Rabu, 12 Desember 2012

Materi agama Kelas XI oleh Ronald Maturbongs, S.Fils


YAYASAN PENDIDIKAN DAN PERSEKOLAHAN KATOLIK (YPPK)
KEUSKUPAN MANUKWARI – SORONG
SMA ST. DON BOSCO FAKFAK


PERUTUSAN MURID-MURID YESUS
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK UNTUK SMA/SMK

KELAS XI - SEMESTER I & II


Ronald Maturbongs S.Fils
(Guru Bidang Studi)

DAFTAR ISI


Tema III                      : GEREJA

Semester I

Bagian Pertama           : ARTI dan MAKNA GEREJA
Pelajaran 1                   : Gereja sebagai Umat Allah
Pelajaran 2                   : Gereja sebagai Persekutuan yang Terbuka

Bagian Kedua             : HIERARKI dan AWAM
Pelajaran 3                   : Hierarki dalam Gereja Katolik
Pelajaran 4                   : Hubungan Awam dan Hierarki sebagai Partner Kerja

Bagian Ketiga             : SIFAT-SIFAT GEREJA
Pelajaran 5                   : Gereja yang Satu dan Kudus
Pelajaran 6                   : Gereja yang Katolik dan Apostolik

Bagian Keempat         : TUGAS-TUGAS GEREJA
Pelajaran 7                   : Gereja yang Menguduskan (Liturgia)
Pelajaran 8                   : Gereja yang Mewartakan Kabar Gembira (Kerygma)
Pelajaran 9                   : Gereja yang Melayani (Diakonia)
Pelajaran 10                 : Gereja yang Menjadi Saksi Kristus (Martyria)

Semester II

Bagian Kelima            : GEREJA dan DUNIA
Pelajaran 11                 : Gerejan dan Dunia
Pelajaran 12                 : Ajaran Sosial Gereja
Pelajaran 13                 : Keterlibatan Gereja dalam Membangun Dunia yang Damai dan Sejahtera

Bagian Keenam           : HAK ASASI MANUSIA
Pelajaran 14                 : Hak Asasi Manusia
Pelajaran 15                 : Perjuangan Menegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pelajaran 16                 : Kekerasan dan Budaya Kasih
Pelajaran 17                 : Menghargai Hidup
Pelajaran 18                 : Aborsi
Pelajaran 19                 : Bunuh Diri dan Euthanasia
Pelajaran 20                 : Narkoba dan HIV/AIDS

TEMA III GEREJA


BAGIAN PERTAMA
ARTI & MAKNA GEREJA

1.      Arti dan Makna Gereja
Gereja Katolik adalah Gereja yang benar, yang didirikan oleh Yesus Kristus, yang para anggotanya saling dipersatukan dalam ikatan persekutuan rohani: setia kepada Paus serta para uskup yang bersatu dengannya, satu dalam iman dan kepercayaan, satu dalam perayaan ibadat. Gereja merupakan misteri, sakramen keselamatan dan Umat Allah yang dalam perjalanan ziarah bersama menuju kehidupan kekal.[1]
Kata Gereja berasal dari bahasa Protugis: igreja, yang berasal dari bahasa Yunani: εκκλησία (ekklêsia) yang berarti dipanggil keluar (ek= keluar; klesia dari kata kaleo= memanggil); kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia) memiliki beberapa arti:
·         Arti pertama ialah 'umat' atau lebih tepat persekutuan orang Kristen. Arti ini diterima sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi, gereja pertama-tama bukanlah sebuah gedung. Gereja (untuk arti yang pertama) terbentuk 50 hari setelah kebangkitan Yesus Kristus pada hari raya Pentakosta, yaitu ketika Roh Kudus yang dijanjikan Allah diberikan kepada semua yang percaya pada Yesus Kristus.
·         Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat Kristen. Bisa bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di hotel, maupun tempat rekreasi.
·         Arti ketiga ialah mazhab (aliran) atau denominasi dalam agama Kristen. Misalnya: Gereja Katolik, Gereja Protestan, dll.
·         Arti keempat ialah lembaga (administratif). Contoh kalimat “Gereja menentang perang Irak”.
·         Arti terakhir adalah sebuah rumah ibadah umat Kristen, di mana umat bisa berdoa atau bersembahyang.

Pemahaman tentang Gereja juga bisa dilihat dalam arti rohani dan arti fisik. Berdasarkan artinya itu, maka Gereja adalah:
a.      Arti Rohani:
·         Umat yang dipanggil Tuhan
·         Persekutuan semua orang di seluruh dunia yang percaya akan Yesus Kristus itu Putra Allah dan satu-satunya Penyelamat kita.
·         Himpunan yang didalamnya terdapat Umat Allah, Tubuh Kristus dan Bait Roh Kudus ( bdk 1 Kor 10:32, 11:17-22, 15:9 ).
·         Himpunan orang-orang yang digerakan untuk berkumpul oleh Firman Allah, yakni berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang diberi santapan dengan Tubuh Kristus menjadi Tubuh Kristus.[2]

b.      Arti Fisik; bangunan tempat ibadah persekutuan Umat yang beriman kepada Kristus.

Bagi Paulus, Gereja adalah jemaat setempat namun juga mempunya arti universal. Karena itu, didalam jemaat setempat terwujudlah Gereja Allah. Dalam pemahaman gereja Paulus, orang tidak pergi ke Gereja untuk beribadat. Perayaan bersama adalah Gereja, oleh karena perayaan itu tidak lain dari pada “berkumpul sebagai jemaat” orang tidak berkumpul untuk ibadah atau untuk taurat. Hidup jemaat dalam kondisi persaudaraan yang bertujuan untuk komunikasi iman, saling meneguhkan dan menguatkan iman.[3]

2.      Sejarah Singkat Tentang Gereja (khususnya Indonesia)
Sejarah Gereja Katolik meliputi rentang waktu selama hampir dua ribu tahun. Sejarah Gereja Katolik merupakan bagian integral Sejarah kekristenan secara keseluruhan. Istilah Gereja Katolik yang digunakan secara khusus untuk menyebut Gereja yang didirikan di Yerusalem oleh Yesus dari Nazaret (sekitar tahun 33 Masehi) dan dipimpin oleh suatu suksesi apostolik yang berkesinambungan melalui Santo Petrus Rasul Kristus, dikepalai oleh Uskup Roma sebagai pengganti St. Petrus, yang kini umum dikenal dengan sebutan Paus.
"Gereja Katolik" diketahui pertama kali digunakan dalam surat dari Ignatius dari Antiokhia pada tahun 107, yang menulis bahwa: "Di mana ada uskup, hendaknya umat hadir di situ, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, Gereja Katolik hadir di situ."
Sejarah perkembangan Gereja dibagi menjadi 4 tahap antara lain:
·         Masa Yesus: kehadiran Yesus di dunia adalah sebagai awal lahirnya Gereja. Perkembangan gereja pada masa ini tampak dari percakapan Yesus dan Petrus: "Sebab itu ketahuilah, engkau Petrus, batu kuat. Dan diatas alas batu inilah aku akan membangun gereja-Ku yang tidak dapat dikalahkan: sekalipun oleh maut!" ( bdk Mat 16:18).

·         Masa Para Rasul: Perkembangan gereja pada masa ini sampai pada tahap mendirikan perkumpulan Jemaat Perdana yang juga disebut Gereja Perdana. Mereka selalu bertekun pada ajaran para Rasul, berkumpul, berdoa, dan memecahkan roti bersama. Mereka menganggap segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Mereka juga membagikan harta sesuai dengan keperluan. Yang paling berperan di masa ini adalah St. Petrus. Setelah Yesus wafat, Petrus menjadi sosok yang beriman dan pemberani.

·         Masa Sesudah Para Rasul: Masa ini Gereja sudah berpusat di Roma, tempat wafatnya St.Petrus. Pemimpin gereja yang pertama adalah St.Petrus. Penerus St. Petrus disebut "Uskup Roma" atau "Paus".

·         Masa Sekarang (di Indonesia):[4]Sejarah Gereja Katolik di Indonesia berawal dari kedatangan bangsa Portugis ke kepulauan Maluku. Orang pertama yang menjadi Katolik adalah orang Maluku, Kolano (kepala kampung) Mamuya (sekarang di Maluku Utara) yang dibaptis bersama seluruh warga kampungnya pada tahun 1534 setelah menerima pemberitaan Injil dari Gonzalo Veloso, seorang saudagar Portugis.
Salah satu pendatang di Indonesia itu adalah Santo Fransiskus Xaverius, yang pada tahun 1546 sampai 1547 datang mengunjungi pulau Ambon, Saparua dan Ternate. Ia juga membaptis beberapa ribu penduduk setempat. Beberapa era sejarah Katolik yang ada di Indonesia sebagai berikut:
a.      Era VOC
Sejak kedatangan dan kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Indonesia tahun 1619-1799, akhirnya mengambil alih kekuasaan politik di Indonesia, Gereja Katolik dilarang secara mutlak dan hanya bertahan di beberapa wilayah yang tidak termasuk VOC yaitu Flores dan Timor.
Para penguasa VOC beragama Protestan, maka mereka mengusir imam-imam Katolik yang berkebangsaan Portugis dan menggantikan mereka dengan pendeta-pendeta Protestan dari Belanda. Banyak umat Katolik yang kemudian diprotestankan saat itu, seperti yang terjadi dengan komunitas-komunitas Katolik di Amboina.
Imam-imam Katolik diancam hukuman mati, kalau ketahuan berkarya di wilayah kekuasaan VOC. Pada 1924, Pastor Egidius d'Abreu SJ dibunuh di Kastel Batavia pada zaman pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, karena mengajar agama dan merayakan Misa Kudus di penjara.
Pastor A. de Rhodes, seorang Yesuit Perancis, pencipta huruf abjad Vietnam, dijatuhi hukuman berupa menyaksikan pembakaran salibnya dan alat-alat ibadat Katolik lainnya di bawah tiang gantungan, tempat dua orang pencuri baru saja digantung, lalu Pastor A. de Rhodes diusir (1646).
Yoanes Kaspas Kratx, seorang Austria, terpaksa meninggalkan Batavia karena usahanya dipersulit oleh pejabat-pejabat VOC, akibat bantuan yang ia berikan kepada beberapa imam Katolik yang singgah di pelabuhan Batavia. Ia pindah ke Makau, masuk Serikat Jesus dan meninggal sebagai seorang martir di Vietnam pada 1737.
Pada akhir abad ke-18 Eropa Barat diliputi perang dahsyat antara Perancis dan Britania Raya bersama sekutunya masing-masing. Simpati orang Belanda terbagi, ada yang memihak Perancis dan sebagian lagi memihak Britania, sampai negeri Belanda kehilangan kedaulatannya. Pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya, Lodewijk atau Louis Napoleon, seorang Katolik, menjadi raja Belanda. Pada tahun 1799 VOC bangkrut dan dinyatakan bubar.

b.      Era Hindia-Belanda
Perubahan politik di Belanda, khususnya kenaikan tahta Raja Lodewijk, seorang Katolik, membawa pengaruh yang cukup positif. Kebebasan umat beragama mulai diakui pemerintah. Pada tanggal 8 Mei 1807 pimpinan Gereja Katolik di Roma mendapat persetujuan Raja Louis Napoleon untuk mendirikan Prefektur Apostolik Hindia Belanda di Batavia.
Pada tanggal 4 April 1808, dua orang Imam dari Negeri Belanda tiba di Jakarta, yaitu Pastor Jacobus Nelissen, Pr dan Pastor Lambertus Prisen, Pr. Yang diangkat menjadi Prefek Apostolik pertama adalah Pastor J. Nelissen, Pr.
Gubernur Jendral Daendels (1808-1811) berkuasa menggantikan VOC dengan pemerintah Hindia Belanda. Kebebasan beragama kemudian diberlakukan, walaupun agama Katolik saat itu agak dipersukar. Imam saat itu hanya 5 orang untuk memelihara umat sebanyak 9.000 orang yang hidup berjauhan satu sama lainnya. Akan tetapi pada tahun 1889, kondisi ini membaik, di mana ada 50 orang imam di Indonesia. Di daerah Yogyakarta, misi Katolik dilarang sampai tahun 1891.

c.       Van Lith
Misi Katolik di daerah ini diawali oleh Pastor F. van Lith, SJ yang datang ke Muntilan pada tahun 1896. Pada awalnya usahanya tidak membuahkan hasil yang memuaskan, akan tetapi pada tahun 1904 tiba-tiba 4 orang kepala desa dari daerah Kalibawang datang ke rumah Romo dan mereka minta untuk diberi pelajaran agama. Sehingga pada tanggal 15 Desember 1904, rombongan pertama orang Jawa berjumlah 178 orang dibaptis di sebuah mata air Semagung yang terletak di antara dua batang pohon Sono. Tempat bersejarah ini sekarang menjadi tempat ziarah Sendangsono.
Romo van Lith juga mendirikan sekolah guru di Muntilan yaitu Normaalschool di tahun 1900 dan Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) di tahun 1904. Pada tahun 1918 sekolah-sekolah Katolik dikumpulkan dalam satu yayasan, yaitu Yayasan Kanisius. Para imam dan Uskup pertama di Indonesia adalah bekas siswa Muntilan. Pada permulaan abad ke-20 gereja Katolik berkembang pesat.
Pada 1911 Van Lith mendirikan Seminari Menengah. Tiga dari enam calon generasi pertama dari tahun 1911-1914 ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1926 dan 1928, yaitu Romo F.X.Satiman, SJ, A. Djajasepoetra, SJ, dan Alb. Soegijapranata, SJ.

d.      Era Perjuangan Kemerdekaan
Albertus Soegijapranata menjadi Uskup Indonesia yang pertama ditahbiskan pada tahun 1940. Tanggal 20 Desember 1948 Romo Sandjaja terbunuh bersama Frater Hermanus Bouwens, SJ di dusun Kembaran dekat Muntilan, ketika penyerangan pasukan Belanda ke Semarang yang berlanjut ke Yogyakarta dalam Agresi Militer Belanda II. Romo Sandjaja dikenal sebagai martir pribumi dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia.
Mgr. Soegijapranata bersama Uskup Willekens SJ menghadapi penguasa pendudukan pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar Rumah Sakit St. Carolus dapat berjalan terus.Banyak di antara pahlawan-pahlawan nasional yang beragama Katolik, seperti Adisucipto, Agustinus (1947), Ignatius Slamet Riyadi (1945) dan Yos Sudarso (1961).

e.       Era Kemerdekaan
Kardinal pertama di Indonesia adalah Justinus Kardinal Darmojuwono diangkat pada tanggal 29 Juni 1967. Gereja Katolik Indonesia aktif dalam kehidupan Gereja Katolik dunia. Uskup Indonesia mengambil bagian dalam Konsili Vatikan II (1962-1965).
Paus Paulus VI berkunjung ke Indonesia pada 1970. Kemudian tahun 1989 Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Indonesia. Kota-kota yang dikunjunginya adalah Jakarta, Medan (Sumatra Utara), Yogyakarta (Jawa Tengah dan DIY), Maumere (Flores) dan Dili (Timor Timur).


PELAJARAN 1
GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH

A.    Arti dan Makna Gereja sebagai Umat Allah
Istilah “Umat Allah” sudah digunakan dalam Perjanjian Lama yang kemudian dimunculkan dan dihidupkan kembali oleh Konsili Vatikan II setelah sekian lama Gereja menjadi terlalu hierarkis; didominasi oleh kaum rohaniwan dan awam yang adalah mayoritas dalam Gereja agak terdesak ke pinggir. Dengan paham Gereja sebagai Umat Allah, diakui kembali kesamaan martabat dan peranan semua anggota Gereja. Semua anggota Gereja memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam hal fungsi.
Menurut Minear, umat Allah adalah umat yang kepadanya Allah mengutus Anak-Nya sebagai Penyelamat dan Raja. Umat Allah tidak lepas dari kelahiran Yesus atau PelayananNya, dan dari pesta Perjamuan Kudus atau Kebangkitan atau bahkan keturunan Roh pada hari Pentakosta.[5] Tetapi juga harus diingat bahwa Umat Allah juga tidak bisa lepas dari perjanjian yang mana aktivitas Allah dalam zaman Abraham dan Musa. Kenyataan ini, tentu tidak mengecualikan realitas pemilihan atau mengurangi makna yang abadi.
Dalam pemahaman ini, Tom Jacobs lebih menyetujui Ekaristi sebagai artian Gereja[6] khususnya dalam artian “umat Allah” atau dengan perjamuan Ekaristi, terbentuklah jemaat. Perayaan ekaristi tertuju pada pembentukan jemaat hal itu jelas dalam 1 Kor 11:22. Bagi paulus, Jemaat Allah sama artinya dengan umat Allah, tetapi dalam kata Yunani, “Umat (Laos) Allah” tidak tepatnya sama dengan “Jemaat (Ekklesia) Allah” dan yang sangat menyolok, “umat Allah yang dipakai oleh Paulus, hanya dipakai untuk kutipan-kutipan Perjanjian Lama
Geraja sebagai Umat Allah memiliki ciri khasnya yakni:
1.      Umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.
2.      Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk Allah dan untuk misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.
3.      Hubungan antara Allah dan umatNya dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus menaati perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-janjiNya.
4.      Umat Allah selalu dalam perjalanan melewati padang pasir menuju Tanah Terjanji.
Dalam Perjanjian Baru, Gereja merupakan satu Umat Allah yang sehati sejiwa, seperti yang ditunjukkan oleh Umat Purba.[7] Gereja harus merupakan seluruh umat, bukan hanya hierarki saja dan awam seolah-olah hanya merupakan tambahan, pendengar dan pelaksana. Singkatnya: Gereja hendaknya MENGUMAT.

B.     Dasar dan Konsekuensi Gereja yang Mengumat
1.      Dasar dari Gereja yang Mengumat
Setiap orang dipanggil untuk melibatkan diri secara penuh dalam kehidupan Umat Allah atau MENGUMAT. Mengapa harus demikian?
a.       Hidup  mengumat pada dasarnya merupakan hakikat dari Gereja itu sendiri, sebab hakekat Gereja adalah persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup Umat Purba.[8]
b.      Dalam hidup mengumat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima dan digunakan bagi kekayaan seluruh Gereja. Hidup Gereja yang terlalu menampilkan segi organisatoris dan structural dapat mematikan banyak karisma dan karunia yang muncul dari bawah.[9]
c.       Dalam hidup mengumat, semua orang yang merasa menghayati martabat yang sama akan bertanggungjawab secara aktif dalam fungsinya masing-masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada dunia.[10]

2.      Konsekuensi dari Gereja yang Mengumat
a.      Konsekuensi bagi Pimpinan Gereja (Hierarki)
·         Menyadari fungsi pimpinan sebagai fungsi pelayanan. Pimpinan bukan di atas umat, tetapi di tengah umat.
·         Harus peka untuk melihat dan mendengar karisma dan karunia-karunia yang bertumbuh di kalangan umat.

b.      Konsekuensi bagi setiap Anggota Umat
·         Menyadari dan menghayati persatuannya dengan umat lain. Orang tak dapat menghayati kehidupan imannya secara individu saja.
·         Aktif dalam kehidupan mengumat, menggunakan segala karisma, karunia dan fungsi yang dipercayakan kepadanya untuk kepentingan dan misi Gereja di tengah masyarakat. Semua bertanggung jawab dalam hidup dan misi Gereja.

c.       Konsekuensi bagi Hubungan Awam dan Hierarki
·         Paham Gereja sebagai Umat Allah jelas membawa konsekuensi dalam hubungan antara hierarki dan kaum awam. Kaum awam bukan lagi pelengkap penyerta, melainkan partner hierarki.
·         Awam dan hierarki memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam hal fungsi.



PELAJARAN 2
GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN YANG TERBUKA

A.    Model-model Gereja
1.      Gereja Institusional Hierarkis Piramidal
Model Gereja institusional hierarkis pyramidal sangat menonjol dalam hal-hal berikut:
a.       Orgnasisasi (lahiriah) yang berstruktur pyramidal tertata rapi.
b.      Kepemimpinan tertahbis atau hierarki hampir identik dengan Gereja itu sendiri. Suatu institusi, apalagi institusi besar seperti Gereja Katolik, tentu membutuhkan kepemimpinan yang kuat.
c.       Hukum dan peraturan digunakan untuk menata dan menjaga kelangsungan suatu institusi. Suatu institusi, apalagi yang berskala besar, tentu saja membutuhkan hukum dan peraturan yang jelas.
d.      Sikap yang agak triumfalistik dan tertutup. Gereja merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan. Extra Ecclesiam Nulla Salus atau diluar Gereja tidak ada keselamatan.

