambil keputusan dengan pemikiran
yang dangkal, yang bersifat kenikmatan sementara.
3)
Mencari pemecahan masalah; berhadapan dengan depresi atau beban hidup
yang berat, maka remaja cenderung mencoba mencari jalan keluar tanpa berpikir
panjang dalam mengambil keputusan. Akibatnya, mereka akan gampang menjadi
pengguna narkoba.
4)
Dorongan kenikmatan; setiap orang mempunyai dorongan hedonistis
yaitu dorongan untuk mengulangi pengalaman yang dirasakan kenikmatan. Narkoba
dapat memberikan kenikmatan sesaat bagi penggunanya. Akibanya, orang terdorong
untuk merasakannya lagi.
5)
Ketidaktahuan; kurangnya informasi tentang narkoba, bisa
menyebabkan orang tersebut menjadi pengguna narkoba.
b. Faktor
Ekstern
1)
Pengaruh keluarga; keluarga yang tidak utuh dan tidak harmonis
bisa membuat anak-anak frustasi. Keluarga yang terlalu memanjakan anak atau
terlalu keras terhadap anak, dapat memberi dampak negatif bagi kepribadian anak
sehingga dengan mudah menjadi pengguna narkoba.
2)
Pengaruh sekolah; sekolah yang tidak disiplin dan mempunyai
banyak siswa yang sudah menjadi pengguna narkoba dapat menjadikan anak-anak
lain untuk terlibat dengan narkoba.
3)
Pengaruh masyarakat; situasi masyarakat yang dipenuhi dengan
bandar-bandar narkoba serta nilai komersial
yang sangat tinggi serta politis dari penjualan narkoba. Hal ini
mengakibatkan orang gampang terjerumus ke dalam dunia narkoba.
B.
HIV/AIDS
1.
Arti HIV/AIDS
Ø AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Defliciency Syndrome.
Acquired artinya didapat. Immune artinya
kekebalan tubuh. Syndrome artinya
kumpulan gejala penyakit. Jadi, AIDS artinya kumpulan gejala penyakit yang
timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh.
Ø HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. HIV adalah
virus yang secara pelan-pelan mengurangi kekebalan tubuh manusia.
Ø Infeksi kekebalan tubuh terjadi bila virus
tersebut masuk ke dalam sel darah putih yang disebut limfosit. Di dalam sel,
virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan
partikel virus yang baru.
2.
Penularan HIV/AIDS
Penularan HIV
terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandung sel terinfeksi atau
partikel virus. Cairan tubuh itu antara lain; darah, semen, cairan vagina, cairan serebrospinal
dan air susu ibu, bahkan virus juga terdapat di dalam air mata, air kemih
dan air ludah. HIV ditularkan dengan melalui cara-cara berikut:
Ø Hubungan seksual dengan penderita, dimana
selaput lendir mulut, vagian atau rektum berhubungan langsung dengan cairan
tubuh yang terkontaminasi.
Ø Suntikan atau infus darah yang
terkontaminasi, seperti yang terjadi pada transfusi darah, pemakaian jarum
bersama-sama atau tidak sengaja tergores oleh jarum yang terkontaminasi virus
HIV.
Ø Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi
kepada anaknya sebelum atau selama proses kelahiran atau melalui ASI.
Ø Penularan melalui oral seks (hubungan seksual
melalui mulut).
Ø Virus HIV pada penderita wanita yang sedang
hamil dapat ditularkan kepada janinnya pada awal kehamilan (melalui plasenta)
atau pada saat persalinan (melalui jalan lahir).
3.
Gejala infeksi HIV/AIDS
·
Pembengkakan
kelenjar getah bening.
·
Penurunan
berat badan.
·
Demam
yang hilang-timbul.
·
Perasaan
tidak enak badan.
·
Lelah.
·
Diare
berulang.
·
Anemia.
·
Infeksi
jamur di mulut.
C.
