Jumat, 06 Mei 2016

Hasil UN Tingkat SMA dan Sederajat Diserahkan ke Panitia Provinsi




Hasil Ujian Nasional (UN) tingkat sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat diserahkan ke panitia UN provinsi, Selasa (3/5) di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Jakarta. Hadir dalam acara tersebut Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Zainal Arifin Hasibuan, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud Totok Suprayitno, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud Daryanto, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud Nizam, dan perwakilan panitia UN dari 34 provinsi. Penyerahan hasil UN secara simbolik diberikan oleh Kepala Balitbang kepada Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Sulawesi Barat, dan Maluku.

Ketua BSNP Zainal Arifin Hasibuan dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa sesuai dengan prosedur operasi standar (POS) UN SMA dan sederajat tahun 2016, pengumuman kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2016. Ia juga menyampaikan kegembiraannya bahwa hasil UN SMA dan sederajat tetap menjadi pertimbangan dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). 

Selain itu Ketua BSNP mendorong semua pihak aktif mengupayakan terciptanya UN secara jujur. "Sudah bukan saatnya lagi kita hanya mengedepankan nilai, namun mengabaikan kejujuran. Kejujuran harus diutamakan," ujar pria yang akrab disapa Ucok tersebut. 

Kepala Balitbang Kemendikbud Totok Suprayitno mengapresiasi peran semua pihak yang berperan aktif sehingga pelaksanaan UN SMA dan sederajat berjalan lancar. "Kita berikan apresiasi kepada tim UN yang notabene sebagai 'tim senyap' yaitu tim yang bekerja secara all-out tanpa dipublikasikan media," ucap Totok. Ia menambahkan banyak pihak yang memberikan apresiasi kepada Kemendikbud atas pelaksanaan UN tahun 2016, termasuk apresiasi dari anggota Komisi X DPR-RI. Totok juga mengaku gembira, pemberitaan media massa terkait UN tahun ini bernada positif.

Dalam kesempatan tersebut, Irjen Kemendikbud Daryanto mengatakan pihak Inspektorat Jenderal serius mengawal pelaksanaan UN tahun ini. Sistem pengendalian intern pemerintah seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, telah diterapkan dalam pengawasan pelaksanaan UN. "Dalam pengawasan pelaksanaan UN kita sudah punya peta risiko dan peta kendalinya, semua sudah sesuai dengan yang diatur dalam PP tentang pengendalian intern pemerintah," kata Daryanto yang hadir dengan pakaian adat Bali tersebut.

Sumber : http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/05/hasil-un-tingkat-sma-dan-sederajat-diserahkan-ke-panitia-provinsi

Tiga Tataran Dalam Menghadapi Kekerasan Di Lingkungan Sekolah


Di awal tahun 2016 ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan telah memulai pencanangan Gerakan Anti Kekerasan di Lingkungan Pendidikan di SMAN 8 Tangerang Selatan, SMPN 2 Tangerang Selatan, dan SDN 01 Cirendeu. Gerakan ini merupakan bentuk perlindungan terhadap anak di lingkungan pendidikan, termasuk untuk menyikapi kasus bullying atau perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini telah diatur di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Sekolah.

Selama kunjungan tersebut, Menteri Anies menjelaskan tentang tiga tataran dalam menghadapi tindak kekerasan di lingkungan sekolah, terutama untuk kasusbullying/perundungan. Ketiga tataran tersebut adalah pencegahan, penanggulangan, dan pemberian sanksi. Di dalamnya terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu sekolah, pemerintah daerah, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Dalam tataran pencegahan, dimulai dari lingkungan sekolah yang berkewajiban untuk memasang papan informasi tindak kekerasan di serambi sekolah sehingga mudah dilihat. Di papan tersebut berisi informasi untuk pelaporan dan permintaan bantuan. Selain itu para guru dan kepala sekolah wajib melaporkan kepada orangtua/wali siswa jika ada dugaan kekerasan. Mereka pun juga harus menyusun, mengumumkan, dan menerapkan Prosedur Operasional Standar (POS) tentang langkah-langkah wajib warga sekolah untuk mencegah tindak kekerasan serta membentuk tim pencegahan kekerasan yang terdiri dari guru, siswa, dan orangtua yang bekerja sama dengan lembaga psikologi, pakar pendidikan, dan organisasi keagamaan untuk kegiatan bersifat edukatif.