2.      Gereja sebagai Persekutuan Umat
Model Gereja sebagai Persekutuan Umat sangat menonjol dalam hal-hal berikut:
a.       Hidup persaudaraan karena iman dan harapan yang sama. Persaudaraan ini adalah persaudaraan kasih.
b.      Keikutsertaan semua umat dalam hidup menggereja. Bukan saja hierarki dan biarawan dan biarawati yang harus aktif dalam hidup menggeraja, tetapi seluruh umat.
c.       Hukum dan peraturan memang perlu, tetapi dibutuhkan pula peranan hati nurani dan tanggung jawab pribadi.
d.      Sikap miskin, sederhana dan terbuka. Rela berdialog dengan pihak mana saja, sebab Gereja yakin bahwa di luar Gereja Katolik terdapat pula kebenaran dan keselamatan.

B.     Keanggotaan dalam Gereja sebagai Persekutuan Umat
Gereja sebagai Persekutuan Umat Allah untuk membangun Kerajaan Allah di bumi ini.Semua anggota memiliki martabat yang sama, namun berbeda dari segi fungsinya.

1.      Golongan Hierarki
Hierarki adalah orang-orang yang ditahbiskan untuk tugas kegembalaan.Mereka menjadi pemimpin dan pemersatu umat, sebagai tanda efektif dan nyata dari otoritas Kristus sebagai kepala umat. Tugas-tugas hierarki adalah sebagai berikut:
a.       Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hierarki mempersatukan umat dalam iman, tidak hanya dengan petunjuk, nasehat dan teladan tetapi juga dengan kewibawaan dan kekuasaan kudus.[11]
b.      Menjalankan tugas-tugas gerejani, seperti merayakan sakramen, mewartakan sabda dan sebagainya.


2.      Biarawan-biarawati
Seorang biarawan/biarawati adalah anggota umat yang dengan mengucapkan kaul kemiskinan, ketaatan dan keperawanan ingin selalu bersatu dengan Kristus dan menerima pola nasib hidup Yesus Kristus secara radikal dan dengan demikian mereka menjadi tanda nyata dari hidup dalam Kerajaan Allah kelak. Kaul-kaul adalah sesuatu yang khas dalam kehidupan membiara. Dengan menghayati kaul-kaul kebiaraan itu, para biarawan/biarawati menjadi tanda:
a.       Yang mengingatkan kita bahwa kekayaan, kekuasaan dan hidup keluarga walaupun sangat bernilai, tetapi tidak absolut dan abadi, maka kita tidak boleh mendewa-dewakannya.
b.      Yang mengarahkan kita pada Kerajaan Allah dalam kepenuhannya kelak.

3.      Kaum Awam
Kaum awam adalah semua orang beriman Kristen yang tidak termasuk dalam golongan tertahbis dan biarawan-biarawati. Mereka adalah orang-orang yang dengan pembaptisan menjadi anggota Gereja dan dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi dan raja.
Bagi kaum awam, ciri keduniaan adalah khas dan khusus. Mereka mengemban kerasulan dalam tata dunia, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, entah sebagai ayah-ibu, sebagai petani, pedagang, camat, polisi dan sebagainya.

C.    Gereja sebagai Persekutuan Umat dalam Terang Kitab Suci (Kis 4:32-37)
·         Kutipan Kitab Suci: Kis 4:32-37

Cara Hidup Jemaat Perdana

32Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. 33Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. 34Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu dan hasil penjualan itu mereka bawa 35dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.
36Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus. 37Ia menjual ladang miliknya lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.

·         Pejelasan:
Santo Lukas dalam kutipan Kitab Suci (Kis 4:32-37) di atas memberikan gambaran yang ideal terhadap komunitas/persekutuan Jemaat Perdana. Cara hidup Jemaat Perdana berupa kebersamaan dan mengganggap semua adalah milik bersama mengungkapkan persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang pokok adalah bahwa semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun menyimpan kekayaan bagi dirinya sendiri sementara yang lain berkekurangan.
Sikap dan cara hidup Jemaat Perdana dapat menjadi inspirasi hidup bagi kita sekarang ini. Semangat persaudaraan dalam kehidupan bersama adalah hal yang penting dalam hidup bermasyarakat. Kebersamaan kita dalam hidup menggereja tidak boleh terbatas pada hal-hal rohani seperti doa, perayaan ibadat, kegiatan-kegiatan pembinaan iman, tetapi juga harus menyentuh kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya.

D.    Gereja sebagai Persekutuan Umat yang Bersifat Terbuka
Gereja hadir di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk dunia. Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan dari murid-murid Yesus (Gereja).[12] Singkatnya, Gereja hendaknya menjadi Sakramen Keselamatan bagi dunia.
Beberapa cara yang dilakukan Gereja untuk menunjukkan keterbukaannya antara lain:
1.      Gereja selalu siap untuk berdialog dengan agama dan budaya mana saja untuk saling mengenal, menghargai dan memperkaya.
2.      Gereja membangun kerja sama dengan para pengikut agama-agama lain demi pembangunan hidup manusia dan peningkatan martabat manusia.
3.      Berpartisipasi secara aktif dan bekerja sama dengan siapa saja dalam membangun masyarakat yang adil, damai dan sejahtera.



BAGIAN KEDUA
HIERARKI & AWAM

Gereja adalah persekutuan yang semua anggotanya sungguh-sungguh sederajat martabatnya, sederajat pula kegiatan umum dalam membangun Tubuh Kristus (LG 31). Ada fungsi khusus dalam Gereja yang diemban oleh hierarki, ada corak hidup khusus yang dijalani biarawan/wati, ada fungsi dan corak hidup keduniaan yang menjadi medan khas para awam. Tetapi yang pokok adalah iman yang sama akan Allah dalam Kristus oleh Roh Kudus. Yang umum lebih penting daripada yang khusus.

1.      Hierarki
Kata hierarki berasal dari bahasa Yunani “hierarchy” yang berarti jabatan (hieros) suci (archos). Itu berarti bahwa yang termasuk dalam hierarki adalah mereka yang mempunyai jabatan karena mendapat penyucian melalui tahbisan. Dan orang yang termasuk hieraki disebut sebagai para tertahbis.
Namun, pada umumnya hierarki diartikan sebagai tata susunan. Hieraki sebagai pejabat umat beriman kristiani dipanggil untuk menghadirkan Kristus yang tidak kelihatan sebagai tubuhNya, yaitu Gereja. Dalam tingkatan hieraki tertahbis (hierarchia ordinis), Gereja terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon (KHK 330-572). Menurut tata susunan yuridiksi (hierarchia yurisdictionis), yurisdiksi ada pada Paus dan para Uskup yang disebut kolegialitas. Kekhasan hierarki terletak pada hubungan khusus mereka dengan Kristus sebagai gembala umat.
Struktur hierarki bukanlah suatu yang ditambahkan atau dikembangkan dalam sejarah Gereja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II, struktur itu dikehendaki Tuhan dan akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah hierarki di bawah ini:
a.      Jaman Para Rasul
Awal perkembangan hirarki adalah kelompok kedua belas rasul. Kelompok inilah yang pertama-tama disebut rasul. Rasul atau “apostolos” adalah utusan. Akan tetapi setelah kebangkitan Kristus, sebutan rasul tidak hanya untuk kelompok kedua belas, melainkan juga utusan-utusan selain kelompok kedua belas itu. Bahkan akhirnya, semua “utusan jemaat” (2Kor8:22) dan semua “utusan Kristus” (2Kor 5:20) disebut rasul. Lama kelamaan, kelompok rasul lebih luas dari pada kelompok kedua belas rasul. Sesuai dengan namanya, rasul diutus untuk mewartakan iman dan memberi kesaksian tentang kebangkitan Kristus.

b.      Jaman sesudah Para Rasul
Setelah kedua belas rasul tidak ada, muncul aneka sebutan, seperti “penatua-penatua” (Kis 15:2), dan “rasul-rasul”, “nabi-nabi”, pemberita-pemberita Injil”, gembala-gembala”, “pengajar” (Ef 4:11), “episkopos” (Kis 20:28), dan “diakonos” (1Tim 4:14). Dari sebutan itu ada banyak hal yang tidak jelas arti dan maksudnya. Namun pada akhir perkembangannya, ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia yang mengenal sebutan “penilik” (episkopos), “penatua” (prebyteros), dan “pelayan” (diakonos). Struktur inilah yang selanjutnya menjadi struktur hierarki Gereja yang menjadi Uskup, Imam, dan diakon. Di sini yang penting, bukanlah kepemimpinan Gereja yang terbagi atas aneka fungsi dan peran, melainkan bahwa tugas pewartaan para rasul lama-kelamaan menjadi tugas kepemimpinan jemaat.

2.      Awam
Kaum awamadalah semua orang kristen yang tidak termasuk dalam golongan tertahbis dan biarawan biarawati, yaang adalah orang-orang yang yang dengan pembaptisan menjadi anggota gereja dan dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi, dan raja.
Kaum Awam dapat di definisikan secara:
·         Definisi teologis: Awam adalah warga negara yang tidak ditahbiskan. Jadi awam meliputi biarawan seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci.
·         Definisi tipologis: Awam adalah warga gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan biarawati.
Bagi kaum awam, perutusan Gereja Katolik bukan saja dibidang liturgi dan pewartaan, tetapi juga dibidang pengembalaan. Misalnya sebagai:[13]
ü  Pengurus Dewan Paroki Tugasnyaadalah memikirkan, merencanakan, memutuskan dan mempertanggung-jawabkan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan dan karya paroki. Misalnya kegiatan pewartaan sabda, perayaan liturgi dan membangun masyarakat.
ü  Pengurus Wilayah atau Stasi Tugasnya adalah mengkoordinasi kegiatan antar lingkungan yang berada didalam wilayah Dewan Parokinya.
ü  Pengurus Lingkungan Tugasnya adalah menampung dan menyalurkan masalah-masalah yang ada di lingkungan kepada Dewan Paroki atau Pastor Parokinya. Juga mengadakan pendataan dalam lingkungan atau kelompok dan mengadakan pertemuanbersama dengan Pengurus Kelompok.
ü  Pengurus Kelompok Tugasnya adalah menjadi tumpuan utama dan pertama untuk mengembangkan kehidupan umat Katolik. Merekalah yang melakukan berbagai program lingkungan dalam rangka pembinaan umat.


PELAJARAN 3
HIRARKI DALAM GEREJA KATOLIK

A.    Panggilan dan Pilihan Tuhan untuk menjadi Gembala Umat Allah dalam Terang Kitab Suci
·         Kutipan Kitab Suci: Yoh 21:15-19

Gembalakanlah Domba-dombaKu

15Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.” 16Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
17Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku. 18Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." 19Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku."
·         Penjelasan:
Yesus memilih Petrus menjadi gembala dan pemimpin umatNya.Walaupun Petrus sering ceroboh bahkan pernah menyangkalNya sampai tiga kali.Pemilihan Petrus oleh Tuhan sungguh berdasarkan kasih karuniaNya semata.Manusia tidak memiliki andil apa-apa untuk itu.
Yang dituntut oleh Tuhan dari Petrus (dan semua penggantinya) hanyalah kasih.Kasih dapat menghapus banyak dosa. Mungkin Tuhan berpikir seorang pemimpin yang tahu kelemahannya akan bersikap penuh pengertian dalam memimpin orang lain. Petrus banyak belajar dari kelemahannya.Yang penting, cintanya kepada Tuhan tidak diragukan.
Dengan demikian, seorang pemimpin Gereja atau gembala dalam Gereja adalah orang yang sangat mengasihi Yesus dan bersedia menyerahkan nyawanya untuk Yesus dan umat gembalaannya.

B.     Dasar, Struktur, Fungsi dan Corak Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja Katolik
1.      Dasar Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja
Kepemimpinan dalam Gereja pada dasarnya diserahkan kepada hierarki yang berasal dari Kristus sendiri.Konsili mengajarkan bahwa “atas penetapan Ilahi, para uskup menggantikan para rasul sebagai penggembala Gereja”.[14] Konsili juga mengajarkan dan mengatakan bahwa Yesus Kristus, Gembala kekal, telah mendirikan Gereja kudus, dengan mengutus para rasul seperti Ia sendiri diutus oleh Bapa.[15]Para pengganti mereka yakni para uskup dikehendakiNyamenjadi gembala dalam GerejaNya hingga akhir zaman.[16]Dengan demikian, dasar dari kepemimpinan dalam Gereja adalah berasal dari kehendak Tuhan.

2.      Struktur Kepemimpinan (Hierarki) dalam Gereja
a.      Dewan Para Uskup dengan Paus sebagai Kepalanya
Para uskup adalah pengganti para rasul.Tugas dari dewan para uskup adalah menggantikan dewan para rasul dan yang memimpin Gereja adalan dewan para uskup. Ketika Kristus mengangkat dua belas rasul, Ia membentuk mereka menjadi semacam dewan atau badan yang tetap. Sebagai ketua dewan, diangkatNya Petrus yang dipilih dari antara mereka.
Sama seperti Santo Petrus dan para rasul lainnya yang atas penetapan Tuhan merupakan satu dewan para rasul, demikian pula Paus, pengganti Petrus, bersama para uskup, pengganti rasul, merupakan suatu himpunan yang serupa.

b.      Paus
Konsili Vatikan II menegaskan: “Adapun dewan atau badan para uskup hanyalah berwibawa, bila bersatu dengan imam agung di Roma, pengganti Petrus, sebagai kepalanya dan selama kekuasaan primatnya terhadap semua baik para gembala maupun kaum beriman, tetap berlaku seutuhnya.” Sebab Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai wakil Kristus dan gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan universal terhadap Gereja dan kuasa itu selalu dapat dijalankan dengan bebas.[17]
Kristus mengangkat Santo Petrus menjadi pemimpin para rasul.Paus, pengganti Petrus, adalah pemimpin para uskup.

c.       Uskup
Konsili Vatikan II merumuskan dengan jelas: “Masing-masing uskup menjadi asas dan dasar kelihatan bagi kesatuan dalam Gerejanya”.[18]Tugas pokok uskup adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas pemersatu itu dibagi menjadi tiga khusus yakni: tugas pewartaan, perayaan dan pelayanan. Tugas utama para uskup adalah pewartaan Injil.[19]Uskupyaitu memimpin umat dalam kalangan pastoral keuskupan.

d.      Pembantu Uskup: Imam dan Diakon
·         Para Imam adalah wakil uskup disetiap jemaat setempat.Tugas konkret para imam adalah pewartaan, perayaan dan pelayanan umat.Para imam ditahbiskan untuk mewartakan Injil dan menggembalakan umat beriman.
Imam merupakan “penolong dan organ para uskup” (Lumen Gentium 28) Didalam Gereja Katolik ada imam diosesan (sebutan yang sering dipakai imam praja) dan imam religius (ordo atau kongregasi).Imam diosesan adalah imam keuskupan yang terikat dengan salah satu keuskupan tertentu dan tidak termasuk ordo atau kongregasi tertentu. Imam religius (misalnya SJ, MSF, OFM, dsb) adalah imam yang tidak terikat dengan keuskupan tertentu, melainkan lebih terikat pada aturan ordo atau kongregasinya.[20]
·         Para Diakon; tingkat hierarki yang lebih rendah terdapat para diakon yang ditumpangi tangan bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan.[21]Diakon adalah pembantu Uskup dan Imam dalam pelayanan terhadap umat beriman. Mereka ditahbiskan untuk mengambil bagian dalam imamat jabatan. Karena tahbisannya ini, maka seorang diakon masuk dalam kalangan hirarki. Di Gereja Katolik ada 2 macam Diakon, yaitu: 1) mereka yang dipersiapkan untuk menerima tahbisan Imam. 2) mereka yang menjadi Diakon untuk seumur hidupnya tanpa menjadi Imam.[22]

Catatan: “Kardinal”, Kardinal bukan jabaran hirarkis dan tidak termasuk struktur hirarkis. Kardinal adalah penasehat Paus dan membantu Paus dalam tugas reksa harian seluruh Gereja. Mereka membentuk suatu dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih Paus dibatasi 120 orang yang di bawah usia 80 tahun. Seorang Kardinal dipilih oleh Paus secara bebas.Kardinal adalah merupakan gelar kehormatan. Kata “kardinal” berasal dari kata Latin”cardo” yang berarti “engsel”, dimana seorang Kardinal dipilih menjadi asisten-asisten kunci dan penasehat dalam berbagai urusan gereja. Kardinal dapat dipilih dari kalangan Imam ataupun Uskup. Di Indonesia telah ada 2 orang Kardinal, yaitu Yustinus Kardinal Darmojuwono Pr (alm.) dan Julius Kardinal Darmaatmaja SJ.

3.      Fungsi Khusus Hierarki
Fungsi khusus hirarki adalah:
a.       Menjalankan tugas gerejani yakni tugas-tugas yang secara langsung dan eskplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja seperti melayani sakramen-sakramen, mengajar agama dan sebagainya.
b.      Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hirarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan.

4.      Corak Kepemimpinan dalam Gereja
a.       Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus, dimana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Oleh sebab itu, kepemimpinan dalam Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan suatu bakat, kecakapan atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diperjuangkan oleh manusia, tetapi di dalam Gereja tidaklah demikian.
b.      Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri. Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan untuk melayani, bukan untuk dilayani. Kepemimpinan untuk menjadi orang yang terakhir bukan yang pertama. Kepemimpinan untuk mencuci kaki sesama saudara.
c.       Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapus oleh manusia.


PELAJARAN 4
HUBUNGAN AWAM & HIERARKI SEBAGAI PARTNER KERJA

A.    Awam dan Kerasulan Awam
1.      Arti dan Pengertian tentang Awam
Kaum awam adalah semua orang beriman kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja.[23]
Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen resmi Gereja ada dua macam:
a.       Definisi teologis: awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi awam meliputi biarawan seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci.
b.      Definisi tipologis: awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan/biarawati. Maka dari itu, awam tidak mencakup para bruder dan suster.


2.      Peranan Awam
a.      Kerasulan dalam Tata Dunia
Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah.Awam dalam kehidupan sehari-hari hendaknya menggunakan fungsi dan perannya dalam masyarakat dan keluarga untuk mewartakan Kerajaan Allah.Status dan jabatan serta pekerjaan yang dimiliki harus digunakan sebaik-baiknya dalam menata dunia agar menjadi lebih baik.

b.      Kerasulan dalam Gereja
Awam hendaknya berpartisipasi dalam kegiatan Gereja bersama-sama hierarki membangun Gereja. Awam hendaknya turut berpartisipasi dalam tri tugas Gereja:
·         Tugas sebagai nabi, pewartaan sabda, seorang awam dapat:
ü  Mengajar agama, sebagai katekis atau guru agama.
ü  Memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman.
·         Tugas sebagai imam, menguduskan, seorang awam dapat:
ü  Memimpin doa dalam pertemuan-pertemuan umat.
ü  Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadat.
ü  Membagi komuni sebagai prodiakon.
ü  Menjadi pelayan altar.
·         Tugas sebagai raja, memimpin atau melayani, seorang awam dapat:
ü  Menjadi anggota dewan paroki
ü  Menjadi ketua stasi, ketua lingkungan atau wilayah.
ü  Menjadi ketua mudika, sekami dan organisasi gerjani lainnya.

B.     Hubungan Awam dan Hierarki
1.      Gereja adalah Umat Allah
Konsili Vatikan II menegaskan bahwa semua anggota Umat Allah memiliki martabat yang sama. Yang berbeda adalah fungsinya.Keyakinan ini dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen gereja. Tidak boleh ada klaim bahwa komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja Kristus dan menyepelekan komponen lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan secara konsekwen dalam hidup dan karya semua anggota Gereja.

2.      Setiap Komponen Gereja Memiliki Fungsi yang Khas
Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas.Hierarki bertugas memimpin (atau lebih tepat melayani) dan mempersatukan seluruh Umat Allah. Biarawan/wati dengan kaul-kaulnya bertugas mengarahkan umat Allah kepada dunia yang akan datang (eskatologi). Para awam bertugas merasul dalam tata dunia ini.Mereka harus menjadi rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat ipoleksosbudhankamnas.


3.      Kerja Sama
Walaupun tiap komponen Gereja memiliki fungsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang dan kegiatan tertentu, lebih dalam kerasulan internal gereja yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerjasama dari semua komponen. Dan hal ini hendaknya hierarki tampil sebagai pelayanan yang memimpin dan mempersatukan. Pimpinan tertahbis, yaitu dewan diakon, dewan uskup yang bertugas menyatukan rupa-rupa, jenis dan fungsi pelayanan yang ada.Hierarki berperan memelihara keseimbangan dan persatuan diantara sekian banyak pelayanan.Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta memelihara keseluruhan visi, misi dan reksa pastoral. Karena itu, tidak mengherankan bahwa di antara mereka yang termasuk dalam dewan hierarki bertanggung jawab memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan sakramen.