Ajaran Kristiani tentang Narkoba dan HIV/AIDS
Santo Paulus
mengajarkan bahwa tubuh kita dalah Bait Allah. Itu berarti, kekacauan yang
terjadi di dalam diri kita juga berarti kekacauan pada Bait Allah. Karena itu,
mengkonsumsi narkoba dan pergaulan bebas yang mengarah kepada seks bebas dan
berdampak pada HIV/AIDS berarti orang tersebut berusaha merusak Bait Allah
(tubuh). Karena tubuh manusia (Bait Allah) adalah sarana keselamatan, Gereja
selalu berupaya untuk mengingatkan warganya agar hati-hati, waspada dan
menghindari kemungkinan terlibat dalam kegiatan mengkonsumsi narkoba (atau
menjadi distributor, produsen), menghindari seks bebas supaya tidak terinfeksi
virus HIV.
D.
Usaha Menghadapi Narkoba dan HIV/AIDS
1. Usaha Negara untuk Menghadapi Narkoba dan
HIV/AIDS
Ø
UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional (Propenas) tahun 2000-2004, dalam program kesehatan dan kesejahteraan
sosial, antara lain diutarakan mengenai perilaku sehat dan pemberdayaan
masyarakat. Sasarannya adalah meningkatkan perwujudan kepedulian perilaku hidup
bersih dan sehat dalam kehidupan masyarakat; menurunnya prevalensi perokok;
penyalahgunaan narkotika; psikotropika dan zat adiktif (napsa), serta
meningkatnya lginkungan sehat bebas rokok dan bebas napsa di sekolah, tempat
kerja dan tempat umum.
Ø
Pemerintah membentuk BKNN (Badan Koordinasi
Narkotika Nasional) yang bertugas mencegah perluasan jaringan narkoba (pembuat,
pemakai, pedagang atau distributor).
Ø
Pendirian Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO)
yang bertujuan untuk menampung dan merehabilitasi korban narkoba.
2. Apa yang Dapat Dilakukan Gereja?
a.
Gereja menyatakan kutukan terhadap kejahatan pribadi
dan sosial yang menyebabkan dan menguntungkan bagi penyalahgunaan
narkoba/napza.
b.
Memperkuat kesaksian Injil dari orang-orang beriman yang
mengabdikan dirinya kepada pengobatan pemakai narkoba menurut contoh Yesus
Kristus, yang tidak datang untuk dilayani melainkan untuk melayani dan
memberikan hidupnya.[59]
c.
Memberikan pendidikan nilai/moral bagi orang-orang,
keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas, melalui prinsip-prinsip adikodrati
untuk mencapai kemanusiaan yang utuh dan penuh (menyeluruh dan total).
d.
Memberikan informasi yang baik dan benar tentang
narkoba kepada komunitas-komunitas, orang tua, anak-anak remaja dan masyarakat.
e.
Membantu orang tua meningkatkan keterampilan untuk
membangun kekeluargaan yang kuat.
f.
Membantu orang tua melakukan strategi pencegahan
penggunaan obat terlarang di rumah dengan memberi contoh yang baik dan sehat,
meningkatkan peran pengawasan dan mengajari cara menolak penawaran obat
terlarang oleh orang lain.
g.
Menyatakan cinta kasih ke-bapa-an Allah yang diarahkan
kepada keselamatan setiap pengguna narkoba dan para penderita HIV/AIDS, melalui
cinta mengatasi rasa bersalah. “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi
orang sakit (Mat 9:12; Luk 15:11-32).
h.
Melakukan tindakan pengobatan dan rehabilitasi, antara
lain dengan cara: menggalang kerja sama di antara komunitas-komunitas yang
menyelenggarakan pengobatan atau rehabilitasi dan menambah lembaga-lembaga yang
mengelola pencegahan penyalahgunaan narkoba dan penularan HIV/AIDS.
i.
Memutuskan mata rantai permintaan atau distribusi
narkoba denagn cara memperkuat pertahanan keluarga dan pembinaan remaja di
tingkat lingkungan, wilayah dan paroki.
3. Apa yang dapat Dilakukan oleh Setiap Orang
untuk Membantu Orang Lain yang Kecanduan Narkoba atau Menderita HIV/AIDS?
a.
Jangan menjauhi atau menolak mereka yang kecanduan
narkoba atau terinfeksi HIV/AIDS, karena mereka adalah manusia yang paling
kesepian di dunia ini.
b.