Sedangkan Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk membentuk Gugus Pencegahan Tindak Kekerasan secara permanen yang terdiri dari guru, tenaga kependidikan, perwakilan komite sekolah, organisassi profesi psikolog, dan perangkat daerah pemda setempat seperti tokoh masyarakat/agama.  Dari pihak Kemendikbud, bertanggung jawab untuk menyediakan layanan jalur informasi dan pengaduan malalui laman: http://sekolahaman.kemdikbud.go.id. Isi dari laman tersebut adalah informasi terkait tindak kekerasan yang terjadi di sekolah dan layanan pengaduan. Kemudian menetapkan panduan untuk gugus tugas pencegahan dan penyusunan POS untuk sekolah serta  memastikan sekolah dan pemerintah daerah telah melakukan upaya pencegahan.

Kemudian dalam tataran penanggulangan, sekolah wajib melaporkan kepada orangtua/wali siswa jika terjadi tindak kekerasan. Jika kekerasan hingga berakibat luka fisik/cacat/kematian, sekolah wajib melapor ke dinas pendidikan dan aparat penegak hokum. Kemudian, sekolah melakukan identifikasi fakta kejadian dan menindaklanjuti kasus secara proporsional sesuai tingkat kekerasan, menjamin hak siswa tetap mendapatkan pendidikan, dan memfasilitasi siswa mendapatkan perlindungan hukum.

Sedangkan pemerintah daerah wajib membentuk tim independen untuk melakukan tindakan awal penanggulangan dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. Tim ini melibatkan tokoh masyarakat, pemerhati pendidikan, dan/atau psikolog. Pemda juga wajib memantau dan membantu upaya penanggulangan tindak kekerasan oleh sekolah. Apabila kasus kekerasan sampai menimbulkan luka berat/cacat fisik/kematian atau menarik perhatian masyarakat, Kemendikbud akan membentuk tim penanggulangan terhadap kasus tersebut untuk mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan penanggulangan oleh sekolah dan pemda, serta memastikan sekolah menindaklanjuti hasil pengawasan dan evaluasi.

Selanjutnya, untuk tataran pemberian sanksi, beberapa upaya yang dilakukan pihak sekolah adalah pemberian sanksi kepada siswa, mulai dari teguran lisan/tertulis yang menjadi aspek penilaian sikap di rapor dan menentukan kelulusan atau kenaikan kelas. Sekolah juga memberikan tindakan lain yang bersifat edukatif (seperti konseling psilkolog/guru bimbingan konseling). Selain itu juga memberikan sanksi kepada guru dan tenaga kependidikan berupa teguran lisan/tertulis jika pelanggarannya ringan, dan pengurangan hak, pembebasan tugas, pemberhentian sementara/tetap atau pemutusan hubungan kerja jika pelanggarannya berat. Dari pihak pemda dapat memberikan sanksi teguran terhadap guru dan tenaga kependidikan bagi yang berada di sekolah negeri jika pelanggarannya ringan. Selain itu penundaan atau pengurangan hak, pembebasan tugas, pemberhentian sementara/tetap dari jabatan juga dapat diberikan jika pelanggaran terjadi secara berulang atau menimbulkan luka berat/cacat fisik/kematian. Sedangkan sanksi untuk sekolah berupa pemberhentian bantuan, penggabungan bagi sekolah negeri, atau penutupan sekolah.

Kemudian, Kemendikbud dapat merekomendasikan penurunan level akreditasi sekolah, pemberhentian bantuan, pengurangan tunjangan profesi guru, tunjangan kinerja, dan lain-lain bagi kepala sekolah dan guru. Selain itu, Kemendikbud pun dapat merekomendasikan untuk memberhentikan guru, kepala sekolah, pemda, atau yayasan. Tidak hanya itu, langkah tegas juga dapat diambil Kemendikbud seperti, penggabungan untuk sekolah negeri dan penutupan sekolah.

Sumber : http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/05/tiga-tataran-dalam-menghadapi-kekerasan-di-lingkungan-sekolah

RPP Pendidikan Agama Katolik & Budi Pekerti K13 Kelas 1 Pelajaran 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BERKARAKTER JMJ (RPP) Nama Sekolah            : SD Katolik Santa Maria Piru Mata Pelajaran    ...