BAGIAN KETIGA
SIFAT-SIFAT GEREJA

Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil dan dihimpun oleh Allah sendiri, oleh karena itu disadari pula bahwa Gereja adalah suatu persekutuan yang khas. Mulai dari jaman yang langsung menyusul era rasul, Gereja diyakini mempunyai keempat sifat yaitu:
·        Gereja itu “satu” karena Roh Kudus yang mempersatukan para anggota jemaat satu sama lain, dan juga dengan kepala jemaat yang kelihatan, yakni uskup; lagi pula mempersatukan para uskup satu sama lain dengan pusatnya di Roma.
·        Gereja itu “kudus” karena berkat Roh Kudus yang menjiwaiNya, Gereja bersatu dengan Tuhan, satu-satunya yang dari diriNya sendiri kudus.
·        Gereja itu “katolik”, “menyeluruh”, “am” atau “umum” karena tersebar di seluruh dunia sehingga mencakup semua.
·        Gereja itu “apostolik” karena warganya dikatakan “anggota umat Allah” jika bersatu dengan pusat-pusat Gereja yang mengakui diri sebagai tahta para Rasul (apostoloi), seperti Keuskupan Yerusalem (Yakobus), Antiokhia (Petrus), Roma (Petrus), Konstantinopel (Andreas).
Keempat sifat itu memang kait mengait, tetapi tidak merupakan rumus yang siap pakai.Gereja memahaminya dengan merefleksikan dirinya sendiri dengan karya Roh Kudus di dalam dirinya.Gereja itu Ilahi sekaligus insane, berasal dari Yesus dan berkembang dalam sejarah.Gereja itu bersifat dinamis, tidak sekali jadi dan statis, oleh karena itu sifat-sifat Gereja tersebut harus selalu diperjuangkan.[24]





PELAJARAN 5
GEREJA YANG SATU & KUDUS

A.    Gereja yang Satu dan Kudus
1.      Gereja yang Satu
Ciri khas dari Gereja yang satu adalah:
·         Kesatuan iman para anggotanya: kesatuan iman ini bukan kesatuan yang statis, tetapi kesatuan yang dinamis. Iman adala prinsip kesatuan batiniah Gereja.
·         Kesatuan dalam pimpinannya (hierarkis): hierarki mempunyai tugas untuk mempersatukan umat. Hierarki sering dilihat sebagai prinsip kesatuan lahiriah dari Gereja.
·         Kesatuan dalam kebaktian dan kehidupan sakramental: kebaktian dan sakramen-sakramen merupakan ekspresi simbolis kesatuan Gereja itu (Ef 4:3-6).
Gereja yang satu adalah Gereja yang tampak sebagai perwujudan kehendak tunggal Yesus Kristus untuk dalam Roh Kudus tetap hadir kini di tengah manusia untuk menyelamatkan (LG 8).Kesatuan Gereja pertama-tama dinyatakan dalam kesatuan iman (lih. Ef 4:3-6) yang mungkin dirumuskan dan diungkapkan secara berbeda-beda. Kesatuan juga dalam satu Injil, satu baptisan, dan satu jabatan yang dikaruniakan kepada Petrus dan kedua belas rasul. Kesatuan yang hakiki dan konkret diungkapkan oleh Paulus dalam model “tubuh”: Tubuh itu dibentuk dengan babtis dan diaktualisasikan dengan Perayaan Pemecahan Roti (1Kor 10:17).
Kesatuan tidak sama dengan keseragaman sebagai “Bhineka Tunggal Ika”, baik dalam Gereja Katolik sendiri maupun dalam persekutuan ekumenis, sebab kesatuan Gereja bukanlah semacam kekompakan organisasi atau kerukunan sosial. Yang utama bukan soal struktur organisasi yang lebih bersifat lahiriah, tetapi Injil Kristus yang diwartakan, dirayakan, dan dilaksanakan di dalam hidup sehari-hari.
Kristus memang mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul, supaya kolegialitas para rasul tetap satu dan tidak terbagi.Di dalam diri Petrus, Kristus menetapkan asas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang tetap kelihatan.Kesatuan ini tidak boleh dilihat pertama-tama secara universal.Tidak hanya Paus tetapi masing-masing uskup (pemimpin Gereja lokal) menjadi asas dan dasar yang kelihatan dari kesatuan dalam Gereja.
Kristus akan tetap mempersatukan Gereja, tetapi pihak lain disadari pula bahwa perwujudan konkret harus diperjuangkan dan dikembangkan serta disempurnakan terus menerus. Oleh karena itu kesatuan iman mendorong semua orang Kristen supaya mencari “persekutuan” dengan semua saudara seiman.

2.      Gereja yang Kudus
Gereja itu kudus karena sumber dari mana ia berasal, karena tujuan ke mana ia diarahkan, dan karena unsure-unsur Ilahi yang otentik di dalamnya adalah kudus. Ciri khas Gereja yang kudus adalah:
·         Sumber dari mana gereja berasal adalah kudus. Gereja didirikan oleh Kristus. Gereja menerima kekudusannya dari Kristus atas doa-doaNya (lih Yoh 17:11).
·         Tujuan dan arah Gereja dalah kudus. Gereja bertujuan untuk kemuliaan Allah dan penyelamatan umat manusia.
·         Jiwa Gereja adalah kudus, sebab jiwa gereja adalah Roh Kudus sendiri.
·         Unsur-unsur Ilahi yang otentik di dalam Gereja adalah kudus, seperti ajaran-ajaran dan sakramen-sakramen.
·         Anggotanya adalah kudus, karena ditandai oleh Kristus melalui pembabtisan dan diserhakan kepada Kristus serta dipersatukan dalam iman, harapan, dan cinta yang kudus. Semua itu tidak berarti bahwa anggotanya selalu kudus (suci), namun ada juga yang mencapai kekudusan heroik. Semua dipanggil untuk kekudusan.
Gereja yang kudus berarti Gereja menjadi perwujudan kehendak Allah yang Mahakudus untuk sekarang juga mau bersatu dengan manusia dan mempersatukan manusia dalam kekudusanNya (bdk LG 8, 39, 41 dan 48).
Gereja yang kudus itu dipandang sebagai tanda Gereja yang benar. Bahkan sebelum rumusan Syahadat dikenal, orang telah menyebut Gereja sebagai ‘yang kudus”.Hal itu menentukan sikap terhadap para pendosa.
Secara obyektif sifat “kudus” berarti bahwa dalam Gereja adalah sarana keselamatan dan rahmat Tuhan di dunia serta merupakan tanda rahmat yang kudus, yang akan menang secara definitif pada akhir jaman.
Secara subyektif sifat “kudus” berarti bahwa Gereja tak akan kehabisan tanda dan orang kudus (bdk. Ibr 2:1), jadi menyangkut kekudusan subyeknya.
Ajaran ini dipahami bersama dengan ajaran iman bahwa para pendosa itupun anggota Gereja sehingga Gereja tak hanya ada pendosa tetapi adalah pendosa sejauh warganya dan pemukanya memang para pendosa yang masih berdosa dan akan berdosa. Itulah mengapa Gereja harus senantiasa menguduskan diri dengan memperbarui terus menerus (UR 4:6)
Lalu sifat “kudus” juga berarti bahwa Gereja yang dinodai oleh dosa itu tak akan sebegitu dirusak oleh dosa sampai Roh Kudus sama sekali meninggalkan Gereja atau tak kelihatan lagi (Mat 16:18). Sebab, Gereja dijamin Tuhan untuk tak sampai kehilangan rahmatNya kendati berdosa. Dan Roh Kudus itu sendirilah yang akan menjadi jiwa Gereja, sehingga kekudusan tidak tergantung pada anggota Gereja melainkan pada Roh Kudus yang menjadi sumber kekudusan Gereja. Itulah mengapa St. Paulus berkata “atau tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” (1 Kor 6:19).

B.     Memperjuangkan Kesatuan dan Kekudusan Gereja
1.      Memperjuangkan Gereja yang Satu
Konsili Vatikan II menyatakan bahwa “pola dan prinsip terluhur misteri kesatuan Gereja adalah kesatuan Allah yang Tunggal dalam tiga pribadi Bapa, Putra dan Roh Kudus” (UR 2).Kenyataannya, perpecahan dan pemisahan terjadi di dalam Gereja.Memang “Allah telah berkenan menghimpun orang-orang yang beriman akan Kristus menjadi Umat Allah dan membuat mereka menjadi satu Tubuh.Tetapi, bagaimana rencana Allah itu dilaksanakan oleh orang Kristen?
Perpecahan dan keretakan yang terjadi dalam Gereja tentu saja disebabkan oleh perbuatan manusia.Tata susunan sosial Gereja yang tampak melambangkan kesatuannya dengan Kristus (GS 44). Tetapi justru struktur sosial itu sekaligus membedakan (memisahkan) Gereja yang satu dengan yang lain. Umat Kristen kelihatan terpecah belah, justru karena struktur-struktur yang mau menyatakan kesatuan masing-masing kelompok itu.Meski demikian, hampir semua, kendati melalui aneka cara, mencita-citakan satu Gereja yang kelihatan, yang sungguh bersifat universal dan diutus ke seluruh dunia (UR1). Di satu pihak, diimani bahwa Kristus akan tetap mempersatukan Gereja, tetapi di pihak laindisadari bahwa perwujudan konkret harus berkembang dan disempurnakan terus-menerus. Oleh karena itu, kesatuan iman mendorong umat Kristen supaya mencari “persekutuan” (communion) dengan semua saudara dalam iman, walaupun bentuk organisasinya mungkin masih jauh dari kesatuan sempurna.
Kesatuan Gereja pertama-tama harus diwujudkan dalam persekutuan konkret antara umat beriman yang hidup bersama dalam satu Negara atau daerah yang sama. Tuntutan zaman dan tantangan masyarakat merupakan dorongan kuat untuk menggalang kesatuan iman dalam menghadapi tugas bersama. Kesatuan Gereja terarah kepada kesatuan yang jauh melampaui batas-batas Gereja dan terarah kepada semua orang yang “berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni” (2 Tim 2:22).
Semangat kesatuan harus dipupuk dan diperjuangkan oleh setiap umat Kristen sendiri. Usaha yang dapat digalakkan untuk memperkuat persatuan “ke dalam” misalnya:
·         aktif dalam kehidupan Gereja.
·         setia dan taat pada persekutuan umat termasuk hierarki, dsb.
Sedangkan untuk menggalakkan persatuan “antar-Gereja” misalnya
·         lebih bersifat jujur dan terbuka satu sama lain, lebih melihatkan kesamaan daripada perbedaan.
·         mengadakan berbagai kegiatan sosial maupun peribadatan bersama, dsb.
Kesatuan Gereja tidak identik dengan uniformitas.Kesatuan Gereja di luar bidang esensial Injili memungkinkan keanekaragaman.Kesatuan harus lebih tampak dalam keanekaragaman.

2.      Memperjuangkan Gereja yang Kudus
Kekudusan Gereja dijelaskan dalam Konstitusi Lumen Gentium. Dikatakan bahwa “Kita mengimani bahwa Gereja tidak akan kehilangan kesuciannya, sebab, Kristus Putra Allah, yang bersama dengan Bapa dan Roh Kudus dipuji bahwa hanya Dialah kudus, mengasihi Gereja sebagai mempelaiNya” (LG 9). Gereja itu kudus karena kristus, Kepala gereja, membuatnya (anggotanya yang tetap berdosa) kudus.
Kekudusan juga terungkap dengan “aneka cara pada masing-masing orang”. Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang mengikut sertakan Gereja dalam GerakanNya kepada Bapa ole Roh Kudus. Pada taraf misteri Ilahi, Gereja sudah suci: “Di dunia ini, Gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sesungguhnya, meskipun belum sempurna” (LG 48). Ketidaksempurnaan ini menyangkut pelaksanaan insani, sama seperti kesatuannya.
Dalam hal kekudusan yang pokok bukan bentuk pelaksanaannya, melainkan sikap dasarnya.Kudus diartikan sebagai “yang dikuduskan Tuhan”. Jadi, pertama-tama “kudus” itu menyangkut seluruh bidang sacral dan keagamaan. Yang suci bukan hanya tempat, waktu, barang yang dikuduskan Tuhan atau orang, tetapi yang kudus itu Tuhan sendiri. Semua yang lain, barang maupun orang yang disebut “kudus” karena termasuk lingkup kehidupan Tuhan.
Kekudusan tidak datang dari Gereja, tetapi dari Allah yang mempersatukan Gereja dengan Kristus dalam Roh Kudus. Gereja disebut kudus karena Kristus sebagai kepala menguduskan anggotaNya. Jadi, kekudusan Gereja tidak terutama diartikan secara moral, tetapi secara teologial, meyangkut keberadaan dalam lingkup hidup Allah.Anggota Gereja adalah “orang kudus” yang dipanggil untuk hidup secara kudus di tengah-tengah dunia yang tidak mengindahkan Yang Mahakudus.Gereja adalah milik Allah (1Ptr 2:9) dan karenanya kehendak Ilahi harus ditaati di dalam Gereja dan oleh anggotanya.
Usaha yang dapat diperjuangkan menyangkut kekudusan anggota-anggota Gereja, misalnya:
·         saling memberi kesaksian untuk hidup sebagai putra-putri Allah.
·         memperkenalkan anggota-anggota Gereja yang sudah hidup secara heroik untuk mencapai kekudusan.
·         merenungkan dan mendalami Kitab Suci, khususnya ajaran dan hidup Yesus, yang merupakan pedoman dan arah hidup kita, dsb.


PELAJARAN 6
GEREJA YANG KATOLIK & APOSTOLIK

A.    Gereja yang Katolik dan Apostolik
1.      Gereja yang Katolik
Gereja bersifat katolik karena terbuka bagi dunia, tidak sebatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan tertentu, waktu dan golongan masyarakat tertentu. Kekatolikan Gereja tampak dalam:
·         Rahmatdan keselamatan yang ditawarkan.
·         Imandan ajaran Gereja yang bersifat umum (dapat diterima dan dihayati siapapun).
Secara harafiah, kata “katolik” menunjukkan Gereja yang berkembang “di seluruh dunia”.Memang benar, Gereja tersebar ke mana-mana, namun tidak benar bahwa tidak ada tempat yang tidak ada Gereja.
Dalam bahasa Yunani “katolik” berarti menyeluruh atau umum.Ignatius dari Antiokhia yang pertama kali menggunakan istilah ini, mengatakan bahwa “di mana ada uskup, di situ ada jemaat, seperti di mana ada Kristus, di situ ada Gereja “katolik”.Hal ini mau mengatakan bahwa dalam perayaan Ekaristi, yang dipimpin oleh uskup, hadir bukan hanya untuk jemaat setempat tetapi juga seluruh Gereja.Jadi, gagasan pokok bukanlah bahwa Gereja telah tersebar ke seluruh dunia, melainkan bahwa dalam setiap jemaat setempat hadirlah Gereja seluruhnya.
Gereja selalu lengkap atau penuh, artinya tidak ada Gereja setengah-setengah atau sebagian.Gereja setempat (paroki, stasi) bukanlah “cabang” Gereja universal.Setiap Gereja setempat, bahkan setiap perkumpulan orang beriman yang sah, merupakan seluruh Gereja.
Selanjutnya, kata “katolik” dipakai untuk menyebut Gereja yang benar, Gereja universal yang dilawankan dengan sekte-sekte. Kata katolik tidak hanya mempunyai arti geografis (tersebar ke seluruh dunia), tetapi juga “menyeluruh”, dalam arti “lengkap” berkaitan dengan ajarannya, serta “terbuka” dalam arti tertuju kepada siapa saja. Pada jaman Reformasi, kata “katolik” muncul lagi untuk membedakan dengan Gereja-gereja Protestan. Sejak itu, kata “katolik” secara khusus dimaksudkan umat Kristen yang mengakui Paus sebagai pemimpin Gereja universal.
Dalam syahadat kata “katolik” masih mempunyai arti “universal” atau “umum”. Ternyata “universal” pun mempunyai dua arti, yang kuantitatif dan kualitatif:
·         Segi kuantitatif adalah faktor geografis, yang mana memperoleh warganya dari semua bangsa dan hidup di tengah segala bangsa. Gereja sebagai sakramen Roh Kudus mempunyai pengaruh dan daya pengudus yang tidak terbatas pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah pada dunia. Dengan sifat katolik ini dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri untuk berkiprah ke seluruh dunia.
·         Segi kualitatif, karena ajarannya dapat diwartakan kepada segenap bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa dapat ditampungnya sejauh itu baik dan luhur. Gereja terbuka, menampung dan memajukan terhadap segenap kemampuan, kekayaan, dan adat istiadat bangsa-bangsa. Tidak hanya menampung dan menerima saja melainkan juga menjiwai seluruh dunia. Yang hadir di mana-mana serta mengangkat segala kekayaan umat manusia sesungguhnya bukan Gereja melainkan Roh yang berkarya dalam dan melalui Gereja. Dalam hal ini tidak ada sesuatu pun yang tidak diterima Gereja.

2.      Gereja yang Apostolik
Gereja disebut apostolik karena Gereja berhubungan dengan para rasul yang diutus Kristus. Hubungan itu tampak dalam:
·         Legimitasi fungsi dan kuasa hierarki dari para rasul. Fungsi dan kuasa hierarki dari para rasul.
·         Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan berasal dari kesaksian para rasul.
·         Ibadat dan struktur Gereja pada dasarnya berasal dari para rasul.
Apostolik berasal dari kata Yunani, “Apostello” (mengutus, menguasakan) yang berarti utusan, suruhan, wakil resmi yang diserahi misi tertentu.Kata “apostolik” kemudian dipakai untuk menyebut para rasul.
Gereja yang apostolik berarti bahwa Gereja yang berasal dari para rasul, dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka.Kesadaran bahwa Gereja dibangun atas dasar para rasul dengan Kristus sebagai batu penjuru, sudah ada sejak jaman Gereja perdana.
Gereja Katolik dalam hubungan dengan para rasul lebih mementingkan pewartaan lisan, memusatkan perhatian pada hubungan historis, turun temurun, antara para rasul dan para pengganti mereka, yakni para uskup.Hubungan ini tidak boleh dilihat semacam “estafet”, yang di dalamnya ajaran yang benar bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan sampai kepada uskup sekarang.Yang disebut apostolik bukanlah para uskup, melainkan Gereja.Hubungan historis ini pertama-tama menyangkut seluruh Gereja dalam segala bidang dan pelayanannya.
Gereja bersifat apostolik berarti Gereja mengakui diri sama dengan Gereja Perdana, yakni Gereja para rasul. Hubungan historis ini tidak dimengerti sebagai pergantian orang, melainkan segala kelangsungan iman dan pengakuan.
Sifat apostolik juga tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulang apa yang sejak dahulu diajarkan dan dilakukan Gereja. Keapostolikannya berarti bahwa dalam perkembangan hidup, tergerak oleh Roh Kudus, dan Gereja senantiasa berpegang pada Gereja para rasul sebagai norma imannya. Gereja selalu membaharui dan menyegarkan dirinya.Sifat apostolik harus mencegah Gereja dari rutinisme yang bersifat ikut-ikutan.Dalam hal ini, seluruh Gereja tidak hanya bertanggung jawab atas ajaran Gereja, tetapi juga dalam pelayanannya.

B.     Mewujudkan Gereja yang Katolik dan Apostolik
1.      Mewujudkan Kekatolikan Gereja
Gereja bersifat universal, umum dan terbuka. Oleh sebab itu perlu diusahakan antara lain
·         Sikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat istiadat bahkan agama bangsa manapun.
·         Bekerja sama dengan pihak mana saja yang berkehendak baik dalam mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini.
·         Selalu berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang baik untuk umat manusia.
·         Untuk setiap orang kristiani diharapkan memiliki jiwa yang besar dan keterlibatan penuh dalam kehidupan masyarakat, sehingga dapat member kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa saja yang baik dan siapa saja yang berkehendak baik.
Kekatolikan Gereja tidak berarti bahwa Gereja meleburkan diri kedalam dunia.Dalam keterbukaan itu, Gereja tetap mempertahankan identitas dirinya.Kekatolikan justru terbukti dengan kenyataan bahwa identitas Gereja tidak tergantung pada bentuk lahiriah tertentu, melainkan identitas yang bersifat dinamis, yang selalu di mana-mana dapat mempertahankan diri, bagaimanapun juga bentuk pelaksanaannya.Kekatolikan Gereja bersumber dari firman Tuhan sendiri (lih. Mrk 16:16; Luk 10:16).