Memberikan peneguhan bahwa mereka dapat mengatasi
persoalannya dengan menjadi sahabat dan pendamping mereka.
c.
Mendengarkan keluhan para pecandu narkoba dan pengidap
HIV/AIDS.
“Hidupkanlah hidupmu dengan kehidupan yang menghidupkan.
Jangan pernah patah semangat karena perjuangan Anda adalah keberhasilan
Anda”
[2] Bdk. KGK no. 777
[3] Tom, Jacobs, Kononia dalam 5
Eklesiologi Paulus (Malang: Dioma,
2007), hlm. 65.
[5] Paul, Minear, Images of The Church
In The New Testament (The
Westminster Press; 1960), hlm. 70.
[6] Tom, Jacobs, Kononia dalam 5
Eklesiologi Paulus (Malang: Dioma,
2007), hlm. 59.
[7] Lihat dan baca: Kis 2:41-41 “Cara
Hidup Jemaat yang Pertama”.
[8] Ibid.,
[9] Lihat dan baca: 1Kor 12:7-10.
[10] Lihat dan baca: Ef 4:11-13;1Kor
12:12-18, 26-27.
[11]Lih.Lumen Gentium, art. 27.
[12] Bdk. Gaudium et Spess, art. 1
[13] Tugas Awam dalam
http://katolikglobal.blogspot.com/2007/11/hierarki-gereja-katolik-dimulai-dari.html
[14]Lumen Gentium, art. 20.
[15]Lih. Yoh 20:21
[16]Lih.Lumen Gentium, art. 18.
[17]Lih.Lumen Gentium, art. 22.
[18]Lumen Gentium, art. 23.
[19]Lih.Lumen Gentium, art.25.
[20] Imam dalam
http://katolikglobal.blogspot.com/2007/11/hierarki-gereja-katolik-dimulai-dari.html
[21]Lih.Lumen Gentium, art. 29.
[22] Diakon dalam
http://katolikglobal.blogspot.com/2007/11/hierarki-gereja-katolik-dimulai-dari.html
[23]Lih.Lumen Gentium, art. 31.
[25] KWI, Iman Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 382.
[26] Lih. Why 1:6
[27]Lih., Mat 6:5-6
[28] Lih., Mat 6:7
[29] Sacrosanctum Concilium, art. 7.
[30]Lumen Gentium, art. 26.
[31] Alfread McBride, O. Praem, Pendalam Iman Katolik; Tuntunan Praktis
untuk Mengenal Allah, Diri, Sesama dan Gereja, Jilid 1 (Jakarta: Obor,
2005), hlm. 153.
[33] Sakramen Krisma/Penguatan dalam http://unsurgereja.blogspot.com/2007/11/tugas-tugas-gereja.html
[36] Yak 5:14-15: Kalau ada seorang di
antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka
mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang
lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan
dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.
[38] Alfread McBride, O. Praem, Pendalam Iman Katolik; Tuntunan Praktis
untuk Mengenal Allah, Diri, Sesama dan Gereja, Jilid 1 (Jakarta: Obor,
2005), hlm. 157.
[39] KWI, Iman Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 382-383.
[40]Ibid., hal. 383-386.
[41] Bdk. Kis 1:8
[42]
Baca: Lukas 2:10-14 dan Yesaya 9:5-6.
[43]
Baca: Yesaya 11:1-10
[44]
Baca: Matius 5:13-16
[45] Baca: Keluaran 3:7-8 dan Mazmur 69:34.
[46] Baca: Kejadian 9:6 dan Sirakh 17:3-4.
[47]
Baca Matius 26:47-56
[48]
Baca Lukas 6:27-36
[49]
Baca Yohanes 8:32.
[50]
Baca 2 Korintus 5:17-19
[51]
Baca Kejadian 20:13
[52]
Baca Matius 5:21-22
[53]
Gaudium et Spes, Art. 79.
[54]
Gaudium et Spes, Art. 83
[55]
Baca Ulangan 32:39.
[56]
Lihat Gaudium et Spes, Art. 51.
[57]
KHK artinya Kitab Hukum Kanonik.
[58]
Bdk. KUHP pasal 344.
[59]
Baca Matius 20:28; Filipi 2:7.