2.      Mewujudkan Keapostolikan Gereja
Keapostolikan Gereja tidak berarti Gereja sekarang hanya merupakan copian dari Gereja para rasul.Gereja sekarang hanya terarah kepada gereja para rasul sebagai dasar dan permulaan imannya. Karena pewartaan para rasul dan penghayatan iman mereka terungkap dalam Kitab Suci, maka sifat keapostolikan gereja akan tampak terutama dalam kesetiaan kepada Injil. Kesatuan dengan Gereja purba adalah kesatuan hidup, yang pusatnya adaah Kitab Suci dan Tradisi.Secara konkret, tradisi selalu merupakan konfrontasi terus-menerus antara situasi gereja sepanjang masa dan pewartaan Kitab Suci.Gereja harus senantiasa menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret berpangkal pada sikap iman Gereja para rasul.
Jadi usaha untuk keapostolikan Gereja, antara lain:
·         Setia dan mempelajari Injil, sebab Injil merupakan iman Gereja para rasul.
·         Menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret dengan iman Gereja para rasul.
·         Setia dan loyal kepada hiararki sebagai pengganti para rasul.

C.    Sifat-sifat atau Ciri-ciri Gereja yang Dituntut Zaman Ini
1.      Gereja yang Merakyat dan Mengutamakan yang Miskin
·         Gereja dituntut untuk lebih merakyat dan mengutamakn orang-orang sederhana dan miskin. Yesus sendiri adalah orang sederhana dan miskin. Ia memilih rasul-rasul dari kalangan orang sederhana dan miskin. Oleh karena itu, Gereja harus mengutamakan orang-orang sederhana dan miskin, misalnya kaum tani, nelayan, buruh, penganggur, gelandangan dan sebagainya.
·         Gereja harus menjadi abdi atau pelayan bagi orang sederhana dan miskin.
·         Gereja harus memiliki semangat kesederhanaan dan kemiskinan.

2.      Gereja yang Bersifat Kenabian
·         Nabi adalah orang yang berani menyampaikan kehendak Allah kepada umat manusia dalam situasi konkret yang dihadapi pada zamannya. Itu berarti Gereja sebagai nabi, berani menyampaikan kehendak Allah dalam situasi apapun.
·         Gereja harus berani mengatakan apa yang benar dan apa yang salah.
·         Gereja harus berani mengecam dan menolak segala kebijakan dan tindakan yang melanggar keadilan dan hak asasi manusia.
·         Jika Gereja berani berbicara terus terang, maka suara dan kehendak Tuhan akan terdengarkan, sebab Tuhan berbicara dan menyampaikan kehendakNya melalui manusia.

3.      Gereja yang Membebaskan
Gereja harus menjadi tanda keselamatan bagi umat manusia.Penyelamatan berarti juga pembebasan manusia dari segala penderitaan baik penderitaan rohani maupun jasmani.Dalam hal ini, Gereja diutus untuk menyuarakan dan menjadi pelopor terciptanya dunia yang lebih adil, lebih bersaudara, lebih berdamai dan bebas dari ketidakadilan serta permusuhan.

4.      Gereja yang Merupakan Ragi
Gereja masa kini hendaknya laksana ragi yang mengembangkan dunia baru. Gereja yang berada di luar dunia, sama seperti ragi ditaruh di luar adonan roti. Setiap kelompok orang Kristen sebagai satu Gereja lokal harus menjadi ragi di tempatnya masing-masing.Ragi yang membangun dunia baru, merombak tembok-tembok yang memisahkan bangsa/manusia yang satu dan yang lainnya.

5.      Gereja yang Dinamis
Gereja harus selalu memperbaharui diri sesuai dengan tuntutan zaman.Gereja tidak boleh tetap ditempat, statis, melainkan terus maju dan actual melibatkan dirinya dalam masalah-masalah yang selalu baru.

6.      Gereja yang Bersifat Karismatis
Gereja yang dijiwai oleh Roh Kudus harus dapat memberi hidup secara bebas dan leluasa kepada semua lapisan umat.Roh Allah telah memberikan karunia-karunia kepada setiap orang demi kebaikan bersama.Roh Allah pulalah yang memberikan kebijaksanaan, bakat-bakat dan kemampuan kepada siapa saja untuk kemajuan Gereja.






BAGIAN KEEMPAT
TUGAS-TUGAS GEREJA

Gereja melanjutkan dan mengambil bagian dalam tritugas Yesus Kristus yakni tugas nabi (mewartakan), tugas imami (menguduskan) dan tugas rajawi (melayani).[25]


PELAJARAN 7
GEREJA YANG MENGUDUSKAN (LITURGIA)

A.    Doa dan Ibadat
Doa dan ibadat merupakan salah satu tugas gereja untuk menguduskan umatnya dan umat manusia. Tugas ini disebut tugas imamiah Gereja, yang artinya Kristus, Tuhan, Imam Agung yang dipilih antara manusia menjadikan umat baru, “kerajaan imam-imam bagi Allah dan BapaNya”.[26]Mereka yang dibaptis dan diurapi Roh Kudus disucikan menjadi kediaman rohani dan imamat suci untuk (sebagai orang kristiani dengan segala perbuatan mereka) mempersembahkan korban rohani dan mewartakan daya kekuatanNya.
Oleh sebab itu gereja bertekun dalam doa, memuji Allah dan mempersembahkan diri sebagai korban yang hidup suci dan berkenan pada Allah.Gereja memiliki imamat umum dan imamat jabatan, yang dengan cara khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus.
·         Imamat umum: melaksanakan tugas pengudusan antara lain dengan berdoa, menyambut sakramen-sakramen, memberi kesaksian hidup, pengingkaran diri serta melaksanakan cinta kasih secara aktif dan kreatif.
·         Imamat jabatan: membentuk dan memimpin umat, memberi pelayanan sakramen-sakaramen.
Jadi, seluruh Gereja diberi bagian dalam imamat Kristus untuk melakukan suatu ibadat rohani demi kemuliaan Allah dan keselamatan manusia. Ibadat rohani adalah setiap ibadat yang dilakukan dalam Roh oleh setiap orang Kristiani.

1.      Doa yang Biasa
a.      Arti Doa
·         Doa berarti berbicara dengan Tuhan secara pribadi.
·         Doa juga berarti merupakan ungkapan iman secara pribadi dan bersama-sama.
·         Doa adalah komunikasi atau dialog yang bersifat pribadi antara manusia dan Tuhan dalam kehidupan yang nyata. Dalam dialog tersebut kita dituntut untuk lebih mendengar daripada berbicara, sebab firman Tuhan akan selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan.

b.      Fungsi Doa
·         Mengkomunikasikan dira kepada Allah.
·         Mempersatukan diri kita kepada Tuhan.
·         Mengungkapkan cinta, kepercayaan dan harapan kita kepada Tuhan.
·         Membuat diri kita melihat dimensi baru dari hidup dan karya kita sehingga kita melihat hidup, perjuangan dan karya kita dengan mata iman.
·         Mengangkat setiap karya kita menjadi karya yang bersifat apostolis atau merasul.

c.       Syarat Doa yang Baik
·         Didoakan dengan hati.
·         Berakar dan bertolak dengan pengalaman hidup.
·         Diucapkan dengan rendah hati.

d.      Cara Doa yang Baik
·         Berdoa secara batiniah.[27]
·         Berdoa dengan cara sederhana dan jujur.[28]

2.      Doa Resmi Gereja
Doa resmi Gereja disebut ibadat atau liturgi. Yang pokok bukan sifat resmi atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah “karya Kristus, Imam Agung, serta TubuhNya yaitu Gereja”.Oleh karena itu, liturgi tidak hanya merupakan “kegiatan suci yang sangat istimewa” tetapi juga wahana utama untuk mengantar umat Kristiani ke dalam persatuan pribadi dengan Kristus.[29]
Liturgi merupakan perayaan iman sebagai ungkapan iman Gereja, dimana orang yang ikut dalam perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang dirayakan.Liturgi sungguh-sungguh menjadi doa dalam arti penuh bila semua yang hadir secara pribadi dapat bertemu dengan Tuhan dalam doa bersama. Dengan demikian terjadi apa yang dikatakan Tuhan; “…..dimana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, disitu Aku ada ditengah-tengah mereka” (Mat 18:20). Atau dengan rumusan Konsili Vatikan II: “Di dalam jemaat-jemaat, meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah Kristus dan berkat kekuatanNya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik”.[30]
Ibadat resmi Gereja tampak dalam ibadat pagi, ibadat siang, ibadat sore, ibadat malam dan ibadat bacaan. Yang pokok dalam doa bukan sifat resmi atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa.




B.     Sakramen-sakramen Gereja
a.      Arti dan Makna Sakramen
Sakaramen adalah tanda berdaya guna yang menghasilkan rahmat dan memberikan kehidupan Ilahi kepada kita, yang ditetapkan Kristus dan dipercayakan kepada GerejaNya. Bagi umat beriman yang menerimanya dengan sikap batin yang wajar, mereka menghasilkan buah.[31]

1.      Sakramen adalah Lambang atau Simbol
Sakramen-sakramen Gereja Katolik melambangkan dan mengungkapkan karya penyelamatan Allah dan pengalaman dasariah manusia yang terselamatkan. Sakramen sebagai sarana untuk menyampaikan kepada umat manusia tentang rahasia penyelamatan Allah dan menunjukkan tindakan Allah kepada kita.[32] Sakramen adalah tanda kehadiran dan cinta Allah kepada manusia.

2.      Sakramen-sakramen Mengungkapkan Karya Tuhan yang Menyelamatkan
Karya Allah dalam dunia adalah untuk menyelamatkan manusia. Allah yang menyelamatkan itu hadir nyata dalam diri Yesus Kristus. Dalam Yesus, orang dapat melihat, mengenal dan mengalami siapakah sebenarnya Allah. Allah yang tidak kelihatan nampak dalam diri Yesus.
Yesus yang sekarang ini kelihatan dalam GerejaNya. Gereja adalah alat dan sarana penyelamatan, dimana Kristus tampak untuk menyelamatkan manusia dalam kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa, tindakan-tindakan dan kata-kata yang disebut sakramen. Sakramen-sakramen adalah “Tangan Kristus” yang menjamah, merangkul dan menyembuhkan kita.

3.      Sakramen-sakramen Meningkatkan dan Menjami Mutu Hidup Kita sebagai Orang Kristiani
Manusia adalah makhluk yang lemah dan gampang jatuh dalam dosa. Kejatuhan manusia dalam dosa mengakibatkan mutu hidupnya dihadapan Tuhan semakin menurun. Orang membutuhkan penyegaran dan keselamatan dalam hidup. Karena itu, orang datang kepada Allah untuk disucikan, dikuatkan dan disegarkan untuk menjadi manusia baru. Dengan menerima sakramen, manusia bersatu dengan Allah dan diangkat menjadi manusia baru dan lebih berarti. Dalam sakramen-sakramen, hidup manusia disempurnakan dan menjadi lebih berarti. Perayaan sakramen adalah suatu pertemuan antara Kristus dan manusia.

b.      Tujuh Sakramen
1.      Sakramen Permandian/Baptis (Tanda Iman)
Pembaptisan adalah sakramen pertama dan mendasar dalam inisiasi Kristiani. Pelayan sakramen ini biasanya seorang uskup atau imam, atau seorang diakon. Dalam keadaan darurat, siapapun yang berniat untuk melakukan apa yang dilakukan Gereja, bahkan jika orang itu bukanlah seorang Kristiani, dapatmembaptis.
Pembaptisan membebaskan penerimanya dari dosa asal serta semua dosa pribadi dan dari hukuman akibat dosa-dosa tersebut dan membuat orang yang dibaptis itu mengambil bagian dalam kehidupan Tritunggal Allah melalui "rahmat yang menguduskan" (rahmat pembenaran yang mempersatukan pribadi yang bersangkutan dengan Kristus dan Gereja-Nya).
Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan komuni (persekutuan) antar semua orang Kristen. Jika seseorang secara resmi menyatakan tobat dan imannya pada Kristus serta bertekad ikut serta dalam tugas panggilan Kristus maka ia diterima dalam umat dengan sakramen permandian.
Orang yang menerima sakramen permandian diterima oleh Kristus menjadi anggota tubuhNya, umat Allah (Gereja), orang tersebut laksana baru lahir dalam gereja. Orang yang telah dipermandikan harus siap hidup bagi Allah. Perayaan dalam peristiwa permandian berupa pencurahan air pada dahi, dan imam berkata, ”Aku mempermandikan engkau dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus”.

2.      Sakramen Penguatan/Krisma (Tanda Kedewasaan)[33]
Sakramen ini diberikan dengan cara mengurapi penerimanya dengan Krismadisertai doa khusus yang menunjukkan bahwa karunia Roh Kudus menandai si penerima seperti sebuah meterai. Melalui sakramen ini, rahmat yang diberikan dalam pembaptisan "diperkuat dan diperdalam" (KGK 1303). Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima harus dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang diketahui dan yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Pelayan sakramen ini adalah seorang uskup yang ditahbiskan secara sah. Krisma menjadi tanda kedewasaan, untuk turut serta bertanggung jawab atas kehidupan Umat Allah dan pada sesama.

3.      Sakramen Tobat[34]
Sakramen tobat adalah sakramen penyembuhan rohani dari seseorang yang telah dibaptis yang terjauhkan dari Allah karena telah berbuat dosa. Sakramen ini memiliki empat unsur: penyesalan si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya (tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan kepada seorang imam, absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan.
Orang jatuh dalam dosa berarti merusak dan melemahkan si pendosa sendiri, serta hubungannya dengan Allah dan sesama. Si pendosa yang bangkit dari dosa tetap harus memulihkan sepenuhnya kesehatan rohaninya dengan melakukan lagi sesuatu untuk memperbaiki kesalahannya: dia harus 'melakukan silih bagi' atau 'memperbaiki kerusakan akibat' dosa-dosanya. Penyilihan ini juga disebut 'penitensi'" (KGK 1459). Para pengikut Kristus perlu bertobat secara terusmenerus dihadapan Allah dan sesama. Tanda pertobatan tersebut diterima dalam perayaan sakramen tobat.

4.      Sakramen Ekaristi (Tanda Kesatuan)[35]
Malam perjamuan terakhir menjadi tanda terbentuknya suatu Ekaristi. Ekaristi adalah sakramen yang dengannya umat Katolik mengambil bagian dari Tubuh dan Darah Yesus Kristus serta turut serta dalam pengorbanan diri-Nya. Aspek pertama dari sakramen ini (yakni mengambil bagian dari Tubuh dan Darah Yesus Kristus) disebut pula Komuni Suci. Roti dan anggur yang digunakan dalam ritus Ekaristi, dalam iman Katolik, ditransformasi dalam segala hal kecuali wujudnya yang kelihatan menjadi Tubuh dan Darah Kristus, perubahan ini disebut transubstansiasi.
Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri. Diakon serta imam biasanya adalah pelayan Komuni Suci, umat awam dapat diberi wewenang dalam lingkup terbatas sebagai pelayan luar biasa Komuni Suci. Ekaristi dipandang sebagai "sumber dan puncak" kehidupan Kristiani, tindakan pengudusan yang paling istimewa oleh Allah terhadap umat beriman dan tindakan penyembahan yang paling istimewa oleh umat beriman terhadap Allah, serta sebagai suatu titik dimana umat beriman terhubung dengan liturgi di surga.

5.      Sakramen Perminyakan Orang Sakit
Jika seorang anggota umat sakit keras, keprihatinan Tuhan diungkapkan dengan sakramen perminyakan orang sakit. Kristus menguatkan si sakit dengan Roh KudusNya yang ditandakan dengan minyak suci. Dengan demikian, si sakit siap dan tabah untuk menerima apa saja dari tangan Allah yang mencintai kita, baik dalam kesembuhan maupun dalam maut. Dengan menderita seperti Kristus, si sakit menjadi lebih serupa dengan Kristus.[36]

6.      Sakramen Pernikahan[37]
Sakramen ini menjadi suatu tada cinta kasih yang menyatukan Kristus dengan Gereja menetapkan diantara 2 pasangan suatu ikatan yang bersifat permanen dan eksklusif, yang dimateraikan oleh Allah. Dengan demikian pernikahan antara pria yang sudah dibabtis dengan wanita yang sudah di babtis telah dimasuki secara sah dan telah disempurnakan dengan persetubuhan, tidak dapat diceraikan. Sakramen ini menganugerahkan kepada pasangan yang bersangkutan rahmat yang mereka perlukan untuk mencapai kekudusan dalam hidup perkawinan mereka serta untuk meghasilkandan mengasuh anak mereka dengan penuh tanggung jawab. Hidup cinta suami-istri menjadi tanda (sakramen) cinta Allah kepada manusia.

7.      Sakramen Imamat[38]
Atas kehendak Allah dan Uskup dari Gereja setempat, pria-pria tertentu dipilih dan ditahbiskan untuk melayani Gereja sebagai daikon, imam dan uskup. Sakramen imamat adalah sakramen pelayanan. Para uskup, imam dan daikon dipanggil untuk menguduskan kaum awam, yang turut mengambil bagian dalam imamat umum yang diterima saat mereka dibaptis.





C.    Sakramentali dan Devosi dalam Gereja
1.      Sakramentali
Gereja mengadakan tanda-tanda suci berupa ibadat/upacara/pemberkatan yang mirip dengan sakramen-sakramen disebut sakramentali. Berkat tanda-tanda suci ini berbagai buah rohani ditandai dan diperoleh melalui doa-doa permohonan dengan perantaraan Gereja. Aneka ragam sakramentali:
a.       Pemberkatan; pemberkatan orang, benda/barang rohani, tempat, makan dsb. Contoh: pemberkatan ibu hamil atau anak, alat-alat pertanian, rumah, patung dll. Pemberkatan atau orang atau benda/barang tersebut adalah pujian kepada Allah dan doa untuk memohon anugerah-anugerahNya.
b.      Pemberkatan dalam arti tahbisan rendah; pentahbisan orang dan benda. Contoh: pentahbisan/pemberkatan lector, akolit dan katekis; pemberkatan benda atau tempat untuk keperluan liturgy, misalnya pemberkatan gereja/kapel, altar, minyak suci, lonceng dll.

2.      Devosi
Devosi adalah bentuk-bentuk penghormatan/kebaktian khusus orang atau umat beriman kepada rahasia kehidupan tertentu dari Yesus atau kepada orang-orang kudus. Misalnya devosi kepada kesengsaraanNya, HatiNya yang mahakudus, sakramen mahakudus, dll. Atau devosi kepada orang-orang kudus seperti; devosi kepada Bunda Maria (Rosario), kepada santo-santa pelindung, mengunjungi  tempat ziarah, dll.


PELAJARAN 8
GEREJA YANG MEWARTAKAN (KERYGMA)

A.    Tugas Mewartakan
1.      Inspirasi Kitab Suci tentang perutusan murid-murid Yesus

Perintah untuk Memberitakan Injil
(Mat 28:16-20)

16Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka.17Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu.18Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. 19Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."


2.      Dasar Gereja sebagai Pewarta Sabda[39]
·         Dalam diri Yesus dari Nazaret, Sabda Allah tampak secara konkret manusiawi. Sabda menjadi manusia. Sabda Allah menjelmakan diri dalam sejarah kehidupan manusia. Oleh karena itu, Sabda Allah senantiasa hidup dan berbicara dalam segala zaman.
·         Pada masa sebelum Kristus, Sabda Allah telah ada namun lebih diwarnai dengan janji. Sedangkan sesudah penjelmaan (Kristus) Sabda Allah lebih bersifat kesaksian hidup. Dalam kesaksian itu, Kristus, Sabda sejati hadir di dalam sejarah manusia sebagai sarana keselamatan.
·         Bentuk baru Sabda itu adalah Gereja. Kristus, Sabda Allah, menciptakan Gereja. Lewat Gereja, Ia bisa hadir dan berbicara dalam sejarah manusia. Di pihak lain, Gereja pada hakikatnya tidak lain daripada jawaban atas panggilan Yesus Kristus, Sabda Allah. Seluruh hidup dan keberadaan Gereja merupakan jawaban atas pewartaan dan kesaksian tentang Yesus Kristus, Sabda dan Wahyu Allah.

3.      Bentuk-bentuk Sabda Allah dalam Gereja[40]
Dalam diri Yesus dari Nazaret, sabda Allah tampak secara konkret dan manusiawi.Ada 3 bentuk Sabda Allah dalam Gereja:
1.      Sabda/pewartaanpara rasul sebagai daya yang membangun Gereja.
2.      Sabda dalam Kitab Suci sebagai kesaksian normatif.
3.      Sabda Allah dalam pewartaan aktual gereja sepanjang zaman.
Tugas pewartaaan adalah untuk mengaktualisasi apa yang disampaikan Allah dalam Kristus sebagaimana diwartakan Para Rasul. Dengan demikian, sabda Allah sungguh datang pada manusia menyelamatkan mereka yang mendengar dan melaksanakan pewartaan gereja.

4.        Dua Pola Pewartaan
a)        Pewartaan Verbal (Kerygma)
Pewartaan verbal pada dasarnya adalah tugas hierarki, tapi kaum awam juga harus berpartisipasi, misalnya sebagai katekis, guru agama, fasilitator pendalaman Kitab Suci, dll. Bentuk-bentuk pewartaan masa kini antara lain:
·         Khotbah atau Homili; Khotbah adalah pewartaan tematis. Homili adalah pewartaan yang berdasarkan suatu perikop Kitab Suci. Kedua-duanya merupakan pewartaan mimbar. Khotbah dan homili yang baik harus menyapa manusia. Walaupun secara lahiriah terjadi komunikasi satu arah, tetapi khotbah yang baik harus dapat menciptakan komunikasi dua arah secara batiniah.
·         Pelajaran Agama; Pelajaran agama adalah proses pergumulan hidup nyata dalam terang iman.
·         Katekese Umat; Katekese umat adalah suatu kegiatan kelompok umat dimana mereka aktif berkomunikasi untuk menafsirkan hidup nyata dalam terang Injil, yang diharapkan berkelanjutan dengan aksi nyata, sehingga dapat membawa perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik.
·         Pendalaman Kitab Suci; Pendalaman Kitab Suci dapat dilakukan dalam keluarga, kelompok atau pada kesempatan-kesempatan khusus seperti pada masa Prapaskah (APP), masa Adven dan bulan Kitab Suci (September).

b)        Pewartaan dalam Bentuk Kesaksian (Matyria)
Pewartaan dalam bentuk kesaksian ini pada dasarnya lebih dipercayakan kepada kaum awam.Setiap orang kristiani dalam hidupnya diharapkan dapat menjadi garam dan terang dalam masyarakat.

5.      Dua Tuntutan dalam Pewartaan
Tugas pewartaan adalah mengaktualisasi sabda Tuhan yang disampaikan dalam Kristus sebagaimana diwartakan oleh para rasul.Usaha mengaktualisasi sabda Tuhan itu mengandaikan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi. Tuntutan-tuntutan tersebut antara lain sebagai berikut:
a)      Mendalami dan menghayati sabda Tuhan.
Orang tidak dapat mewartakan sabda Allah dengan baik, jika ia sendiri tidak mengenal dan menghayatinya. Oleh sebab itu, kita hendaknya cukup mengenal, mengetahui dan menghayati isi Kitab Suci, ajaran-ajaran resmi Gereja dan keseluruhan tradisi Gereja, baik Gereja universal maupun Gereja lokal.

b)      Mengenal umat/masyarakat konteksnya
Dalam tugas pewartaan, hendaknya juga memperhatikan dan mengenal dengan baik jiwa dan budaya masyarakat setempat. Agar apa yang diwartakan dengan mudah diserap dan sejalan dengan situasi masyarakat. Intinya, Sabda Allah yang diwartakan harus sesuai dengan konteks hidup masyarakat.

B.     Magisterium dan Pewarta Sabda
1.      Magisterium atau Wewenang Mengajar
Magisterium adalah kuasa mengajar dalam Gereja.Umat Allah hanya dapat menjalankan tugas kenabiannya dalam kepatuhan kepada pimpinan Gereja, sebab pimpinan Gereja inilah yang disebut magisterium. Namun, “wewenang mengajar” tidak berarti bahwa dalam pewartaan hanya hierarki yang aktif, sedang yang lain tinggal menerima dengan pasif.
Dalam pewartaan, hierarki bertugas menjaga kesatuan iman dan ajaran.Hierarki adalah pengajar otentik (yang mengemban kewibawaan Kristus) tentang perkara iman dan kesusilaan.Apa yang diajarkan tidak dapat sesat. Karena ajaran iman itu adalah kehendak Penebus Ilahi. Karena itu ada empat syarat sebuah ajaran iman tidak dapat sesat:
a.         Ajaran harus menyangkut iman dan kesusilaan.
b.        Ajaran harus bersifat ajaran otentik, artinya jelas dikemukakan dengan kewibawaan Kristus.
c.         Ajaran dinyatakan dengan tegas atau definitif (tidak dapat diganggu gugat).
d.        Ajaran itu disepakati bersama (sejauh hal ini menyangkut pernyataan para uskup sebagai dewan.
Agar umat beriman tidak dapat sesat dalam imannya, maka para hierarki harus memimpin atau menggembalakan umat dengan baik.

2.      Para Pewarta Sabda
Mereka yang secara khusus melibatkan diri ke dalam tugas pewartaan adalah sebagai berikut:
a.       Para Pengkhotbah
b.      Para Katekis
c.       Guru Agama

Menjadi pewarta merupakan suatu panggilan. Oleh karena itu, seorang pewarta harus:
a.       Dekat dengan yang diwartakannya.
b.      Menjadi senasib dengan yang diwartakannya.
c.       Berani menanggung derita seperti yang diwartakannya.
d.      Siap untuk diutus dan “diserahkan” kepada umat yang mendengar pewartaannya.
e.       Memiliki komitmen yang utuh kepada umat.


PELAJARAN 9
GEREJA YANG MELAYANI (DIAKONIA)

A.    Semangat Pelayanan Gereja dalam Terang Kitab Suci
1.      Kutipan Kitab Suci

Bukan Memerintah Melainkan Melayani
(Mrk 10:35-45)

35Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami harap supaya Engkau kiranya mengabulkan suatu permintaan kami!" 36Jawab-Nya kepada mereka: "Apa yang kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?" 37Lalu kata mereka: "Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu." 38Tetapi kata Yesus kepada mereka: "Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?" 39Jawab mereka: "Kami dapat." Yesus berkata kepada mereka: "Memang, kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima. 40Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya.Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan."
41Mendengar itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. 42Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. 43Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, 44dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. 45Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.

2.      Penjelasan
Yesus sangat menekankan semangat pengabdian dan semangat pelayanan kepada murid-muridNya yang rupanya sangat berambisi untuk memiliki kedudukan dan kekuasaan. Yesus mengenal struktur masyarakat feudal pada zamanNya, yakni adanya kelas-kelas dan tingkat-tingkat dalam masyarakat. tetapi, Yesus berkata “tidaklah demikian di antara murid-muridNya”. Mereka harus memiliki sikap melayani. Sikap yang mau melayani itu ditunjukkan Yesus dengan membasuh kaki para muridNya. Semangat pelayanan itu harus diteruskan di dalam GerejaNya. Tugas kegembalaan atau kepemimpinan dalam Gereja adalah tugas pelayanan.
Yesus datang untuk melayani bukan dilayani. Sebagai murid kristus maka kita juga harus mengambil sikap untuk melayani, bukan dilayani. Saling melayani,prinsip dasar kehidupan gereja, itulah panggilan gereja menurut hidup Kristus. Pelayanan dalam perwujudan iman kristiani adalah dengan mengikuti jejak kristus. Pelayanan dalam hal ini adalah kerjasama, tolong menolong, saling membantu, menyadari, dan menghayati bahwa kemerdekaan adalah kesempatan untuk melayani sesama yang tercapai dalam kebersamaan dan persaudaraan.

B.     Dasar Pelayanan dalam Gereja
Dasar pelayanan dalam Gereja adalah semangat pelayanan Kristus sendiri. Pelayanan Kristiani adalah sikap pokok para pengikut Yesus. Dengan kata lain, melayani sesama adalah tanggung jawab setiap orang Kristiani sebagai konsekuen dalam imannya.

C.    Ciri-ciri Pelayanan Gereja
ü  Bersikap sebagai pelayan
ü  Kesetiaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan Guru
ü  Orentasi pelayan gereja terutama ditunjukan kepada kaum miskin
ü  Kerendahan hati

D.    Bentuk-bentuk Pelayanan Gereja
ü  Pelayanan di bidang kebudayaan dan pendidikan. Di bidang budaya; Gereja berusaha melestarikan budaya asli yang bernilai. Di bidang pendidikan, Gereja berupaya membangun sekolah-sekolah untuk pendidikan formal dan kursus-kursus keterampilan yang berguna.
ü  Pelayanan di bidang kesejahteraan. Gereja mendirikan lembaga-lembaga sosial ekonomi yang memperhatikan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat kecil. Di bidang kesehatan, Gereja mendirikan rumah-rumah sakit dan poliklinik untuk memperbaiki dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
ü  Pelayanan di bidang politik dan hukum.Gereja tampil dengan menyerukan HAM. Gereja juga mengajak anggotanya agar terlibat dalam politik lewat partai-partai, ormas-ormas yang mengutamakan kepentingan rakyat.



PELAJARAN 10
GEREJA YANG MENJADI SAKSI (MARTYRIA)

Kata saksi sering diartikan sebagai orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa (kejadian). Saksi menunjuk pada personal atau pribadi seseorang yakni pribadi yang mengetahui atau mengalami dan mampu memberikan keterangan yang benar.
Menjadi saksi Kristus berarti menyampaikan/menunjukan apa yang di alami dan di ketahui tentang Kristus kepada orang lain. Penyampaian, penghayatan/pengalaman itu dapat di laksanakan melalui kata-kata, sikap, dan tindakan nyata.
Injil pertama-tama diwartakan dengan kesaksian yakni diwartakan dengan tingkah laku dan peri hidup. Gereja juga mewarkatan Injil kepada dunia dengan kesaksian hidup yang setia kepada Tuhan Yesus. Para murid Yesus memang dipanggil untuk menjadi saksiNya, mulai dari Yerusalem, kemudian berkembang ke seluruh Yudea dan Samaria, bahkan sampai ke ujung bumi.[41]
Menjadi saksi Kristus ternyata dapat menuai banyak resiko. Yesus telah berkata: “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.” (Yoh 16:2). Yesus sendiri telah menjadi martir dengan menderita dan wafat di salib demi Kerajaan Allah.Dalam sejarah Gereja, kita tahu bahwa banyak orang telah merelakan dirinya menjadi saksi Kristus.


PELAJARAN 11
GEREJA & DUNIA

A.    Hubungan Gereja dan Dunia
Adanya Konsili Vatikan II memberikan pengaruh yang besar bagi gereja dalam memberikan pandangannya terhadap dunia. Gereja membaharui pandangan yang bersifat negatif kepada dunia menjadi lebih positif.

1.      Pandangan Baru tentang Dunia dan Manusia
a.      Dunia
Pada masa lampau dunia dipandang negatif sebagai: Dunia itu berdosa. Dunia tidak berharga. Dunia itu berbahaya. Dunia itu jahat. Dunia tidak termasuk dalam lingkup sejarah keselamatan manusia. Dunia sebagai penghalang dan rintangan bagi manusia untuk mencapai keselamatan.
Pandangan diatas ini didasarkan pada penafsiran keliru terhadap teks Kitab Suci:
Ø  “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia” (1Yoh 2:15-16).
Ø  “Kita tahu, bahwa kita berasal dari Allah dan seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat” (1Yoh 5:19).
Ø  “Janganlah menjadi serupa dengan dunia” (Rm 12:2).
Konsili Vatikan II memberikan cara pandang yang lebih positif tentang dunia: Dunia dilihat sebagai seluruh keluarga manusia dengan segala hal ada di sekelilingnya. Dunia menjadi pentas berlangsungnya sejarang manusia. Dunia diciptakan dan dipelihara oleh cinta kasih Tuhan Pencipta. Dunia yang telah jatuh dalam dosa, telah dimerdekakan oleh Kristus berkat penderitaan di salib dan bangkit, untuk menghancurkan kekuasaan setan agar dunia dapat disusun kembali sesuai dengan rencana Allah dan dapat mencapai kesempurnaan (GS. 2).

b.      Manusia
Ø  Martabat Manusia
·         Gereja mengajarkan bahwa manusia mempunyai martabat yang luhur karena manusia diciptakan menurut citra Allah dan dipanggil untuk memanusiawikan dan mengembangkan diri menyerupai Kristus, dimana citra Allah tampak secara utuh.
·         Manusia adalah ciptaan yang istimewa karena memiliki akal budi, kehendak bebas dan hati nurani.

Ø  Masyarakat Manusia
Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat. Allah menghendaki agar semua manusia membentuk satu keluarga dan memperlakukan seorang akan yang lain dengan jiwa persaudaraan (GS. 24). Kristus sendiri berdoa agar “semua menjadi satu..........seperti kita pun satu adanya” (Yak 17:21-22).

c.       Usaha atau Karya Manusia
o   Dunia mengalami perkembangan di segala bidang kehidupan.
o   Manusia dipilih oleh Tuhan sebagai “rekan kerja” dalam melaksanakan perkembangan dunia.
o   Usaha dan karya manusia memiliki nilai luhur karena manusia menjadi partner Tuhan dalam mengembangkan dan menyempurnakan dunia.

2.      Hubungan antara Gereja dan Dunia
a.       Gereja postkonsilier melihat dirinya sebagai “Sakramen Keselamatan” bagi dunia. Gereja menjadi terang, garam dan ragi bagi dunia. Dunia menjadi tempat atau ladang, dimana Gereja berbakti. Dunia tidak dihina dan dijauhi, tetapi didatangi dan ditawari keselamatan.
b.      Dunia dijadikan mitra dialog. Gereja dapat menawarkan nilai-nilai injili dan dunia dapat mengembangkan kebudayaannya, adat istiadat, alam pikiran, ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga Gereja dapat lebih efektif menjalankan misinya di dunia.
c.       Gereja tetap menghormati otonomi dunia dengan sifatnya yang sekuler, karena didalamnya terkandung nilai-nilai yang dapat mensejahterakan manusia dan membangun sendi-sendi Kerajaan Allah.
Bagi orang Kristen, berbicara tentang dunia manusia berarti berbicara tentang Gereja sebagai umat Allah yang sedang berziarah di dunia ini.

B.     Misi dan Tugas Gereja dalam Dunia
       Tugas Gereja adalah mewartakan Kerajaan Allah kepada seluruh umat manusia. Kerajaan Allah baru terwujud pada akhir zaman, tetapi Kerajaan Allah harus diwujudkan mulai dari dunia ini.
       Menjadi pelayan Kerajaan Allah berarti berusaha dengan segala macam cara ke arah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allahg di tengah masyarakat, misalnya persaudaraan, kerja sama, dialog, solidaritas dst.
       Bagi Gereja, mewartakan Injil berarti membawa Kabar Gembira ke segala lapisan umat manusia, sehingga berkat dayanya kabar tersebut masuk dalam lubuk hati manusia dan membaharui umat manusia dari dalam. “Lihatlah Aku memperbaharui seluruh ciptaan” (EN 18).

1.      Martabat Manusia
Peranan Gereja bagi martabat manusia antara lain:
o   Membebaskan martabat kodrat manusia dari segala perubahan paham.
o   Menolak dengan tegas segala macam perbudakan dan pemerkosaan martabat dan pribadi manusia.
o   Menempatkan dan memperjuangkan martabat manusia sesuai dengan maksud Penciptanya.

2.      Peran Gereja dalam Masyarakat
o   Membangkitkan karya-karya yang melayani semua orang, terutama yang miskin, seperti karya-karya amal, dsb.
o   Mendorong semua usaha ke arah persatuan, sosialisasi dan persekutuan yang sehat di bidang kewargaan dan ekonomi.
o   Karena universalitasnya, Gereja dapat menjadi pengantara yang baik antara masyarakat dan negara-negara yang berbeda-beda hidup budaya dan politik.

3.      Usaha dan Karya Manusia
Peran Gereja dalam usaha dan karya manusia:
o   Gereja akan tetap meyakinkan putra-putrinya dan dunia bahwa semua usaha manusia, betapapun kecilnya bila sesuai dengan kehendak Tuhan mempunyai nilai yang sangat tinggi, karena merupakan sumbangan pada pelaksanaan rencana Tuhan.
o   Gereja akan tetap bersikap positif dan mendorong setiap kemajuan ilmiah dan teknik di dunia ini asal tidak menghalangi melainkan secara positif mengusahakan tercapainya tujuan akhir manusia.
o   Konsili Vatikan II mencatat masalah-masalah yang dilihatnya sebagai mendesak yakni martabat pernikahan dan kehidupan keluarga, pengembangan kemajuan kebudayaan, kehidupan sosial ekonomi dan politik serta perdamaian dan persatuan bangsa-bangsa.

C.    Masalah Bangsa dan Sumbangan Gereja Indonesia dalam Penanganan Krisis Multi Dimensi
1.      Situasi Negara Kita (Krisis Multi Dimensi)
a.      Krisis Lingkungan Hidup
Alam yang rusak dan dieksploitasi secara tidak bertanggungjawab. Penebangan hutan besar-besaran. Pencemaran lingkungan oleh pabrik-pabrik. Dll.
b.      Krisis Ekonomi
Adanya kesenjangan sosial dalam masyarakat. Sebagian orang semakin kaya, semakin berkuasa dan semakin sewenang-wenang. Sebagian besar rakyat tetap miskin dan bahkan semakin miskin. Adanya monopoli, kolusi, korupsi dan sebagainya. Krisis moneter, harga berbagai kebutuhan hidup dan jasa meningkat.
c.       Krisis Politik
Hukum dan lembaga-lembaga hukum tidak berfungsi dengan baik. Kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif dan partai-partai digunakan untuk menjamin kepentingan diri sendiri atau golongannya/kelompoknya sendiri.
d.      Krisis Budaya dan Pendidikan
Nilai-nilai budaya semakin tidak diperhatikan. Mutu pendidikan semakin menurun.

2.      Akar dari Semua Masalah
a.       Ketidakadilan: yang kaya dan berkuasa semakin berjaya, sedangkan yang miskin semakin terpuruk.
b.      Ketidakjujuran: korupsi dan nepotisme, kemunafikan dan formalisme.
c.       Tidak adanya kesetiakawanan: keserakahan demi kepentindan diri sendiri dan golongan semakin merebak.

3.      Peranan dan Sumbangan Gereja
o   Dalam melaksanakan tugas kenabiannya, Gereja menyuarakan penegakkan keadilan, kejujuran dan kesetiakawanan.
o   Membentuk gerakan-gerakan atau kelompok-kelompok yang peduli dengan keadilan, kejujuran dan kesetiakawanan.




PELAJARAN 12
AJARAN SOSIAL GEREJA

A.    Ajaran Sosial Gereja
1.      Arti dan Makna Ajaran Sosial Gereja
·         Ajaran Sosial Gereja adalah ajaran Gereja mengenai hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat dalam hubungannya dengan kebaikan bersama baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
·         Ajaran Sosial Gereja merupakan tanggapan Gereja terhadap fenomena atau persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat manusia dalam bentuk himbauan, kritik atau dukungan.
·         Ajaran Sosial Gereja merupakan bentuk keprihatinan Gereja terhadap dunia dan manusia dalam wujud dokumen yang perlu disosialisasikan.

2.      Ensiklik-ensiklik dan Dokumen Konsili Vatikan II yang Memuat Ajaran Sosial Gereja Sepanjang Masa
a.      Ajaran Sosial Gereja dari Rerum Novarum sampai dengan Konsili Vatikan II
·         Ensiklik Rerum Novarum (Kondisi Kerja), ensiklik yang diterbitkan oleh Paus Leo XIII, pada 15 Mei 1891, berisi tentang sikap tegas Paus dalam menentang kondisi-kondisi yang tidak manusiawi bagi kaum buruh dalam masyarakat industri. Perlu adanya hubungan yang wajar dan adil antara para buruh, pemilik modal dan pemerintah.
·         Ensiklik Quadragesimo Anno (Pembangunan kembali Tatanan Soisal), ditulis oleh Paus Pius XI (pada peringatan ke 40 tahun Rerum Novarum), pada 15 Mei 1931, yang berisi tentang tanggapan Paus terhadap masalah-masalah ketidakadilan sosial, mengecam kapitalisme dan persaingan bebas serta komunisme yang menganjurkan pertentangan kelas dan pendewaan kepemimpinan kediktatoran kelas buruh. Paus menegaskan perlunya tanggung jawab sosial dari milik pribadi dan hak-hak kaum buruh atas kerja, upah yang adil serta berserikat guna melindungi hak-hak mereka.
·         Ensiklik Mater et Magistra (Ibu dan Guru), pada 15 Mei 1961, untuk memperingati 70 tahun ensiklik Rerum Novarum dan ensiklik Pacem in Terris (Damai di Bumi), pada 11 April 1963, yang dituliskan oleh Paus Yohanes XXIII tentang sejumlah petunjuk bagi umat Kristiani dan pada pengambil kebijakan dalam menghadapi kesenjangan di antara bangsa-bangsa yang kaya dan miskin dan ancaman terhadapa perdamaian dunia. Orang-orang Kristiani  dan semua orang yang berkehendak baik bekerja sama menciptakan lembaga-lembaga sosial sekaligus menghargai martabat dan menegakkan keadilan serta perdamaian.

b.      Ajaran Sosial Gereja sesudah Konsili Vatikan II
·         Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes (Kegembiraan dan Harapan), pada 7 Desember 1965, oleh para bapa konsili menegaskan bahwa perutusan khas religius Gereja memberinya tugas, terang dan kekuatan yang dapat membantu pembentukan dan pemantapan masyarakat manusia menurut hukum ilahi. Gaudium et Spes mendalami dan mengembangkan kesadaran diri Gereja sebagai suatu Umat dalam Masyarakat, yang bersama-sama dipanggil Kristus untuk mencintai dan melayani Allah, satu sama lain, dan segenap keluarga manusia
·         Dokumen Populorum Progressio (Perkembangan Bangsa-Bangsa) ditulis oleh Paus Paulus VI, pada 26 Maret 1967, menanggapi jeritan kemiskinan dan kelaparan dunia, menunjukkan adanya ketidakadilan struktural. Paus menghimbau negara-negara kaya maupun miskin agar bekerja sama dalam semangat solidaritas untuk membangun “tata keadilan dan membaharui tata dunia”.
·         Surat Apostolik Oktogesima Adveniens (Panggilan untuk Bertindak), ditulis oleh Paus Paulus VI, pada 14 Mei 1971, untuk merayakan ulang tahun ke-80 tahun dokumen Rerum Novarum, mengetengahkan bahwa kesulitan menciptakan tatanan baru melekat dalam proses pembangunan tatanan itu sendiri, dimana jemaat-jemaat Kristiani memiliki tanggung jawab untuk membangun tatanan hidup yang baru.
·         Ensiklik Laborem Excercens (Kerja Manusia), oleh Paus Yohanes Paulus II, pada 14 September 1981, tentang makna kerja manusia artinya manusia dengan bekerja mengembangkan karya Allah dan memberi sumbangan bagi terwujudnya rencana penyelamatan Allah dalam sejarah. Dalam hal ini, tenaga kerja harus lebih diutamakan daripada modal dan teknologi.
·         Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (Keprihatinan Sosial Gereja), oleh Paus Yohanes Paulus II, pada 30 Desember 1987, dalam memperingati ulang tahun ke-20 Populorum Progressio, tentang pembangunan yang mengeksploitasi orang-orang kecil serta struktur dosa yang membelenggu masyarakat. Dalam ensiklik ini Paus Yohanes Paulus II merefleksikan keadaan buruk ekonomi global tahun 1980-an dan dampaknya yang merugikan jutaan orang, baik di negara sedang berkembang, sambil menyebut kendala perkembangan sebagai “struktur-struktur dosa” dari mana semua orang dipanggil kepada pertobatan dan kesetiakawanan demi menjadikan kehidupan bangsa-bangsa lebih manusiawi
·         Ensiklik Centesimus Annus (Seratus Tahun), oleh Paus Yohanes Paulus II, pada 1 Mei 1991, mengungkapkan bahwa Gereja hendaknya terus belajar untuk bergumul dengan soal-soal sosial.

B.     Ajaran Sosial Gereja di Indonesia
Keprihatinan gereja-gereja terhadap orang miskin di Indonesia, rasanya belum terlalu kuat. Mengapa?
1.      Penampilan gereja di Indonesia lebih merupakan penampilan ibadah daripada penampilan gerakan sosial. Penampilan sosial yang ada sampai sekarang merupakan penampilan sosial karitatif seperti membantu orang miskin, mencarikan pekerjaan bagi pengangguran dll. Namun mencari sebab-sebab mengapa ada pengemis, mengapa ada pengangguran belum dianggap sebagai yang berhubungan dengan iman.
2.      Warga gereja yang hidupnya berkecukupan tidak termasuk dalam kelompok orang-orang yang benar-benar menderita. Masih kurangnya semangat keterlibatan dari mereka yang hidup berkecukupan untuk memberikan perhatian bagi mereka yang menderita.
3.      Orang-orang Katolik masih hidup dalam pengaruh kesadaran minoritas sehingga merasa tidak berdaya dan tak dapat berbuat apa-apa. Akibatnya, hanya hidup untuk memuaskan diri tanpa ada maksud untuk mengadakan perubahan dalam hidup serta tergoda untuk mencari rasa aman pada yang lebih kuat atau mayoritas.
4.      Masalah-masalah sosial masih dalam konteks sebuah ajaran yang dipelajari, diketahui, dipahami, atau dicita-citakan dan belum sampai pada tahap pelaksanaan.


PELAJARAN 13
KETERLIBATAN GEREJA DALAM MEMBANGUN DUNIA YANG DAMAI DAN SEJAHTERA

A.    Arti dan Makna Adil, Damai dan Sejahtera
Ø  Adil; tidak berat sebelah, berpihak kepada yang benar atau berpegang pada kebenaran. Keadilan adalah satu prinsip menata dan membangun masyarakat manusia yang damai sejahtera.
Ø  Damai; adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Damai mengandaikan adanya tatanan sosial yang adil, sama dan secara yang menjamin ketenangan dan keamanan hidup setiap manusia. Damai merupakan kesejahteraan tertinggi, yang sangat diperlukan untuk perkembangan manusia dan lembaga-lembaga kemanusiaan.
Ø  Sejahtera; keseluruhan kondisi hidup masyarakat yang memungkinkan, baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan, untuk secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka sendiri, sehingga setiap orang memperoleh sesuatu yang dibutuhkan untuk hidup secara manusiawi. Misalnya, memperoleh nafkah, pakaian, perumahan, hak untuk memilih status hidup dengan bebas dll.

B.     Inspirasi dan Visi dari Injil dan Ajaran Gereja untuk Memperjuangkan Masyarakat yang Adil, Damai dan Sejahtera.
Dasar inspirasi dan visi serta ajaran Gereja dalam memperjuangkan masyarakat yang adil, damai dan sejahtera adalah kedatangan sang Juruselamat.[42] Lukisan tentang ‘damai sejahtera” yang dikehendaki Allah sama seperti yang dinubuatkan Nabi Yesaya dalam Kitab Perjanjian Lama.[43]
Kedatangan Tuhan ke dalam dunia menjamin adanya pembebasan dan pendamaian yang benar, baik dalam keluarga, komunitas Gereja, maupun masyarakat dunia. Tuhan yang telah mendamaikan kita dengan diriNya menghendaki agar manusia hidup dalam damai sejahtera dengan sesamanya.
Juruselamat, Sang Raja Damai, datang ke dunia dan membangun kerajaanNya agar manusia mengalami kesejahteraan lahir dan batin. Sebagai pengikutNya, kita dipanggil untuk membangun Kerajaan Allah di dunia agar dunia lebih manusiawi dan layak di huni. Kita diajak untuk menjadi garam dan terang dunia[44] serta ragi bagi orang lain.
Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, art. 1 mengatakan bahwa kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan menderita, merupakan keprihatinan Gereja. Itu tandanya bahwa Gereja diutus ke tengah-tengah dunia untuk membawa damai sejahtera.

C.    Hal-hal Pokok yang harus Diperhatikan untuk Memperjuangkan Masyarakat yang Damai dan Sejahtera.
Ketidakadilan struktural adalah penyebab yang terdalam mengapa masyarakat kita tidak damai sejahtera. Karena itu, hal-hal pokok yang perlu diperhatikan adalah:
a.       Masyarakat harus sadar akan adanya situasi buruk dalam kehidupan. Dimana-mana terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang perlu untuk diperjuangkan. Tidak seorang pun boleh dirampas hak-hak dasar manusia dan tidak boleh merampas hak orang lain.
b.      Keadilan demi kesejahteraan hanya dapat diperjuangkan dengan memberdayakan mereka yang menjadi kurban ketidakadilan. Para korban ketidakadilan harus disadarkan tentang situasi yang menimpa mereka dan secara bersama-sama berusaha untuk memperbaiki nasibnya.
c.       Cara bertindak yang tepat adalah dengan memberikan kesaksian hidup melalui keterlibatan untuk menciptakan keadilan dalam diri kita sendiri terlebih dahulu.
d.      Usaha dalam memperjuangkan keadilan dan kesetiakawanan bersama hendaknya didasarkan pada semangat cinta kasih dan kerja sama dan bukan kekerasan.

D.    Kendala-kendala
  1. Menciptakan suatu masyarakat yang damai dan sejahtera adalah tidak gampang karena berhadapan dengan struktur dan sistem yang tidak adil dalam masyarakat. Karena itu dibutuhkan suatu gerakan kooperatif dan sungguh-sungguh yang berasal dari masyarakat luas.
  2. Masih adanya anggota masyarakat yang bersikap acuh tak acuh dan bersikap pasrah saja.
  3. Ada kelemahan-kelemahan manusiawi seperti ketidakjujuran, keserakahan, egois dll.
  4. Kurangnya dana dan sarana yang digunakan dalam proses memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan.



PELAJARAN 14
HAK ASASI MANUSIA

A.    Makna HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat dalam diri manusia, yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau negara, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
Hak-hak asasi merupakan hak yang universal. Artinya, hak-hak itu menyangkut semua orang, berlaku dan harus diberlakukan dimana-mana. Misalnya, hak untuk hidup layak, hak untuk mendapat pendidikan dan pekerjaan, hak untuk menikah, dst. Menolak sifat universal hak-hak asasi manusia berarti menyangkal unsur manusiawi yang terdapat dalam setiap kebudayaan.

B.     Piagam PBB tentang HAM
PBB mendeklarasikan piagam HAM pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris, yang isinya dapat digolongkan ke dalam dua kelompok;
1.      Hak-hak sipil dan politik; lebih menyangkut hubungan warga negara dan pemerintahan, serta menjamin agar setiap warga memperoleh kemerdekaan. Misalnya; hak atas hidup, hak kebebasan berpikir dan hak kebebasan menyatakan pendapat, hak kebebasan hati nurani dan agama, dll.
2.      Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya; lebih menyangkut hidup kemasyarakatan dalam arti luas dan menjamin agar orang dapat mempertahankan kemerdekaan. Meliputi: hak mendirikan keluarga serta hak atas kerja, hak atas pendidikan, hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya seniri dan keluarga dan hak atas jaminan waktu sakit dan hari tua, hak atas lingkungan hidup yang sehat serta hak para bangsa atas perdamaian dan perkembangan.

C.    HAM dalam Terang Kitab Suci
Dalam Perjanjian Lama, pengalaman pembebasan hak-hak bangsa Israel dari kukungan bangsa Mesir menjadi tanda sejarah keselamatan; sejarah pembebasan, menjadi perhatian khusus bagi kaum miskin yang tertindas.[45]
Orang miskin dan tak berdaya mendapat perhatian khusus dari Tuhan. Maka, hak-hak asasi pertama-tama harus diperjuangkan untuk orang yang lemah dan yang tidak berdaya dalam masyarakat. Dasar perjuangan itu adalah tindakan Tuhan sendiri yang melindungi orang yang tidak mempunyai hak dan kekuatan.
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang berdaulat dan semua hak manusia adalah hak mengembangkan diri sebagai citra Allah.[46]

D.    HAM dalam Terang Ajaran Gereja
Ajaran sosial Gereja menegaskan: “Karena semua manusia mempunyai jiwa berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai kodrat dan asal yang sama, serta karena penebusan Kristus, mempunyai panggilan dan tujuan ilahi yang sama, maka kesamaan asasi antara manusia harus senantiasa diakui” (Gaudium et Spes, Art. 29). Dari ajaran ini tampak pandangan Gereja tentang hak asasi, yakni hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan, ciptaan Allah. Hak ini tidak diberikan kepada seseoarang karena kedudukan, pangkat atau situasi. Hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir, karena dia seorang manusia. Kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi.
Gereja mendesak diatasinya dan dihapuskannya “setiap bentuk diskriminasi, entah yang bersifat sosial atau budaya, entah yang didasarkan pada jenis kelamin, warna kulit, suku, keadaan sosial, bahasa ataupun agama, karena berlawanan dengan maksud dan kehendak Allah” (Gaudium et Spes, Art. 29).

E.     Sejarah Perjuangan dan Kerja Sama Menegakkan HAM
  1. Perjuangan PBB
·         Pada tanggal 10 Desember 1948, PBB mengumumkan “Universal Declaration of Human Right”.
·         Tahun 1966, deklarasi tentang hak-hak asasi manusia dilengkapi dengan dua pernyataan khusus:
o   Perjanjian internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
o   Perjanjian internasional tentang hak-hak sipil dan politik.
·         Tahun 1975 hak-hak asasi dirumuskan lagi secara khusus dalam persetujuan Helsinki.
·         Tahun 1981 diumumkan piagam Afrika mengenai hak-hak manusia dan bangsa-bangsa.
·         Pada saat ini, PBB memiliki Panitia hak-hak manusia yang bertugas mengawasi hak-hak manusia.

  1. Perjuangan Gereja
·         Ensiklik Mater et Magistra (1961) dan Pacem in Terris (1963) mulai berbicara tentang HAM.
·         Konsili Vatikan II (1962-1965) berulang kali berbicara mengenai HAM, terutama dalam konstitusi Gaudium et Spes dan Dignitatis Humanae.
·         Tahun 1974 panitia kepausan “Yustita et Pax” menerbitkan sebuah kertas kerja “Gereja dan Hak-hak Asasi Manusia”.
·         Komisi Teologi Internasional mengeluarkan sejumlah tesis mengenai martabat dan hak-hak pribadi.







PELAJARAN 15
PERJUANGAN MENEGAKKAN HAM DI INDONESIA

A.      Pelanggaran Hak Asasi di Indonesia
Pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia sudah berlangsung lama, yaitu sejak zaman feodal, kemudian zaman kolonial Belanda dan pendudukan Jepang dan masih disambung dengan zaman demokrasi terpimpin dan Orde Baru. Beberapa contoh pelanggaran HAM di Indonesia antara lain:
·         Tahun 1965, ribuan orang dieksekusi dengan hukuman mati atau dibuang ke Pulau Buru tanpa proses pengadilan.
·         Kerusuhan di berbagai daerah.
·         Kasus penggusuran terhadap rakyat kecil.
·         Hak orang untuk mengeluarkan pendapat, untuk berdemonstrasi, untuk berpolitik bahkan untuk tinggal dan hidup dilanggar. Dll.
Yang paling menderita dan tak berdaya ialah orang-orang miskin dan kaum perempuan serta anak-anak.

B.       Pelanggaran Hak Asasi terhadap Kaum Miskin
Kata “miskin” memiliki cakupan yang luas. Mereka yang tergolong dalam “miskin” antara lain:
·         Mereka yang hidup tidak layak dalam hal sandang, pangan dan papan.
·         Mereka yang tidak memiliki hak dalam partisipasi pengambilan keputusan politik.
·         Orang yang terancam hidupnya.
·         Orang yang terbelenggu kebebasannya untuk bersuara, berpendapat dan berserikat.
·         Orang yang tidak mendapatkan tempat dalam masyarakat.
·         Orang miskin di desa; para petani garapan, para nelayan dan penganggur.
·         Orang miskin di kota; para buruh, pemulung, gelandangan, pelacur, preman, pedagang kaki lima, penjual surat kabar, anak jalanan dan pembantu rumah tangga.
Mereka adalah orang-orang yang hampir tidak mempunyai hak, setiap saat diperlakukan semena-mena oleh berbagai pihak dan tidak dapat membela kepentingannya karena sarana kesejahteraan sosial dan hukum yang masih sangat kurang memadai.

C.      Pelanggaran Hak Asasi terhadap Kaum Perempuan
·         Perendahan martabat perempuan, dimana perempuan diposisikan lebih rendah.
·         Kaum perempuan kurang mendapat tempat dan peran di lembaga-lembaga negara, seperti lembaga eksekutif dan legislatif.
·         Diskriminasi undang-undang atau peraturan terhadap perempuan, lebih-lebih di perusahan-perusahan. Misalnya; gaji atau upah bagi perempuan sering lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki, walaupun pekerjaannya sama.
·         Wanita karier sering bekerja rangkap, di tempat kerja dan di rumah.
·         Perempuan sering dijadikan sumber devisa sebagai TKW tetapi sering tanpa perlindungan hukum.
·         Perempuan (dan anak-anak) sering diperdagangkan dan dijadikan wanita penghibur/pelacur.
·         Kekerasan dalam rumah tangga. Dll.

D.      Sebab Terdalam Terjadinya Pelanggaran HAM
·         Struktur kemasyarakatan yang diciptakan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dan uang sehingga yang tidak berdaya dalam keadaan terjepit dan menjadi bulan-bulanan kaum penguasa dan kaum kaya.
·         Sistem sosial, politik dan ekonomi yang disusun penguasa dan penguasa menciptakan ketergantungan rakyat jelata kepadanya, sehingga mereka dapat bertindak sewenang-wenang.
·         Pembangunan ekonomi, sosial dan politik dunia dewasa ini belum menciptakan kesempatan yang luas bagi “orang-orang kecil”, melainkan justru mempersempit ruang gerak “orang-orang kecil” untuk mengungkapkan jati dirinya secara penuh.
·         Sistem patriarkhi yang diciptakan oleh kaum laki-laki, menjadikan wanita dalam posisi yang kedua dan bukan yang utama.

E.       Sikap Yesus terhadap Kaum Lemah
·         Sikap dan tindakan Yesus berpihak pada kaum miskin zamanNya.
·         Ia sering menyerang para penguasa agama dan politik yang memperberat hidup orang-orang kecil yang tidak berdaya.
·         Yesus berani berdiri pada pihak yang kurang beruntung, pendosa, orang miskin, wanita, orang sakit dan tersingkir baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi.
·         Yesus mengajak orang-orang kecil untuk mengatasi kekurangan dan kemiskinan mereka dengan kerelaan untuk saling membagi dan memberi.
·         Terhadap perempuan, Yesus bersikap terbuka, bergaul dengan wanita tanpa takut kehilangan nama baik. Yesus berbicara terbuka dengan wanita dan dengan cara itu Ia melawan arus zamanNya. Yesus menerima dan menghormati mereka. Yesus menghargai kedudukan dan peran wanita dalam kehidupan bersama.

F.       Usaha Menegakkan HAM di Indonesia
1.      Pemerintah
·         Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia.
·         Keputusan Presiden tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
·         Tap MPR tentang Hak Asasi Manusia.
·         Undang-Undang RI tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
·         Undang-Undang RI tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.


2.      Komnas HAM
Dalam usaha menegakan HAM, dibentuklah Komisi Nasional HAM yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat. Namun dalam prakteknya, lembaga ini belum dapat bekerja dengan maksimal.
Selain itu, muncul juga beberapa lembaga swasta yang memperjuangkan HAM seperti Indonesia Coruption Watch (ICW), Komisi untuk oang hilang dan korban tindak kekerasan (Kontras), dll. Namun semua bentuk lembaga tersebut kadang mengalami kesulitan karena dihadang oleh sistem dan struktur politik, ekonomi dan budaya yang ada.

3.      Gereja
Sepanjang sejarahnya, Gereja telah berusaha untuk senantiasa memberikan perhatian dan memperjuangkan nasib orang-orang miskin. Perhatian Gereja nampak dalam ensiklik-ensiklik para Paus, konferensi-konferensi para uskup dan surat gembala yang menyuarakan supaya hak-hak rakyat kecil diperhatikan dan ditegakkan.
KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia), selalu berpegang teguh pada ajaran sosial Gereja yang antara lain: “karena semua manusia mempunyai jiwa berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai kodrat dan asal yang sama, serta karena penebusan Kristus mempunyai panggilan dan tujuan ilahi yang sama, maka kesamaan asasi antara manusia harus senantiasa diakui” (Gaudium et Spes, Art. 29). Gereja mendesak diatasinya dan dihapuskannya “setiap bentuk diskriminasi, entah yang bersifat sosial atau kebudayaan, entah yang didasarkan pada jenis kelamin, warna kulit, suku, keadaan sosial, bahasa ataupun agama, karena berlawanan dengan maksud dan kehendak Allah” (Gaudium et Spes, Art. 29).
KWI dan hampir semua keuskupan membentuk lembaga yang antara lain memperjuangkan hak asasi manusia dari rakyat kecil itu, misalnya:
a.       Komisi Keadilan dan Perdamaian
b.      Komisi Migran
c.       Komisi Hubungan Antara Agama
d.      Jaringan Mitra Perempuan
e.       Crisis Center dll.
Lembaga-lembaga diatas telah bekerja keras, antara lain:
a.       Mengadakan pendidikan dan pelatihan tentang HAM kepada para fasilitator dan masyarakat luas supaya mereka mengetahui dan menyadari akan hak-haknya dan kemudian terlibat untuk turut memperjuangkan haknya.
b.      Mengadakan berbagai lembaga advokasi untuk membela hak-hak rakyat.
c.       Memperluas jaringan kerjasama dengan pihak mana saja untuk memperjuangkan HAM.




PELAJARAN 16
KEKERASAN DAN BUDAYA KASIH

A.    Konflik dan Kekerasan di Tanah Air
Kekerasan yang sedang berlangsung di negeri kita menunjukkan rupa-rupa dimensi dan rupa-rupa wajah.
1.      Rupa-Rupa Dimensi Kekerasan
a.       Kekerasan Psikologis; ada banyak kekerasan psikologis seperti kebohongan sistematis, indoktrinasi, teror-teror berkala, ancaman-ancaman langsung atau tidak langsung yang melahirkan ketakutan dan rasa tidak aman.
b.      Kekerasan Lewat Imbalan; seseorang dipengaruhi dengan mendapat imbalan. Akibatnya ia tidak dapat lagi untuk berbicara kritis. Ia terpaksa menjadi jinak.
c.       Kekerasan Tidak Langsung; kekerasan yang terjadi secara tidak langsung tetapi berdampak bagi manusia secara fisik dan psikologis. contoh kekerasan tidak langsung adalah melempar batu ke rumah orang dan uji coba bom/nuklir.
d.      Kekerasan Tersamar; suatu kekerasan disebut kekerasan biasanya jika ada pelakuknya. Jika tidak ada pelaku, kekerasan itu disebut kekerasan tersamar atau kekerasan struktural. Kekerasan ini sering juga digelar sebagai “ketidakadilan sosial”.
e.       Kekerasan yang Tidak Disengaja; kekerasan itu sengaja atau tidak sengaja, tetap sebuah kekerasan bagi si korban. Karena itu, dari segi “korban”, misalnya mati atau cacat, maka kekerasan yang hanya dimengerti dari tolok ukur sengaja terlalu sempit dan melanggar rasa keadilan. Kekerasan yang tidak sengaja sering dihubungkan dengan kekerasan struktural.
f.       Kekerasan Tersembunyi (Laten); kekerasan yang dapat terjadi sewaktu-waktu atau menunggu “bom waktu”. Cohtohnya kekerasan dan kekejaman yang laten adalah sistem-sistem yang mengendalikan dan membelenggu kehidupan banyak orang seperti feodalisme, fundamentalisme dan fanatisme.

2.      Wajah-Wajah Kekerasan
a.       Kekerasan Sosial; situasi diskriminatif yang mengucilkan sekelompok orang yang tanah atau harta milik mereka dapat dijarah dengan alasan “Pembangunan Negara”.
b.      Kekerasan Kultural; terjadi ketika ada pelecehan, penghancuran nilai-nilai budaya minoritas demi hegemoni penguasa. Apa yang menjadi milik kebudayaan daerah tertentu dijadikan budaya nasional tanpa proses yang demokratis dan budaya daerah lainnya dilecehkan.
c.       Kekerasan Etnis; pengusiran atau pembersihan sebuah etnis karena ada ketakutan menjadi bahaya atau ancaman bagi kelompok tertentu. Suku tertentu dianggap tidak layak atau tidak disenangi diusir keluar.
d.      Kekerasan Keagamaan; kekerasan yang terjadi karena ada fanatisme, fundamentalisme dan ekslusivisme yang melihat agama lain sebagai musuh.
e.       Kekerasan Gender; situasi dimana hak-hak perempuan dilecehkan akibat budaya patriarkhi yang dihayati sebagai peluang untuk tidak atau kurang memperhitungkan peranan perempuan.
f.       Kekerasan Politik; kekerasan yang terjadi dengan paradigma “politik adalah panglima”. Karena politik adalah panglima, maka paradigma politik harus diamankan lewat pendekatan keamanan. Semua yang berbicara vokal dan kritis harus dibungkam dengan cara isolaso atau penjara.
g.      Kekerasan Militer; kekerasan yang terjadi karena ada militerisasi semua bidang kehidupan masyarakat, misalnya larangan berkumpul.
h.      Kekerasan Terhadap Anak-Anak; anak-anak dibawah umur dipaksa bekerja dengan jaminan yang sangat rendah sebagai pekerja rumah.
i.        Kekerasan Ekonomis; masyarakat yang sudah tidak berdaya secara ekonomis diperlakukan secara tidak manusiawi.
j.        Kekerasan Lingkungan Hidup; sebuah sikap dan tindakan yang melihat dunia dengan sebuah tafsiran eksploitasi.

3.      Akar dari Konflik dan Kekerasan
·         Analisis “teori konflik” menemukan alasan kekerasan pada berbagai bentuk “perbedaan kepentingan” kelompok-kelompok masyarakat sehingga kelompok yang satu ingin menguasai bahkan mencaplok kelompok lainnya.
·         Analisis “fungsionalisme stuktural” berpendapat bahwa hampir semua kerusuhan berdarah di Indonesia disebabkan oleh disfungsi sejumlah institusi sosial, terutama lembaga politik.

B.     Pesan Injil dalam Hubungan dengan Konflik dan Kekerasan
  • Salah satu dasar Kitab Suci adalah Matius 26:47-56[47].
  • Yesus mengajak kita untuk mengembangkan budaya kasih dengan mencintai sesama, bahkan mencintai musuh.[48]
  • Pesan Yesus untuk kita memang sangat radikal dan bertolak belakang dengan kebiasaan, kebudayaan dan keyakinan gigi ganti gigi yang kini sedang berlaku. Kasih yang berdimensi keagamaan sungguh melampaui kasih manusiawi. Kasih Kristiani tidak terbatas lingkungan keluarga karena hubungan darah; tidak terbatas pada lingkungan kekerabatan atau suku, tidak terbatas pada lingkungan daerah atau idiologi atau agama. Kasih Kristiani menjangkau semua orang, sampai kepada musuh-musuh kita.
  • Dasar kasih Kristiani adalah keyakinan dan kepercayaan bahwa semua orang adalah putra dan putri Bapa kita yang sama di surga. Dengan menghayati cinta yang demikian, kita meniru cinta Bapa di surga. Dengan menghayati cinta yang demikian, kita meniru citna Bapa di surga, yang memberi terang matahari dan curah hujan kepada semua orang (baik orang baik maupun orang jahat).
  • Mengembangkan budaya kasih untuk melawan budaya kekerasan memang tidak mudah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita merasa betapa sulitnya untuk berbuat baik dan mencintai orang yang membuat kita sakit hati.
C.    Mengembangkan Budaya Non Violence dan Budaya Kasih
1.      Usaha-usaha Membangun Budaya Kasih Sebelum Terjadi Konflik dan Kekerasan
a.       Dialog dan komunikasi supaya dapat lebih saling memahami kelompok lain. Kalau diadakan komunikasi yang jujur dan tulus, segala prasangka buruk dapat diatasi.
b.      Kerja sama atau membentuk jaringan lintas batas untuk memperjuangkan kepentingan umum yang sebenarnya menjadi opsi bersama. Rasa senasib dan seperjuangan dapat lebih mengakrabkan kita satu sama lain.

2.      Usaha-usaha Membangun Budaya Kasih Sesudah Terjadi Konflik dan Kekerasan
a.       Langkah pertama: konflik atau kekerasan perlu diceritakan kembali oleh yang menderita. Kekerasan bukanlah sesuatu yang abtrak atau impersonal melainkan personal, pribadi, maka perlu dikisahkan kembali. Unsur yang penting dari tahap ini adalah rekonsiliasi menuntut pengungkapan kembali kebenaran, karena “kebenaran memerdekakan”.[49] Menceritakan kebenaran akan sangat membantu proses selanjutnya yaitu mengakui kesalahan dan pengampunan.
b.      Langkah kedua: mengakui kesalahan dan minta maaf serta penyesalan dari pihak atau kelompok yang melakukan kesalahan atau penyebab konflik kekerasan. Tindakan meminta maaf adalah tindakan dua pihak dalam gerak menuju rekonsiliasi. Dalam pengakuan kesalahan, orang mengalami keterbatasannya. Pengalaman keterbatasan membuka kemungkinan bagi manusia untuk berharap dan menantikan petunjuk dan jalan keluar yang diberikan oleh pihak ketiga, pihak luar.
c.       Langkah ketiga: pengampunan oleh korban kepada yang melakukan kekerasan. Pengampunan berarti meninggalkan balas dendam terhadap pelaku kekerasan, membiarkan pergi segala beban dendam lawan pelaku. Dalam pengampunan kita menolak dosa, tetapi tidak menolak pendosa. Mengampuni berarti berpartisipasi dalam sifat Allah sendiri.[50]
d.      Langkah keempat: rekonsiliasi. Rekonsiliasi adalah pembaharuan. Para korban diajak agar dapat mengampuni dengan tidak menyimpan balas dendam kepada para pelaku.


PELAJARAN 17
MENGHARGAI HIDUP

A.    Tindakan-tindakan Menghilangkan Nyawa
1.      Pembunuhan dan pembantaian manusia.
2.      Pengguguran kandungan.
3.      Euthanasia; tindakan membebaskan seseorang dari penderitaan yang terlalu berat dengan menyebabkan seseorang penderita mati secara pelan-pelan dan tidak terasa.
4.      Tindakan yang membahayakan kehidupan manusia, misalnya kebut-kebutan di jalan, nakotika, mabuk-mabukan dll.
5.      Tindakan yang menekan hidup manusia, misalnya fitnah, teror mental, ancaman, perbudakan, dll.

B.     Menghargai Hidup dalam Kitab Suci dan Ajaran Kristiani
1.      Kitab Suci Perjanjian Lama
Umat Perjanjian Lama percaya akan Allah Pencipta, yang gembira atas karyaNya. Bagi Allah, hidup, khususnya hidup manusia, amat berharga. Umat Allah percaya akan Allah yang cinta hidup, mengandalkan Allah yang membangkitkan orang mati dan membela hidup melawan maut. Tuhan itu Allah orang hidup maka: “Jangan membunuh!”[51].
Ajakan firman kelima menegaskan: tidak membunuh orang dan tidak membunuh diri sendiri. Sesorang hanya dapat dikatakan membunuh jika dia melakukan perbuatan itu dengan sengaja dan orang yang dibunuh itu tidak bersalah dan tidak membuat perlawanan.

2.      Kitab Suci Perjanjian Baru
Kitab Suci Perjanjian Baru tidak hanya melarang pembunuhan, tetapi ingin membangun sikap hormat dan kasih akan hidup. Yesus berkata: “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! Harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! Harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala”[52].
Hidup setiap orang harus dipelihara dengan kasih. Hidup manusia tidak boleh dimusnahkan dengan kekerasan, tidak boleh dibahayakan dengan sembrono, dll. Sebab setiap orang adalah anak Allah.

3.      Ajaran Kristiani
a.       Perang
Konsili Vatikan II, perang belum enyah dari kehidupan manusia dan setiap hari di mana pun juga, perang meneruskan permusuhannya.[53] Tanpa berkecamuk peperangan, dunia senantiasa dilanda kekerasan dan pertentangan antar-manusia.[54]
Dalam ensiklik Pacem in Terris, Paus Yohanes XXIII mengatakan bahwa perang tidak lagi boleh dipandang sebagai sarana menegakkan kembali keadilan. Keamanan masyarakat tidak dapat dijamin dengan tertib kontrol dengan sejata. Masyarakat hanya menjadi aman jika dalam kebersamaan diakui hak asasi setiap orang.
b.      Hukuman Mati
Gereja tidak mendukung adanya hukuman mati, namun tidak melarangnya juga. Gereja mempertahankan bahwa kuasa negara yang sah berhak menjatuhkan hukuman mati dalam kasus yang amat berat. Dilain pihak, dalam etika (termasuk moral Katolik), makin diragukan alasan-alasan yang membenarkan hukuman mati, sebab sama sekali tidak jelas, manakah perkara-perkara yang amat berat yang dapat membenarkan hukuman mati.

C.    Usaha-usaha untuk Menghargai Hidup
1.      Menggali dan menyebarluaskan ajaran tentang “peri-kemanusiaan”, baik dari ideologi negara (Pancasila) dan dokumen-dokumen negara lainnya, maupun dari adat dan kebudayaan bangsa yang sangat mengutamakan kemanusiaan.
2.      Memperkenalkan dan menyebarluaskan gagasan-gagasan Kristiani tentang nilai kehidupan/nyawa manusia.
3.      Melawan dan memboikot dengan tegas “budaya” kekerasan dan “budaya” maut.
4.      Untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan diatas, kita dapat menggunakan: semua mass-media yang ada, pengadaan buku-buku, posisi umat Katolik, baik dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat luas.
5.      Umat Katolik harus menunjukkan sikap hidup yang nyata dan tegas bahwa kita sungguh menghormati kehidupan manusia. Kita ingin menghayati budaya cinta kehidupan.


PELAJARAN 18
ABORSI

A.    Pengguguran Kandungan/Aborsi
1.      Dilatasi/Kuret
Lubang rahim diperbesar, agar rahim dapat dimasuki kuret, yaitu sepotong alat tajam. Kemudian janin yang hidup itu dipotong kecil-kecil, dilepaskan dari dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya terjadi banyak pendarahan.
a.       Kuret dengan cara penyedotan; dilakukan dengan memperlebar lubang rahim, kemudian sebuah tabung dimasukkan ke dalam rahim dan dihubungkan dengan alat penyedot yang kuat. Dengan cara demikian, bayi dalam rahim tercabik-cabik menjadi kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam sebuah botol.
b.      Peracunan dengan garam; dilakukan pada janin berusia lebih dari 16 minggu (4 bulan), ketika sudah cukup banyak cairan yang berkumpul di sekitar bayi dalam kantong anak. Sebatang jarum yang panjang dimasukkan melalui perut ibu ke dalam kantung bayi, kemudian sejumlah cairan disedot keluar dan larutan garam yang pekat disuntikkan ke dalamnya. Bayi dalam rahim akan menelan garam beracun sehingga ia sangat menderita. Bayi itu akan meronta-ronta dan menendang-nendang karena dibakar hidup-hidup oleh racun itu. Dengan cara ini, sang bayi akan mati dalam waktu kira-kira 1 jam dan kulitnya benar-benar hangus. Dalam waktu 24 jam kemudian, si ibu akan mengalami sakit beranak dan melahirkan seorang bayi yang sudah mati. Namun, sering juga terjadi bayi yang lahir itu masih hidup, tetapi biasanya dibiarkan saja agar mati.
c.       Histerotomi/Caeser; dilakukan 3 bulan terakhir dari kehamilan. Rahim dimasuki alat bedah melalui dinding perut. Bayi kecil ini dikeluarkan dan dibiarkan agar mati atau kadang-kadang langsung di bunuh.
d.      Pengguguran Kimia Prostagladin; pengguguran dengan memakai bahan-bahan kimia yang mengakibatkan rahim ibu mengkerut, sehingga bayi dalam rahim itu mati dan terdorong keluar. Kerutan ini sedemikian kuatnya sehingga ada bayi-bayi yang terpenggal.

2.      Alasan Melakukan Pengguguran
a.       Alasan dari wanita (ibu) yang mau menggugurkan kandungannya antara lain:
Ø  Karena malu, sebab mungkin buah kandungannya adalah hasil penyelewengannya atau hubungan badan pra-nikah dengan pacarnya.
Ø  Karena tekanan batin sebab buah kandungannya adalah akibat dari perkosaan terhadap dirinya.
Ø  Karena tekanan ekonomi, tidak sanggup membiayai hidup janin itu selanjutnya.
b.      Alasan dari yang membantu melaksanakan pengguguran antara lain:
Ø  Alasan utama mungkin karena uang, biasanya untuk pengguguran di bayar mahal. Wanita atau ibu yang mau menggugurkan kandungannya biasanya dalam situasi terjepit, maka berapa pun biayanya akan membayarnya.
Ø  Mungkin saja ia prihatin dengan keadaan si wanita atau ibu yang kehamilannya tidak dikehendaki.

3.      Risiko Pengguguran Kandungan
Ø  Pengguguran adalah operasi besar yang dapat mengakibatkan komplikasi yang sangat berbahaya, misalnya; keguguran di masa mendatang, hamil di saluran telur, kelahiran bayi yang terlalu dini, tidak dapat hamil lagi, dsb.
Ø  Wanita atau ibu yang menggugurkan dapat mengalami gangguan-gangguan emosional yang berat.

B.     Pengguguran Kandungan dalam Terang Kitab Suci, Ajaran Gereja dan Negara
1.      Ajaran Kitab Suci
Ø  Allah berkata kepada Yeremia: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau. Aku telah menetapkan engkau menjadi Nabi bagi bangsa-bangsa” (Yer 1:4-5).
Ø  Allah mengutus malaikat kepada Zakharia dan memberitahukan tentang kelahiran Yohanes Pembaptis: “Banyak orang akan bersuka cita atas kelahirannya, sebab ia akan menjadi besar dalam pandangan Allah” (Luk 1:11-17).
Ø  Malaikat Gabriel memberitahukan kepada Maria; “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia, Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah yang maha tinggi………..dan kerajaanNya tidak akan berkesudahan” (Luk 1:31-33).
Ø  Berdasarkan kutipan-kutipan Kitab Suci diatas, dinyatakan bahwa Allah tidak menunggu sampai bayi itu dapat bergerak atau sudah betul-betul siap untuk lahir baru Allah mengenal dan mengasihinya sebagai manusia. Sesungguhnya, hanya Allah yang berhak memberi atau mencabut kehidupan.[55] Hanya Dia yang berhak membuka dan menutup kandungan. Tetapi ibu-ibu dengan alasan-alasan egoisnya dan dokter-dokter dengan alat-alatnya yang tajam telah mempermainkan Allah karena telah menghilangkan kehidupan sang bayi dalam kandungan ibunya.

2.      Ajaran Gereja
Gereja sejak awal telah menolak dan menentang pengguguran. Gereja membela hak hidup anak di dalam kandungan. Konsili Vatikan II menjelaskan bahwa pengguguran adalah suatu tindakan kejahatan yang durhaka, sama dengan pembunuhan anak. Sebab Allah, Tuhan kehidupan telah mempercayakan pelayanan mulia melestarikan hidup kepada manusia, untuk dijalankan dengan cara yang layak baginya. Maka kehidupan sejak saat pembuahan harus dilindungi dengan sangat cermat[56]
Manusia dalam kandungan memiliki martabat yang sama seperti manusia yang sudah lahir. Karena martabat itu, manusia mempunyai hak-hak asasi dan mempunyai segala hak sipil dan gerejawi, sebab dengan kelahirannya hidup manusia sendiri tidak berubah, hanya lingkungan hidupnya menjadi lain. Gereja menghukum pelanggaran melawan kehidupan manusia ini dengan hukum Gereja yaitu hukuman ekskomunikasi. “Barang siapa yang melakukan pengguguran kandungan dan berhasil, terkena ekskomunikasi” (KHK Kanon 1398).[57]

3.      Hukum Negara
Upaya perlindungan terhadap bayi dalam kandungan terwujud dalam ketentuan hukum yaitu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
342  “Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambilnya sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu, dihukum karena pembunuhan anak yang direncanakan dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun.”
346 “Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya 4 tahun.
347  ( 1 ) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang perempuan tidak dengan ijin perempuan itu di hukum penjara selama-lamanya 12 tahun.
348  ( 1 ) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang perempuan dengan izin perempuan itu dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun 6 bulan.
349  Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang obat membantu dalam kejahatan yang tersebut dalam pasal 346 atau bersalah atau membantu dalam salah satu kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348, maka hukuman yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan 1/3-nya dan dapat dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan itu.

C.    Langkah-langkah Preventif untuk Mencegah Pengguguran Kandungan
1.      Untuk para remaja: usahakan supaya tidak melakukan hubungan intim sebelum resmi menikah. Dalam berpacaran dan bertunangan sikap tahu menahan diri merupakan tanda pengungkapan cinta yang tertempa dan tidak egoistis.
2.      Untuk para keluarga: perencanaan kehamilan harus dipertimbangkan dan dipertahankan dengan sikap ugahari dan bijaksana. Kehadiran buah kandungan yang tidk direncanakan harus dielakkan secara tepat dan etis.


PELAJARAN 19
BUNUH DIRI DAN EUTHANASIA

A.    Alasan atau Sebab-sebab Bunuh Diri
Ada banyak alasan orang dapat melakukan bunuh diri, antara lain:
a.       Orang mengalami depresi, tekanan batin, karena:
Ø  Putus cinta, pasangan menyeleweng, kurang diperhatikan dan dihargai dalam keluarga, dsb.
Ø  Beban ekonomi yang tidak tertanggungkan, kehilangan pekerjaan, dililit utang, dsb.
Ø  Merasa hidup tak lagi bermakna, dsb.
b.      Orang mau mengungkapkan protes; mungkin saja karena terjadi kasus-kasus ketidakadilan, kemudia untuk memprotesnya orang melakukan aksi mogok makan sampai tewas, membakar diri, menembak diri, dsb.

B.     Euthanasia
  1. Arti Euthanasia
Kata euthanasia berasal dari bahasa Yunani yang berarti kematian yang baik (mudah). Kematian dilakukan untuk membebaskan seseorang dari penderitaan yang amat berat.

  1. Jenis-Jenis Euthanasia
a.       Dilihat dari segi pelakunya
Ø  Compulsary euthanasia yaitu bila orang lain memutuskan kapan hidup seseorang akan berakhir. Orang tersebut mungkin kerabat, dokter atau bahkan masyarakat secara keseluruhan. Misalnya: dilakukan para orang yang menderita sakit mengerikan seperti anak-anak yang cacat parah.
Ø  Voluntary euthanasia berarti orang itu sendiri yang minta untuk mati.

b.      Dilihat dari segi caranya
Ø  Euthanasia aktif  yaitu mempercepat kematian seseorang secara aktif dan terencana, juga bila secara medis ia tidak dapat lagi disembuhkan dan juga kalau euthanasia dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri.
Ø  Euthanasia pasif  yaitu pengobatan yang sia-sia dihentikan atau sama sekali tidak dimulai atau diberi obat penangkal sakit yang memperpendek hidupnya, karena pengobatan apa pun tidak berguna lagi.

C.    Masalah Bunuh Diri dan Euthanasia dari Segi Moral Kristiani
Manusia hidup karena diciptakan dan dikasihi Allah. Karena itu, biarpun sifatnya manusiawi dan bukan ilahi, hidup itu suci. Kitab Suci menyatakan bahwa nyawa manusia tidak boleh diremehkan. Hidup manusia mempunyai nilai istimewa karena sifatnya yang pribadi. Karena itu, manusia tidak boleh menghilangkan nyawanya sendiri, misalnya dengan melakukan bunuh diri atau euthanasia. Hanya Tuhan yang boleh mengambil kembali hidup manusia.
1.      Bunuh Diri; dari segi moral kritiani tindakan bunuh diri jelas dilarang, kecuali demi nilai yang lebih luhur. Misalnya demi kebaikan, kepentingan dan keselamatan umum.
2.      Euthanasia; dari segi moral kristiani tidak diperbolehkan mempercepat kematian secara aktif dan terencana, juga jika secara medis ia tidak lagi sendiri.[58] Tidak seorang pun berhak mengakhiri hidup orang lain walaupun dengan rasa iba. Pendapat Gereja Katolik mengenai euthanasi aktif sangat jelas, yakni tidak seorang pun diperkenankan memintan perbuatan pembunuhan, entah untuk dirinya sendiri, entah untuk orang lain yang dipercayakan kepadanya.
Penderitaan harus diringankan bukan dengan pembunuhan, melainkan dengan pendampingan oleh seorang teman. Demi salib Kristus dan demia kebangkitanNya, Gereja mengakui adanya makna dalam penderitaan, sebab Allah tidak meninggalkan orang yang menderita. Dan dengan memikul penderitaan dan solidaritas, kita ikut menebus penderitaan.


PELAJARAN 20
NARKOBA DAN HIV/AIDS

A.    Narkoba
  1. Arti dan Jenis Narkoba
a.       Narkotika. Menurut UU RI No. 22 tahun 1997, Narkotika meliputi zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yaitu:
Ø  Golongan opiat: heroin, morfin, candu, dll.
Ø  Golongan kanabis: ganja, hashis, dll.
Ø  Golongan koka: kokain, crack, dll.
b.      Alkohol; minuman yang mengandung etanol (etil alkohol) tetapi bukan obat.
c.       Psikotropika; menurut UU RI No. 5 tahun 1997, psikotropika meliputi zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkoba, seperti ecstasy, shabu-shabu, obat penenang/obar tidur, obat anti dprresi dan obat anti psikosis.
d.      Zat Adiktif; adalah inhalasia (aseton, thinner cat, lem), nikotin (tembakau) dan kafein (kopi).
Napza tergolong zat psikoaktif. Zat psikoaktif adalah zat yang terutama mempengaruhi otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi dan kesadaran.

  1. Tahap-tahap dan Gejala Orang Kecanduan Narkoba
a.       User (pemakai coba-coba). Pada tahap ini orang menggunakan narkoba hanya sekali-kali dan dalam waktu yang realtif jarang. Pada tahap ini hubungan seseorang dengan keluarga dan masyarakatnya masih terjalin dengan baik, demikian juga dalam bidang pendidikan. Semua terjadi karena orang tersebut masih dapat mengontrol kebiasaan memakainya.
b.      Abuser (pemakai iseng). Pada tahap ini seorang mengkonsumsi narkoba lebih sering daripada saat ia berada dalam tahap pertama. Pengguna narkoba tersebut mulai menggunakan narkoba sebagai suatu keisengan untuk melupakan masalah, mencari kesenangan dan sebagainya. Pada tahap ini, orang tersebut sebenarnya mulai dihantui masalah-masalah. Hal itu terjadi karena kontrol dirinya terhadap penggunaan narkoba semakin lemah sehingga mempengaruhi hubungannya dengan keluarga dan masyarakat secara langsung. Pendidikan mereka juga mulai terganggu karena konsentrasi mereka terhadap pelajaran semakin melemah.
c.       Pecandu (pemakai tetap). Pada tahap ini seseorang telah kehilangan kontrol sama sekali dalam penggunaan narkoba. Pada saat ini, bukan mereka yang mengontrol kebiasaan penggunaan narkoba, melainkan mereka yang dikontrol oleh narkoba. Hubungan antara orang tersebut dengan keluarga dan masyarakat sudah rusak karena perilaki mereka benar-benar tidak terkontrol lagi.

  1. Tanda-tanda Pencandu Narkoba
a.      Fisik; berat badan turun drastis, sering menguap, mengeluarkan air mata, keringan berlebihan, mata cekung dan merah, muka pucat, bibir kehitan-hitaman, sering batuk dan pilek yang berkepanjangan, tangan penuh bintik-bintik merah seperti bekas gigitan nyamuk dan ada luka bekas sayatan, ada goresan dan perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan, buang air besar dan buang air kecil berkurang dan juga gejala sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas.
b.      Emosi; sangat sensitif dan cepat bosan, bila ditegur atau dimarahi akan menunjukkan sikap membangkang, emosinya tidak stabil dan tidak ragu untuk memukul orang dan berbicara kasar kepada anggota keluarga atau orang disekitarnya.
c.       Perilaku; malas dan sering melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas rutinnya, sering berbohong dan ingkar janji, menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga, suka mencuri uang, menggadaikan barang-barang berharga di rumah, takut akan air karena menyakitkan sehingga mereka malas mandi, waktu di rumah kerap kali dihabiskan di kamar tidur, kloset, gudang, ruang yang gelap, kamar mandi/tempat-tempat sepi lainnya.

  1. Tanda-tanda Sakaw
a.       Obat jenis opiat (heroin, morfin, putaw); menimbulkan gejala: banyak keringat, sering menguap, gelisah, mata berair, gemetar, hidung berair, tak ada selera makan, pupil mata melebar, mual atau muntah, tualgn atau otot sendi menjadi sakit, diare, panas dingin, tidak dapat tidur, tekanan darah sedikit naik.
b.      Obat jenis ganja; menyebabkan gejala-gejala: banyak berkeringat, gelisah, gemetar, tak ada selera makan, mual atau muntah, diare, tak dapat tidur (insomnia).
c.       Obat jenis amphetamin (shabu-shabu, ekstasi); menimbulkan gejala: depresif, gangguan tidur dan mimpi bertambah, merasa lelah.
d.      Obat jenis kokain; menimbulkan gejala: depresi, rasa lelah yang berlebihan, banyak tidur, mimpi, gugup, ansietas dan perasaan curiga.
e.       Obat jenis alkohol atau benzodiazepin; menimbulkan gejala: banyak keringat, mudah tersinggung, gelisah, murung, mual/muntah, lemah, berdebar-debar, tangan gemetar, lidah dan kelopak mata bergetar, bila dehidrasi (kekurangan cairan) tekanan darah menurun dan seminggu kemudian dapat timbul halusinasi atau delirium.

  1. Latar Belakang Orang Terlibat Narkoba
a.       Faktor Intern
Faktor intern berarti faktor penyebab yang berasal dari diri orang itu sendiri. Faktor intern dibagi menjadi:
1)      Kepribadian
Adapun ciri kepribadian seorang remaja adalah:
·         Kegelisahan; karena banyaknya keinginan yang harus dipenuhi tetapi kadang tidak semuanya yang terpenuhi akibatnya mengalami kegelisahan.
·         Pertentangan; pertentangan yang ada, baik di dalam diri remaja itu sendiri maupun pertentangan dengan orang lain, pada umumnya disebabkan oleh emosi remaja yangmasih labil.
·         Berkeinginan besar untuk mencoba hal baru.
·         Senang berkhayal dan berfantasi.
·         Mencari identitas diri denga kegiatan berkelompok.
·         Senang suasana meriah dan keramaian.
·         Mudah bosan dan kesepian.
·         Kurang sabar dan mudah kecewa.
·         Suka mencari perhatian.
·         Mudah tersinggung.
Jika semua ciri kepribadian ini tidak dikontrol dengan hati-hati dan bijaksana, maka remaja akan sangat mudah terjerumus menjadi seorang pencandu narkoba.
2)      Inteligensi; remaja yang kemampuan inteliegnsinya kurang, kurang dapat menggunakan pikirannya secara kritis dan kurang dapat mengambil keputusan untuk memilih yang baik dan yang buruk. Mereka cenderung mengambil keputusan dengan pemikiran yang dangkal, yang bersifat kenikmatan sementara.
3)      Mencari pemecahan masalah; berhadapan dengan depresi atau beban hidup yang berat, maka remaja cenderung mencoba mencari jalan keluar tanpa berpikir panjang dalam mengambil keputusan. Akibatnya, mereka akan gampang menjadi pengguna narkoba.
4)      Dorongan kenikmatan; setiap orang mempunyai dorongan hedonistis yaitu dorongan untuk mengulangi pengalaman yang dirasakan kenikmatan. Narkoba dapat memberikan kenikmatan sesaat bagi penggunanya. Akibanya, orang terdorong untuk merasakannya lagi.
5)      Ketidaktahuan; kurangnya informasi tentang narkoba, bisa menyebabkan orang tersebut menjadi pengguna narkoba.

b.      Faktor Ekstern
1)      Pengaruh keluarga; keluarga yang tidak utuh dan tidak harmonis bisa membuat anak-anak frustasi. Keluarga yang terlalu memanjakan anak atau terlalu keras terhadap anak, dapat memberi dampak negatif bagi kepribadian anak sehingga dengan mudah menjadi pengguna narkoba.
2)      Pengaruh sekolah; sekolah yang tidak disiplin dan mempunyai banyak siswa yang sudah menjadi pengguna narkoba dapat menjadikan anak-anak lain untuk terlibat dengan narkoba.
3)      Pengaruh masyarakat; situasi masyarakat yang dipenuhi dengan bandar-bandar narkoba serta nilai komersial  yang sangat tinggi serta politis dari penjualan narkoba. Hal ini mengakibatkan orang gampang terjerumus ke dalam dunia narkoba.

B.     HIV/AIDS
1.      Arti HIV/AIDS
Ø  AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Defliciency Syndrome. Acquired artinya didapat. Immune artinya kekebalan tubuh. Syndrome artinya kumpulan gejala penyakit. Jadi, AIDS artinya kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh.
Ø  HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. HIV adalah virus yang secara pelan-pelan mengurangi kekebalan tubuh manusia.
Ø  Infeksi kekebalan tubuh terjadi bila virus tersebut masuk ke dalam sel darah putih yang disebut limfosit. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru.

2.      Penularan HIV/AIDS
Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandung sel terinfeksi atau partikel virus. Cairan tubuh itu antara lain; darah, semen, cairan vagina, cairan serebrospinal dan air susu ibu, bahkan virus juga terdapat di dalam air mata, air kemih dan air ludah. HIV ditularkan dengan melalui cara-cara berikut:
Ø  Hubungan seksual dengan penderita, dimana selaput lendir mulut, vagian atau rektum berhubungan langsung dengan cairan tubuh yang terkontaminasi.
Ø  Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi, seperti yang terjadi pada transfusi darah, pemakaian jarum bersama-sama atau tidak sengaja tergores oleh jarum yang terkontaminasi virus HIV.
Ø  Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebelum atau selama proses kelahiran atau melalui ASI.
Ø  Penularan melalui oral seks (hubungan seksual melalui mulut).
Ø  Virus HIV pada penderita wanita yang sedang hamil dapat ditularkan kepada janinnya pada awal kehamilan (melalui plasenta) atau pada saat persalinan (melalui jalan lahir).

3.      Gejala infeksi HIV/AIDS
·         Pembengkakan kelenjar getah bening.
·         Penurunan berat badan.
·         Demam yang hilang-timbul.
·         Perasaan tidak enak badan.
·         Lelah.
·         Diare berulang.
·         Anemia.
·         Infeksi jamur di mulut.

C.    Ajaran Kristiani tentang Narkoba dan HIV/AIDS
Santo Paulus mengajarkan bahwa tubuh kita dalah Bait Allah. Itu berarti, kekacauan yang terjadi di dalam diri kita juga berarti kekacauan pada Bait Allah. Karena itu, mengkonsumsi narkoba dan pergaulan bebas yang mengarah kepada seks bebas dan berdampak pada HIV/AIDS berarti orang tersebut berusaha merusak Bait Allah (tubuh). Karena tubuh manusia (Bait Allah) adalah sarana keselamatan, Gereja selalu berupaya untuk mengingatkan warganya agar hati-hati, waspada dan menghindari kemungkinan terlibat dalam kegiatan mengkonsumsi narkoba (atau menjadi distributor, produsen), menghindari seks bebas supaya tidak terinfeksi virus HIV.

D.    Usaha Menghadapi Narkoba dan HIV/AIDS
1.      Usaha Negara untuk Menghadapi Narkoba dan HIV/AIDS
Ø  UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004, dalam program kesehatan dan kesejahteraan sosial, antara lain diutarakan mengenai perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat. Sasarannya adalah meningkatkan perwujudan kepedulian perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan masyarakat; menurunnya prevalensi perokok; penyalahgunaan narkotika; psikotropika dan zat adiktif (napsa), serta meningkatnya lginkungan sehat bebas rokok dan bebas napsa di sekolah, tempat kerja dan tempat umum.
Ø  Pemerintah membentuk BKNN (Badan Koordinasi Narkotika Nasional) yang bertugas mencegah perluasan jaringan narkoba (pembuat, pemakai,  pedagang atau distributor).
Ø  Pendirian Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) yang bertujuan untuk menampung dan merehabilitasi korban narkoba.

2.      Apa yang Dapat Dilakukan Gereja?
a.       Gereja menyatakan kutukan terhadap kejahatan pribadi dan sosial yang menyebabkan dan menguntungkan bagi penyalahgunaan narkoba/napza.
b.      Memperkuat kesaksian Injil dari orang-orang beriman yang mengabdikan dirinya kepada pengobatan pemakai narkoba menurut contoh Yesus Kristus, yang tidak datang untuk dilayani melainkan untuk melayani dan memberikan hidupnya.[59]
c.       Memberikan pendidikan nilai/moral bagi orang-orang, keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas, melalui prinsip-prinsip adikodrati untuk mencapai kemanusiaan yang utuh dan penuh (menyeluruh dan total).
d.      Memberikan informasi yang baik dan benar tentang narkoba kepada komunitas-komunitas, orang tua, anak-anak remaja dan masyarakat.
e.       Membantu orang tua meningkatkan keterampilan untuk membangun kekeluargaan yang kuat.
f.       Membantu orang tua melakukan strategi pencegahan penggunaan obat terlarang di rumah dengan memberi contoh yang baik dan sehat, meningkatkan peran pengawasan dan mengajari cara menolak penawaran obat terlarang oleh orang lain.
g.      Menyatakan cinta kasih ke-bapa-an Allah yang diarahkan kepada keselamatan setiap pengguna narkoba dan para penderita HIV/AIDS, melalui cinta mengatasi rasa bersalah. “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit (Mat 9:12; Luk 15:11-32).
h.      Melakukan tindakan pengobatan dan rehabilitasi, antara lain dengan cara: menggalang kerja sama di antara komunitas-komunitas yang menyelenggarakan pengobatan atau rehabilitasi dan menambah lembaga-lembaga yang mengelola pencegahan penyalahgunaan narkoba dan penularan HIV/AIDS.
i.        Memutuskan mata rantai permintaan atau distribusi narkoba denagn cara memperkuat pertahanan keluarga dan pembinaan remaja di tingkat lingkungan, wilayah dan paroki.

3.      Apa yang dapat Dilakukan oleh Setiap Orang untuk Membantu Orang Lain yang Kecanduan Narkoba atau Menderita HIV/AIDS?
a.       Jangan menjauhi atau menolak mereka yang kecanduan narkoba atau terinfeksi HIV/AIDS, karena mereka adalah manusia yang paling kesepian di dunia ini.
b.      Memberikan peneguhan bahwa mereka dapat mengatasi persoalannya dengan menjadi sahabat dan pendamping mereka.
c.       Mendengarkan keluhan para pecandu narkoba dan pengidap HIV/AIDS.










“Hidupkanlah hidupmu dengan kehidupan yang menghidupkan.
Jangan pernah patah semangat karena perjuangan Anda adalah keberhasilan Anda”



[1] Arti dan makna Gereja dalam http://yesaya.indocell.net/id483.htm
[2] Bdk. KGK no. 777
[3] Tom, Jacobs, Kononia dalam 5 Eklesiologi Paulus (Malang: Dioma, 2007), hlm. 65.
[4] Sejarah Gereja di Indonesia dalam http://unsurgereja.blogspot.com/
[5] Paul, Minear, Images of The Church In The New Testament (The Westminster Press;  1960), hlm. 70.
[6] Tom, Jacobs, Kononia dalam 5 Eklesiologi Paulus (Malang: Dioma, 2007), hlm. 59.
[7] Lihat dan baca: Kis 2:41-41 “Cara Hidup Jemaat yang Pertama”.
[8] Ibid.,
[9] Lihat dan baca: 1Kor 12:7-10.
[10] Lihat dan baca: Ef 4:11-13;1Kor 12:12-18, 26-27.
[11]Lih.Lumen Gentium, art. 27.
[12] Bdk. Gaudium et Spess, art. 1
[13] Tugas Awam dalam http://katolikglobal.blogspot.com/2007/11/hierarki-gereja-katolik-dimulai-dari.html
[14]Lumen Gentium, art. 20.
[15]Lih. Yoh 20:21
[16]Lih.Lumen Gentium, art. 18.
[17]Lih.Lumen Gentium, art. 22.
[18]Lumen Gentium, art. 23.
[19]Lih.Lumen Gentium, art.25.
[20] Imam dalam http://katolikglobal.blogspot.com/2007/11/hierarki-gereja-katolik-dimulai-dari.html
[21]Lih.Lumen Gentium, art. 29.
[22] Diakon dalam http://katolikglobal.blogspot.com/2007/11/hierarki-gereja-katolik-dimulai-dari.html
[23]Lih.Lumen Gentium, art. 31.
[25] KWI, Iman Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 382.
[26] Lih. Why 1:6
[27]Lih., Mat 6:5-6
[28] Lih., Mat 6:7
[29] Sacrosanctum Concilium, art. 7.
[30]Lumen Gentium, art. 26.
[31] Alfread McBride, O. Praem, Pendalam Iman Katolik; Tuntunan Praktis untuk Mengenal Allah, Diri, Sesama dan Gereja, Jilid 1 (Jakarta: Obor, 2005), hlm. 153.
[36] Yak 5:14-15: Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.
[38] Alfread McBride, O. Praem, Pendalam Iman Katolik; Tuntunan Praktis untuk Mengenal Allah, Diri, Sesama dan Gereja, Jilid 1 (Jakarta: Obor, 2005), hlm. 157.
[39] KWI, Iman Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 382-383.
[40]Ibid., hal. 383-386.
[41] Bdk. Kis 1:8
[42] Baca: Lukas 2:10-14 dan Yesaya 9:5-6.
[43] Baca: Yesaya 11:1-10
[44] Baca: Matius 5:13-16
[45] Baca: Keluaran 3:7-8 dan Mazmur 69:34.
[46] Baca: Kejadian 9:6 dan Sirakh 17:3-4.
[47] Baca Matius 26:47-56
[48] Baca Lukas 6:27-36
[49] Baca Yohanes 8:32.
[50] Baca 2 Korintus 5:17-19
[51] Baca Kejadian 20:13
[52] Baca Matius 5:21-22
[53] Gaudium et Spes, Art. 79.
[54] Gaudium et Spes, Art. 83
[55] Baca Ulangan 32:39.
[56] Lihat Gaudium et Spes, Art. 51.
[57] KHK artinya Kitab Hukum Kanonik.
[58] Bdk. KUHP pasal 344.
[59] Baca Matius 20:28; Filipi 2:7.

RPP Pendidikan Agama Katolik & Budi Pekerti K13 Kelas 1 Pelajaran 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BERKARAKTER JMJ (RPP) Nama Sekolah            : SD Katolik Santa Maria Piru Mata Pelajaran    ...